Kamis, 15 Juli 2010

REFERAT SINDROM OVARIUM POLIKISTIK

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

BANDUNG

2009

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kelainan kompleks endokrin dan metabolik yang ditandai dengan adanya anovulasi kronik dan atau hiperandrogenisme yang diakibatkan oleh kelainan dari fungsi ovarium dan bukan oleh sebab lain. Pertama kali diperkenalkan oleh Stein dan Leventhal (1935) dalam bentuk penyakit ovarium polikistik (polycyctic ovary disease/Ovariu polikistik/Stein-Leventhal Syndrome), dimana gambaran dari sindroma ini terdiri dari polikistik ovarium bilateral dan terdapat gejala ketidakteraturan menstruasi sampai amenorea, riwayat infertil, hirsutisme, retardasi pertumbuhan payudara dan kegemukan. Sindroma ini dicirikan dengan sekresi gonadotropin yang tidak sesuai, hiperandrogenemia, peningkatan konversi perifer dari androgen menjadi estrogen, anovulasi kronik, dan ovarium yang skerokistik dengan demikian sindroma ini merupakan 1 dari penyebab paling umum dari infertilitas. (5),(7)

Semula sindroma ovarium polikistik ditandai dengan trias hirsutisme, amenorrhea dan obesitas, sekarang sindroma ini dikenali dengan gambaran klinis yang heterogen dan etiologi yang multifaktorial. Dalam perkembangannya manifestasi dari sindroma ini menjadi lebih kompleks. Sindroma ini dapat disertai atau tanpa adanya kelainan morfologi di ovarium. Stephen dkk mendapatkan sebanyak 75% wanita dengan ovarium polikistik mengalami menstruasi yang tidak teratur. Peneliti lain mendapatkan dari 350 wanita dengan hirsutisme hanya 50% memiliki ovarium polikistik dengan siklus tidak teratur. Sebaliknya Fox mendapatkan 14% wanita dengan hirsutisme dan oligomenorea tidak dijumpai adanya peningkatan jumlah folikel pada pemeriksaan USG. Sementara dengan Pache dkk mendapatkan 50% wanita dengan SOPK secara klinis mempunyai ovarium yang normal. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang tetap antara gambaran klinis dan perubahan histologis ovarium. Dengan demikian maka sindroma Stein-Leventhal hanya merupakan bagian dari spektrum yang luas dengan kondisi klinik berbeda yang berhubungan dengan kista ovarium, yang mempunyai konotasi sedikit terbatas. (7)

Wanita dengan SOPK mempunyai peningkatan resiko gangguan toleransi glukosa, diabetes melitus tipe II, dan hipertensi. Penyakit kardiovaskuler diketahui mempunyai prevalensi yang lebih tinggi pada wanita dengan SOPK, dan telah diperkirakan wanita tersebut mempunyai resiko terkena infark miokard yang lebih tinggi. Banyak gangguan lipid (seringnya kadar high density lipoprotein cholesterol (HDL) menjadi rendah dan peningkatan kadar trigliserida) dan gangguan fibrinolisis terjadi pada pasien SOPK.(8)

Oleh karena SOPK sering menunjukkan beragam manifestasi klinis maka pemahaman gejala klinis sangat penting sehingga diagnosis dapat ditegakkan seakurat mungkin, dengan demikian penatalaksanaan yang diberikan dapat serasional mungkin dan bermanfaat baik secara medikamentosa ataupun operatif. (7)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Sindroma ovarium polikistik merupakan serangkaian gejala yang dihubungkan dengan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik yang berhubungan dengan kelainan endokrin dan metabolik pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar hipofise atau adrenal yang mendasari. Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi gonadotropin sebagai akibat dari kelainan sentral dimana terjadi peningkatan frekuensi dan amplitudo pulsasi GnRH dengan akibat terjadi peningkatan kadar LH serum dan peningkatan rasio LH/ FSH serta androgen. Hiperandrogenisme secara klinis dapat ditandai dengan hirsutisme, timbulnya jerawat (akne), alopesia akibat androgen dan naiknya konsentrasi serum androgen khususnya testosteron dan androstenedion. Sedangkan kelainan metabolik berhubungan dengan timbulnya keadaan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik.(7)

Gambar 2.1 Produksi berlebihan dan/atau aktivitas yang meningkat hormon androgen pada wanita dengan Sindrom ovarium polikistik (SOPK) membrikan efek maskulinisasi termasuk munculnya rambut pada wajah. (9)

2.2 PREVALENSI

Penelitian tentang prevalensi SOPK masih terbatas. Di Amerika Serikat prevalensinya berkisar 4-6%, kepustakaan lain melaporkan bahwa prevalensinya berkisar 5-10%. Menurut Leventhal sindroma ini terjadi 1% - 3 % dari semua wanita steril serta 3%-7% wanita yang mempunyai pengalaman ovarium polikistik. Menurut Suparman 15-25% wanita usia reproduksi akan mengalami siklus yang tidak berovulasi. Sebanyak 75% dari siklus yang tidak berovulasi itu berkembang menjadi anovulasi kronis dalam bentuk Ovarium polikistik (OPK). Telah ditemukan bahwa 80% dari kelainan ovarium polikistik ini secara klinis tampil sebagai Penyakit Ovarium polikistik (POPK). Pada 5-10% wanita usia reproduksi, Penyakit Ovarium polikistik ini akan bergejala lengkap sebagai Sindroma Ovarium polikistik (SOPK). (7)

Gejala hiperandrogen dengan oligo atau amenore muncul pada 1-4% wanita usia reproduktif. Meskipun USG rutin yang menskrining 257 wanita muda tidak mengeluhkan adanya gejala hiperandrogen namun didapatkan 22%-nya mempunyai polikistik ovarium. 1 dari wanita dengan ovarium normal mempunyai siklus menstruasi yang reguler, dan 75% wanita dengan ovarium polikistik mempunyai siklus ireguler (kebanyakan dari wanita ini tidak menunjukkan kelainan klinis dan bukti biokimia hiperandrogenisme).(2)

Prevalensi SOPK didapatkan dengan gejala klinis yang berbeda-beda. Dari 1079 kasus wanita dengan OPK (tinjauan literatur), Goldzieher dan Axelrod mendapatkan 47% wanita dengan gangguan menstruasi berupa amenorea dan sebanyak 16 % wanita siklus menstruasinya teratur. Conway dkk serta Franks mendapatkan 20% - 25% wanita dengan gambaran ovarium polikistik (USG) mempunyai siklus menstruasi yang teratur. Sedangkan peneliti lain mendapatkan sebanyak 30% (1741 kasus). Pada penelitian yang dilakukan oleh Balen mendapatkan 70% wanita dengan SOPK mengalami hirsutisme. Sedangkan obesitas didapatkan pada 35% - 50% wanita dengan SOPK. Hirsutisme didapatkan lebih banyak pada wanita obese dengan SOPK (70% - 73%) dibandingkan dengan wanita dengan berat badan normal (56% - 58%). Sementara gangguan menstruasi lebih banyak dialami wanita obese dengan SOPK (28% - 32%) dibandingkan wanita non-obese (12% - 22%).(7)

2.3 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dari SOPK sangat komplek, dan walaupun faktor-faktor yang menginisiasinya belumlah sepenuhnya dimengerti, karakteristik gangguan endokrin dari SOPK sekali terjadi maka akan berlangsung terus menerus. Temuan utama adalah peningkatan tonik dari kadar LH serum dan FSH yang rendah atau normal. Selain itu dijumpai pula peningkatan kadar androgen. Kelainan metabolik berupa hiperinsulinemia dan resistensi insulin ikut berperan dalam timbulnya SOPK.

A. Kelainan neuroendokrin

LH yang meningkat pada pasien SOPK akan dapat meningkatkan jumlah dan frekuensi respon dari Gonadotropin-releasing hormone (Gn-RH) dari hipotalamus. GnRH merupakan stimulan utama untuk menghasilkan sekresi gonadotropin dan menstimulasi sel-sel teka interna folikel untuk memproduksi androstenedion, yang dikonversi di perifer, utamanya di dalam jaringan lemak, menjadi estron (E1), dan testoteron dalam jumlah yang lebih sedikit meningkat, berlawanan dengan pasien-pasien dengan hipertekosis. Kadar estradiol (E2) tetap normal atau sedikit dibawah normal, yang menyebabkan peningkatan rasio E1/E2. Peningkatan kadar E1, dan pada beberapa pasien akan meningkatkan sekresi dari inhibin-F suatu peptida nonsterois yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa, akan menghambat sekresi FSH. Peningkatan rasio LH/FSH merupakan temuan yang khas pada ovarium polikistik. Peningkatan estrogen yang bersirkulasi tampaknya akan meningkatkan sekresi dari Luteinizing hormone relasing factor (LHRF) dan mempertinggi sensitifitas sel-sel hipofisis yang memproduksi LH terhadap LHRF. Produksi estrogen ovarium pada pasien polikistik ovarium secara nyata berkurang dari jaringan ovarium, mungkin karena inaktivasi dari sistem aromatese FSH dependent pada sel-sel granulosa. Sintesis estrogen intrafolikel, dan peningkatan rasio LH/FSH akan menyebabkan rendahnya pertumbuhan folikel pada stadium midantral, terjadi anovulasi, dan ovarium yang sklerokistik. Sejumlah kelainan akan menyebabkan hiperestronemia dan perubahan sekresi gonadotropin secara potensial berperan dalam inisiasi atau terjadinya polikistik ovarium yang terus- menerus.(3),(7)

B. Hiperandrogenisme

Kelebihan androgen adrenal

Salah satu studi menunjukkan bahwa wanita dengan SOPK terjadi peningkatan yang bermakna dari aktivitas 11b-hidroksisteroid dehidrogenase, yang merupakan enzim yang memetabolisme kortisol menjadi kortison. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar clearence kortisol dan, menurunkan feedback negatif dari sekresi adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan secara sekunder meningkatkan sekresi androgen adrenal. Pada studi ini wanita yang obes menunjukkan peningkatan aktivitas 11b-hidroksisteroid dehidrogenase, tetapi tidak sesuai dengan derajat yang terlihat pada wanita dengan SOPK. Ini kemungkinan adanya pengaruh hiperinsulinemia yang dapat meningkatkan aktivitas enzim ini yang mengarahkan terjadinya hiperandrogen adrenal.(2)

Gambar 2.2 Peranan GnRH pada patogenesis SOPK

Pengaruh androgen yang berlebihan serta mekanisme kerjanya sebagai berikut :

a. Sentral

Peningkatan kadar androgen dalam darah terutama akan mengganggu gonadostat di hipotalamus dan akan menekan GnRH. Akibatnya adalah terganggunya perkembangan seksual, dan terjadinya penekanan langsung terhadap gonadotropin baik pada tingkat hipotalamus maupun hipofisis. Dalam hal ini LH lebih jelas dipengaruhi daripada FSH. Ini berarti bahwa peningkatan androgen yang beredar dalam darah mengganggu keserasian poros hipotalamus-hipofisis-ovarium.

b. Perifer

Terjadi gangguan pada tingkat ovarium dan folikel. Terjadi pemutusan androgen dalam sel-sel perifolikuler, sehingga folikel ovarium menjadi resisten terhadap rangsangan gonadotropin. Belum jelas adanya hambatan pada reseptor gonadotropin maunpun penjenuhan dengan androgen. Tetapi yang jelas ialah kadar androgen lokal yang tinggi akan menyebabkan perkembangan folikel ovarium yang resistem.

Peningkatan androgen adrenal dapat menyebabkan hiperestronemia karena akan memanjangkan fase folikuler dan memendekkan fase luteal dan konsekuensinya terjadi peningkatan rasio LH/FSH. Peristiwa ini yang menerangkan kerapnya infertilitas dan ketidakteraturan haid pada wanita dengan hiperandrogen. Terapi deksametason dapat mengoreksi rasio LH/FSH yang abnormal pada beberapa pasien dengan polikistik ovarium, yang dapat menyebabkan terjadinya ovulasi lagi. Walaupun beberapa penelitian percaya bahwa pada pasien-pasien polikistik ovarium, abnormalitas adrenal adalah gangguan yang primer, penelitian lain telah menyimpulkan bahwa itu adalah sekunder dari kelainan hormonal.

Pada pihak lain, hiperandrogen endogen akan menebalkan tunika albuginea ovarium. Juga ternyata bahwa pemberian androgen eksogen yang berlebihan dapat menebalkan kapsul ovarium. Selanjutnya keadaan tersebut akan mengganggu pelepasan folikel dan pecahannya bintik ovulasi. Ini merupakan bentuk lain dari androgen dalam mengganggu mekanisme ovulasi. Secara klinis dengan menekan kadar androgen yang tinggi akan menyebabkan folikel ovarium menjadi lebih peka terhadap gonadotropin endogen dan eksogen.

C. Obesitas, hiperinsulinemia dan resistensi insulin

Obesitas berhubungan dengan masalah kesehatan pada umumnya dan kelainan ginekologi secara khusus, meliputi siklus menstrusasi yang ireguler, amenorea, dan perdarahan uterus disfungsional. Salah satu penelitian menemukan bahwa pada perempaun remaja yang gemuk meningkatkan serum androgen dan kadar LH dan rasio E1 dan E2 yang terbalik. Namun hal ini bersifat reversibel dengan menurunnya berat badan.

Gambar 2.3 Hipotesis patogenesis SOPK. Pada bagan ini, hiperinsulinemia merupakan penyebab utama dari SOPK, meskipun peningkatan produksi androgen sendiri dapat menyebabkan terjadinya SOPK. Pada wanita yang dengan predisposisi resistensi insulin mengkombinasikan hubungan antara obesitas yang menyebabkana resistensi insulin. Hiperinsulinemia dapat meningkatkan androgen melalui setidaknya 3 mekanisme : (1) Stimulasi dari hiperandrogenisme ovarium melalui peningkatan LH atau stimulasi aktivitas 17-hidroksilase/17,20-lyase, (2) stimulasi hiperandrogenisme adrenal melalui augmentasi aktivitas 11-hidroksisteroid dehidrogenase, atau (3) supresi kadar SHBG. Jaringan adiposa mengandung aromatase yang merupakan enzim yang mengkonversi androgen menjadi estrogen. Meningkatnya keadaan androgen dan estrogen mengarah kepada terjadinya atresia folikuler, anovulasi, dan meningkatnya sekresi LH, yang secara lebih lanjut meningkatkan produksi androgen ovarium.

Kadar androgen meningkat pada wanita gemuk. Baik tingkat produksi androgen maupun tingkat clearance-nya meningkat. Penurunan Sex hormone binding globulin (SHBG) berhubungan dengan obesitas yang meningkatkan kadar clearance androgen. Tingkat kelebihan berat badan berkorelasi dengan derajat aromatisasi ekstraglanduler dari androgen menjadi estrogen. Meningkatnya kadar androgen, tingginya rasio E2:E1, dan rendahnya kadar SHBG membuat keadaan biokimiawi kepada keadaan SOPK. Lebih dari 50% pasien SOPK merupakan pasien gemuk. Pada banyak wanita SOPK, pengurangan dari berat badan dapat menurunkan kadar androgen, menghilangkan hirsutism, dan bahkan mengembalikan ovulasi.

Obesitas, ketika dikaitkan dengan SOPK, mempunyai berhubungan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin, dan tes toleransi glukosa yang abnormal. Resistesi insulin dan hiperinsulinemia ditentukan terjadi pada wanita SOP, baik yang gemuk maupun tidak gemuk. Insulin menstimulasi sekresi androgen dari stroma ovarium, hal ini disebabkan karena insulin merupakan famili insulin lainnya dari insulin growth factor 1 (IGF-1). IGF-1 dapat meningkatkan produksi sel teka ovarium menghasilkan androgen. Disebabkan karena reseptor untuk insulin dan IGF-1 serupa, sehingga pada percobaan secara in vitro insulin dapat meningkatkan produksi androgen pada sel teka dan stroma. Hiperinsulinemia juga secara potensial menyebabkan peningkatan kadar androgen yang bersirkulasi (dan dengan konversi di perifer, estron) pada pasien-pasien SOPK. Hasil dari hiperandogenisme ini pada gilirannya akan meningkatkan resistensi insulin.(3),(7)

Ketidaknormalan lipoprotein secara umum terdapat pada SOPK meliputi meningkatnya kolesterol, trigliserida, dan low density lipoprotein (LDL), dan rendahnya kadar high density lipoprotein dan apoporetin. Berdasarkan salah satu penelitian, ciri yang paling penting dari peningkatan lipid ialah menurunnya kadar HDL.(1)

Penemuan lain yang muncul pada wanita dengan SOPK meliputi gangguan fibronolisis yang ditunjukkan oleh meningkatnya kadar inhibitor aktivator plasminoge, meningkatnya insidensi hipertensi terjadi pada 40% perimenopaus, prevalensi yang besar dari aterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler, dan resiko infark myokard . (1)

2.4 GAMBARAN KLINIS

1. Gangguan menstruasi dan infertilitas

Penderita SOPK sering datang dengan keluhan gangguan menstruasi dapat berupa oligomenorea, amenorea dan infertilitas. Hal ini disebabkan oleh adanya anovulasi kronik dan hiperandrogenemia. (6),(7)

2. Hirsutisme

Keadaan dengan pertumbuhan rambut yang berlebihan pada kulit ditempat yang biasa, seperti kepala dan ekstremitas. Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan androgen yang berlebihan akibat kerusakan enzim 3 betahidroksisteroid dehidrogenase.

3. Obesitas

Wanita dengan berat badan yang berlebihan, 4-5 kali lebih sering terjadi gangguan fungsi ovarium. Wanita yang gemuk menunjukkan aktivitas kelenjar suprarenal yang berlebihan, peningkatan produksi testosteron, androstenedion serta peningkatan rasio estron/estradion 2,5. Selain itu dikemukakan pula penurunan kadae SHBG serum. Androgen merupakan hormon yang diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan estrogen. Enzim yang diperlukan untuk mengubah androgen menjadi estrogen adalah aromatase. Jaringan yang dimiliki kemampuan untuk mengaromatisasi androgen menjadi estrogen adalah sel-sel granulosa dan jaringan lemak. (7)

Perubahan androstenedion menjadi E1 terjadi terutama di jaringan lemak, dan tingkat perubahan ini berhubungan dengan jumlah jaringan lemak. Pengurangan berat badan pada wanita gemuk berhubungan dengan pengurangan kadar androgen dan estrogen terutama estron serum. Hiperestronemia dan hiperinsulinemia adalah 2 hal yang berhubungan dengan kegemukan yang berperan dalam patogenesis ovarium polikistik. (7)

Gambar 2.4 Skematis gangguan pada ovarium pada wanita gemuk

4. Akne, seborrhoe, pembesaran klitoris , pengecilan payudara.

Keadaan ini terjadi akibat pembentukkan androgen yang berlebihan. (6),(7)

2.5 GAMBARAN HISTOPATOLOGI

2.5.1 Gambaran Makroskopis

Kedua ovarium, kadang-kadang pada kasus yang jarang satu ovarium, membesar 2 sampai 5 kali ukuran normal dan lebih besar dari uterus. Bentuknya oval atau “egg-shaped” ; dimana pada penelitian baru-baru ini, volume ovarium pada pasien ovarium polikistik 3 kali lebih besar dari volume ovarium kelompok kontrol. Kadang-kadang, ovarium dapat ditemukan dalam ukuran normal. Kista korteks superfisial biasanya dapat dilihat dibawah permukaan ovarium yang putih. Pemeriksaan bagian permukaan ovarium ini menunjukkan suatu penebalan pada tunai, berwarna putih seperti mutiara, korteks superfisial, dan beberapa kista, dengan diameter kurang dari 1 cm. Biasanya ada suatu zona sentral stroma dengan beberapa atau kadang tidak ada sama sekali stigmata ovulasi (misalnya korpora lutea atau albikans).

Gambar 2.5 Gambaran makroskopis SOPK (11)

Gambar 2.6 Perbandingan gambaran ovarium normal dan ovarium yang polikistik (12)

2.5.2 Gambaran mikroskopis

Korteks superfisial mengalami fibrosis dan hiposeluler, menyerupai suatu kapsul, dan mungkin mengandung pembuluh darah berdinding tebal yang menonjol. Penjualan dari stroma fibrotik yang meluas dari korteks superfisial ke korteks yang lebih dalam atau bahkan kemedula. Kista ini merupakan folikel kistik yang atretik yang mempunyai batas sebelah dalam dari beberapa lapisan sel-sel granulosa nonluteinisasi yang mungkin mengalami eksfoliasi fokal. Suatu lapisan yang lebih luar dari sel-sel teka interna kadang-kadang disebut sebagai “hipertekosis folikuler” tetapi folikel-folikel kistik pada wanita dengan ovarium polikistik berbeda dari yang ditemui pada wanita normal, dimana pada wanita normal hanya ditemui peningkatan jumlah. Folikel-folikel matur yang mencapai stadium midantral dan folikel-folikel atretik menunjukkan luteinisasi teka interna mungkin jumlahnya 2 kali dari ovarium norma. Jumlah dan gambar-gambaran folikel primordial adalah normal. Seperti telah dinyatakan, stigmata dari ovulasi sebelumnya tidak ada, tetapi korpora lutea telah didiskripsikan sebanyak 30% dari kasus-kasus khusus ovarium polikistik. Korteks yang lebih dalam dan stroma medula mungkin mempunyai sampai 5 kali lipat pertambahan volume. Stroma mungkin mengandung sel-sel stroma terluteinisasi dan fokal dari otot-otot polos. Sarang-sarang dari sel-sel hilus ovarium (leydig) mungkin lebih banyak pada pasien-pasien dengan ovarium polikistik daripada pada kelompok kontrol dengan usia yang sama.

2.6 DIAGNOSIS

Menurut kesepakatan National Institute of Health – National Institute of Child Health and Human Development NIH-NICHD untuk mendiagnosa SOPK ditetapkan :

Kriteria mayor :

- Anovulasi

- Hiperandrogenemia

- Tanda klinis hiperandrogenisme

- Penyebab lainnya dapat disingkirkan

Kriteria minor :

- Resistensi insulin

- Hirsutisme dan obesitas yang menetap

- Meningkatnya perbandingan rasio LH FSH

- Anovulasi intermiten yang berhubungan dengan hiperandrogenemia

- Bukti secara ultrasonografi terdapat ovarium polikistik

Dalam skema ini, terdapat dua kriteria mayor untuk mendiagnosis SOPK: anovulasi dan adanya hiperandrogenisme yang ditetapkan secara klinis dan laboratorium. Adannya dua kelainan ini cukup untuk mendiagnosis keadaan bukan penyebab patologi lainnya seperti hiperandrogenisme (yaitu, AOAH, neoplasma adrenal atau ovarium, sindrom Cushing) atau anovulasi (yaitu, hypogonadotropic atau gangguan hypergonadotropic, hyperprolactinemia, penyakit tiroid). Dibutuhkan 1 kriteria mayor yaitu anovulasi dan 2 kriteria minor yaitu rasio LH/FSH > 2,5 dan terbukti adanya ovarium polikistik secara USG. (1), (10)

Profil Hormonal

Hiperandrogenisme

Kelainan Reproduksi

Gangguan Metabolik

LH/FSH ­

Androgen ­

Estrogen tetap/ ­

PRL tetap/ ­

SHBG ¯

IGFBP-1 ¯

Hiperinsulinemia

Jerawat

Hirsutisme

Seborea

Alopesia

Akantosis nigrikans

Gggn menstruasi

Anovulasi

Infertilitas

Abortus

Diabetes gestasional

Preeklamsia

Obesitas

Disfibrinolisis

Dislipidemia

Diabetes

Hipertensi

Peny. kardio-vaskuler

PRL = prolaktin; SHBG = sex hormone-binding globulin; IGFBP = insulin-like growth factor-binding protein; akantosis nigrikans = penebalan kulit berwarna kehitaman pada daerah lipatan akibat stimulasi insulin pada lamina basalis epidermis

Tabel 2.1 Profil endokrin, tanda dan gejala SOPK

Gambar 2.7 Gambar scan ovarium yang klasik pada SOPK. Lingkaran hitam kecil di sekeliling adalah 'kista' yang merupakan ciri diagnostik SOPK. (9)

Penyakit ini diperkirakan terjadi pada 3,5% - 7% dari populasi wanita. Pasien-pasien yang terkena khusunya mereka yang berada pada dekade ketiga dengan riwayat obesitas pramenars, amenorea sekunder atau oligomenorea, infertil dan hirsutisme. Gambar ini mungkin terjadi sendirian atau berupa kombinasi. Virilisasi Frank, yakni berupa klitoromegali, suara yang dalam, botak pada temporal, perilaku seperti pria dan jika onsetnya mendadak, kemungkinan suatu hipertekosisi stroma atau suatu tumor ovarium yang virilisasi. Ovarium pada penderita polikistik ovarium mungkin dapat teraba membesar atau dapat juga tidak teraba. Pemeriksaan usg pelvis dan laparoskopi mungkin berguna dalam menetapkan diagnosis. Dengan USG hampir 95% diagnosis dapat ditegakkan, terlihat gambaran seperti roda padati, atau folikel-folikel kecil diameter 7-10 mm dan salah satu ovarium membesar.

Dengan USG pada 25% wanita normal ditemukan adanya ovarium polikistik. Analisa hormonal, apakah itu LH, FSH, PRL dan testosteron sangat tergantung dari gambaran klinis, misalnya dijumpai gangguan haid, infertilitas, maka cukup diperiksa FSH, LH dan prolaktin. Wanita polikistik ovarium meunjukkan kadar FSH, Prolaktin dan estrogen normal, sedangkan LH sedikit tinggi (nisba LH/FSH>3). LH yang tinggi akan meningkatkan sintesis testosteron di ovarium, dan membuat stroma ovarium menjadi tebal dan membuat folikel atresi. Bila ada hirsutisme perlu diperiksa kadar testosteron, untuk mengetahui apakah hirsutisme itu disebabkan oleh ovarium atau kelanjar suprarenal, perlu diperiksa 17-hydroxy pregnenolone sulfate (DHEAS). Kadar testosteron yang tinggi selalu berasal dari ovarium (> 1,5 ng/ml). Indikasi pemeriksaan testosteron dan DHEAS juga tergantung dari pertumbuhan rmabut, jika ringan kemungkinan beradal dari ovarium, berupa anovulasi kronik, sedangkan bila pertumbuhan rambut mencolok, kemungkinan besar berasal dari kelenjar suprarenal berupa hiperplasia atau tumor.

Penyakit SOPK ini dapat bersifat familial, dan mungkin merupakan penyebab endokrinopati yang paling sering dari hirsutisme familiar. Dasar genetik dari penyakit mungkin dapat dijumpai pada beberapa pasien, walaupun kekerapannya belum diketahui. Pada suatu studi terhadap ovarium polikistik familial, walaupun kekerapannya belum wanita para pasien studi terhadap ovarium polikistikfamilial, paling tidak setengah dari saudara wanita para pasien ovarium polikistiksama-sama terpengaruh, konsisten dengan modus pewarisan autosom dominan. Studi lain menyatakan adanya suatu X-linked transmission.

Pemeriksaan penunjang pada SOPK beserta tujuan pemeriksaannya akan dijelaskan melalui tabel 2.3 berikut ini.

Pemeriksaan

Nilai normal

Tujuan

β-hCG

<>

Menyingkirkan kehamilan

TSH

0,5-4,5 μU/mL (0,5-4,5 mU/L)

Menyingkirkan gangguan tiroid

Prolaktin

<>

Menyingkirkan hiperprolaktinemia

Testosteron (total)

<>

Menyingkirkan tumor yang menghasilkan androgen

Testosteron (bebas)

20-30 tahun: 0,06-2,57 pg/mL (0,20-8,90 pmol/L)

40-59 tahun: 0,4-2,03 pg/mL (1,40-7,00 pmol/L)

Menegakkan diagnosis atau monitoring terapi

DHEAS

600-3.400 ng/mL (1,6-9,2 μmol/L)

Menyingkirkan tumor yang menghasilkan androgen

Androstenedione

0,4-2,7 ng/mL (1,4-9,4 nmol/L)

Menegakkan diagnosis

17α-hydroxyprogesterone

Fase folikuler <>

Menyingkirkan NCAH

Insulin puasa

<>

Menyingkirkan hiperinsulinemia

Glukosa puasa

65-119 mg/dL (3,6-6,6 mmol/L)

Menyingkirkan diabetes tipe 2 atau intoleransi glukosa

Rasio glukosa puasa : insulin

≥ 4,5

Menyingkirkan resistensi insulin

Kolesterol (total)

150-200 mg/dL (1,5-2 g/L)

Monitor perubahan gaya hidup

Kolesterol HDL

35-85 mg/dL (0,9-2,2 mmol/L)

Monitor perubahan gaya hidup

Kolesterol LDL

80-130 mg/dL (2,1-3,4 mmol/L)

Monitor perubahan gaya hidup

Ultrasonografi pelvis

Monitor perubahan gaya hidup

Biopsi endometrium

Tidak ada tanda hiperplasia/keganasan

Menyingkirkan keganasan atau hiperplasia

Diagnosis SOPK ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab lain oligomenorea atau hiperandrogenisme. Pemeriksaan-pemeriksaan lain mungkin berguna untuk monitoring terapi

β-hCG = beta subunit human chorionic gonadotropin; TSH = thyroid-stimulating hormone; DHEAS = dehydroepiandrosterone sulfate; NCAH = nonclassic adrenal hyperplasia; HDL = high-density lipoprotein; LDL = low-density lipoprotein

Tabel 2.2 Pemeriksaan Laboratorium Pada SOPK

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding termasuk variasi yang luas dari sejumlah gangguan lain yang berakibat pada abnormalitas pelepasan gonadotropin, anovulasi kronik, dan ovarium yang sklerokistik. Ovarium yang sklerokistik merupakan ekspresi morfologi yang nonspesifik dari anovulasi kronik pada pasien-pasien premenopause, dan dapat disertai :

a. Lesi adrenal, misalnya sindroma Cushing, hiperplasia adrenal kongenital, dan tumor-tumor adrenal virilisasi.

b. Gangguan hipotalamus-pituitari primer

c. Lesi-lesi ovarium yang memproduksi jumlah yang berlebihan dari estrogen atau androgen, termasuk tumor-tumor sex-cord stromal, tumor-tumor sel steroid dan beberapa lesi nonneoplastik seperti hiperplasia sel Leydig dan hipertekosis troma.

Ovarium sklerokistik juga terjadi pada pasien-pasien dengan ooforitis autoimun, setelah penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, berhubungan dengan adhesi periovarium, setelah terapi androgen jangka panjang pada wanita agar menjadi pria transeksual dan ditemukan normal pada individu-indivudi prespubertas.(7)

Hiperprolaktinemia

Hiperprolaktinemia dapat dijumpai pada 25 % kasus dan galaktorea pada 13 % pasien dengan ovarium polikistik. Beberapa pasien dengan hiperprolaktinemia mempunyai adenoma pituitari, sehingga diperlukan pemeriksaan CT scan sella tursika, tapi pada kasus ini mungkin berhubungan dengan hiperplasia dari sel-sel penghasil prolaktin yang diinduksi oleh hiperestronemia pada pasien-pasien ini. keadaan hiperprolaktinemia ini, baik melalui efek langsung pada sel-sel pensekresi gonadotropin atau secara tidak langsung melalui mekanisme ini (misalnya penurunan tonus dopaminergik), dapat berakibat pada peningkatan rasio LH/FSH. Prolaktin juga meningkatkan sekresi DHEAS dari kelenjar adrenal. Pada beberapa pasien, tetapi dengan bromokriptin akan membalikkan keadaan hiperprolaktinemia, menurunkan kadar androgen, dan pada beberapa pasien akan mengembalikan siklus obulatorik.(7)

Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa penyebab dari gangguan ovulasi.

Kondisi

Nilai laboratorium serum

FSH

LH

Prolaktin

Testosteron

SOPK

Normal atau agak menurun

Meningkat

Normal atau agak meningkat

Normal atau meningkat

Aktivitas berat atau perubahan berat badan yang cepat

Normal

Normal

Normal

Normal

Kegagalan ovarium prematur

Meningkat signifikan

Meningkat

Normal

Normal

Adenoma hipofisis

Agak menurun

Agak menurun

Meningkat

Normal

Obat-obat progestasional

Agak menurun

Agak menurun

Normal

Normal

Hipertiroidisme atau hipotiroidisme

Menurun

Menurun

Normal

Normal

Gangguan makan

Menurun

Menurun

Normal

Normal

Hiperplasia adrenal kongenital

Normal

Normal

Normal

Normal atau agak meningkat

Tabel 2.3 Diagnosis banding gangguan anovulasi dan temuan laboratorium serum yang berhubungan

2.8 PENATALAKSANAAN

2.8.1 Perbaiki Gaya hidup

Menurunkan Berat Badan

Menurunkan berat badan merupakan rekomendasi awal pada pasien dengan obesitas karena dapat memperbaiki kesehatan, menurunkan kadar insulin, SHBG, dan androgen, dan dapat mengembalikan ovulasi baik digunakan sendiri atau dengan kombinasi obat induksi ovulasi. Kehilangan berat badan sebanyak 5-7% lebih dari 6 bulan dapat mengurangi bioavabilitas atau jumlah kadar testosteron bebas secara signifikan dan mengembalikan ovulasi dan fertilitas lebih dari 75% wanita.(1)

2.8.2 Terapi Medisinalis

Pengobatan tergantung tujua pasien. Beberapa pasien membutuhkan terapi kontrasepsi hormonal, dimana yang lainnya membutuhkan induksi ovulasi. Kebanyakan pasien dengan SOPK mencari pengobatan untuk hirsutisme dan infertilitasnya. Hirsutisme dapat diobati dengan obat antiandrogen yang menurunkan kadar androgen tubuh. Infertilitas pada SOPK sering berespon terhadap klomifen sitrat.(1),(4)

Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral kombinasi menurunkan produksi adrenal dan androgen, dan mengurangi pertumbuhan rambut dalam 2/3 pasien hirsutisme. Terapi dengan kontrasepsi oral memiliki beberapa manfaat, antara lain :

1. Komponen progestin mensupres LH, mengakibatkan penurunan produksi androgen ovarium

2. Estrogen meningkatkan produksi hepatik SHBG, menghasilkan penurunan testosteron bebas.

3. Mengurangi kadar androgen sirkulasi.

4. Estrogen mengurangi konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron pada kulit dengan menghambat 5α-reduktase. (1)

Pasien dengan SOPK terjadi anovulasi yang kronis dimana endometriumnya distimulasi hanya dengan estrogen. Hal ini menjadi endometrium hiperplasia dan dapat terjadi endometrium carcinoma pada pasien SOPK dengan anovulasi yang kronis. Banyak dari kasus seperti ini dapat dikembalikan dengan menggunakan progesteron dosis tinggi, seperti megestrol asetat 40-60 mg/hari untuk 3-4 bulan.(4)

Ketika kontrasepsi oral digunakan untuk mengobati hirsutisme, keseimbangan harus dipertahankan antara penurunan kadar testosteron bebas dan androgenisitas intrinsik dari progestin. Tiga progestin senyawa yang terdapat dalam kontrasepsi oral (norgestrel, norethindrone, dan norethindrone asetat) diyakini merupakan androgen dominan. Kontrasepsi oral yang berisi progestin baru (desogestrel, gestodene, norgestimate, dan drospirenone) memiliki aktivitas androgenik yang minimal. Terdapat bukti yang terbatas bahwa terdapat perbedaan dalam hasil uji klinis yang ditentukan oleh perbedaan-perbedaan ini secara in vitro dari potensi androgenik. (1)

Pengobatan hanya dengan kontrasepsi oral sendiri relatif tidak efektif (tingkat keberhasilan <>(1)

Medroksiprogesteron Asetat

Penggunaan medroksiprogesteron asetat secara oral atau intramuskuler telah berhasil digunakan untuk pengobatan hirsutisme. Secara langsung mempengaruhi axis hipofise-hypothalamus oleh menurunnya produksi GnRH dan pelepasan gonadotropin, sehingga mengurangi produksi testosteron dan estrogen oleh ovarium. Meskipun penurunan SHBG, kadar androgen total dan bebas berkurang secara signifikan. Dosis oral yang direkomendasikan adalah 20-40 mg per hari dalam dosis terbagi atau 150 mg diberikan intramuscular setiap 6 minggu sampai 3 bulan dalam bentuk depot. Pertumbuhan rambut berkurang sebanyak 95% pasien. Efek samping dari pengobatan termasuk amenorea, hilangnya kepadatan mineral tulang, depresi, retensi cairan, sakit kepala, disfungsi hepatik, dan penambahan berat badan. (1)

Agonis Gonadotropin releasing Hormone (Gn-RH)

Penggunaan GnRH agonis memungkinkan diferensiasi androgen adrenal yang dihasilkan oleh ovarium. Ini ditunjukkan untuk menekan kadar steroid ovarium pada pasien SOPK. Pengobatan dengan leuprolid asetat yang diberikan intramuskular setiap 28 hari mengurangi hirsutisme dan diameter rambut pada hirsutisme idiopatik atau pada hirsutisme sekunder pada SOPK. Tingkat androgen ovarium secara signifikan dan selektif ditekan. Penambahan kontrasepsi oral atau terapi penggantian estrogen untuk pengobatan agonis GnRH dapat mencegah keropos tulang dan efek samping lainnya dari menopause, seperti hot flushes dan atrofi genital. Supresi hirsutisme tidak menambah potensi dengan terapi penambahan estrogen untuk pengobatan agonis GnRH. (1)

Ketokonazol

Ketokonazol, agen antijamur yang disetujui oleh US Food and Drug Administration, menghambat kunci sitokrom steroidogenik. Diberikan pada dosis rendah (200 mg / hari), dapat secara signifikan mengurangi tingkat androstenedion, testosteron, dan testosteron bebas. (1)

Flutamide

Flutamid merupakan antiandrogen nonsteroid yang dilaporkan tidak mempunyai aktivitas progestasional, estrogenik, kortikoid, atau antigonadotropin. Pada banyak studi, kadar perifer T dan T bebas tidak berubah, meskipun beberapa dilaporkan modulasi produksi androgen. Flutamid mempunyai efikasi yang serupa dengan spironolakton dan cyproteron. Obat ini telah digunakan untuk mengobati kanker prostat pada laki-laki. Obat ini diguakan secara umum dalam dosis 125-250 mg dua kali sehari. Efek samping yang umum ialah kulit kering dan meningkatkan nafsu makan. Efek yang paling mengkhawatirkan ialah hepatitis yang diinduksi obat ini yang fatal muncul pada <>(3)

Cyproterone Acetate

Cyproterone asetat adalah progestin sintetis poten yang memiliki sifat antiandrogen kuat. Mekanisme utama cyproterone asetat ialah menginhibisi secara kompetitif testosteron dan DHT pada tingkat reseptor androgen. Agen ini juga menginduksi enzim hepatik dan dapat meningkatkan laju metabolisme plasma clearance androgen. Formulasi Eropa dengan cyproterone ethinyl estradiol plasma acetate mengurangi kadar testosteron dan androstenedion secara signifikan, menekan gonadotropin, dan meningkatkan tingkat SHBG. Cyproterone asetat juga menunjukkan aktivitas glukokortikoid ringan dan dapat mengurangi tingkat DHEAS. Diberikan dalam rejimen berurutan terbalik (cyproterone asetat 100 mg / hari pada hari ke-5 - 15, dan ethinyl estradiol 30-50 mg / hari pada siklus hari ke-5 - 26), jadwal siklus ini membuat perdarahan menstruasi yang teratur, membuat kontrasepsi yang sangat baik, dan efektif dalam pengobatan hirsutisme dan bahkan jerawat yang parah. (1)

Efek samping cyproterone asetat ialah kelelahan, meningkatnya berat badan, penurunan libido, perdarahan tak teratur, mual, dan sakit kepala. Gejala ini terjadi lebih jarang ketika ethinyl estradiol ditambahkan. (1)

Spironolactone

Spironolacton merupakan diuretik hemat kalium yang menginhibisi pertumbuhan rambut dengan menghambat aktivitas 5α-reduktase dan mengikat secara kompetitif terhadap reseptor intraseluler dari DHT. Dosis yang lebih besar mengganggu aktivitas sitokrom P-450, yang mengurangi jumlah total androgen sintesis dan sekresi. Efek samping spironolakton ialah menstruasi yang ireguler, mual dan lemah dengan dosis yang lebih tinggi. Disebabkan spironolakton merupakan diuretik hemat kalium, wanita dengan hiperkalemia harus diobservasi dengan hati-hati atau sebaiknya diberikan alternatif obat lainnya.(3)

Insulin Sensitizers

Karena hiperinsulinemia memainkan peran dalam SOPK terkait anovulasi, pengobatan dengan insulin sensitizers dapat menggeser keseimbangan endokrin terhadap ovulasi dan kehamilan, baik penggunaan sendiri atau dalam kombinasi dengan modalitas pengobatan lain. (1)

Metformin (glucophage) adalah biguanide antihyperglycemic oral merupakan obat yang digunakan secara ekstensif untuk diabetes non insulin dependent. Studi terdahulu mengevaluasi penggunaan metformin dalam kehamilan menyarankan tidak berefek teratogenik dan penurunan angka keguguran tetapi berpotensi meningkatkan risiko preeklamsia dan kematian perinatal. Metformin terutama menurunkan glukosa darah dengan menghambat produksi glukosa hepatik dan dengan meningkatkan ambilan glukosa perifer. Metformin meningkatkan sensitivitas insulin pada tingkat postreceptor dan merangsang insulin memeiasi pembuangan glukosa. Hiperandrogenisme dari SOPK secara substansial dikurangi dengan metformin, yang menyebabkan penurunan tingkat insulin dan meningkatkan fungsi reproduksi. Metformin (500 mg tiga kali sehari) meningkatkan tingkat ovulasi baik secara spontan dan ketika digunakan dalam kombinasi dengan clomiphene sitrat pada pasien gemuk dengan SOPK. Pada kelompok ini, 90% tingkat ovulasi telah dicapai. Pada metaanalisis Cochrane, monoterapi metformin meningkatkan laju ovulasi 3.9 kali lebih daripada plasebo, dan kombinasi metformin dan clomiphene citrate memperbaiki tingkat ovulasi dan kehamilan 4.4â kali dibandingkan dengan menggunakan clomiphene citrate saja.(1)

Clomiphene citrate

Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru aktivitas antagonis estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk induksi ovulasi. Fungsi hipofise-hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja klomifen sitrat yang tepat. Lebih khusus lagi, clomiphene sitrat diperkirakan dapat mengikat dan memblokir reseptor estrogen di hipotalamus untuk periode yang lama, sehingga mengurangi umpan balik estrogen normal hipotalamus-ovarium. Blokade ini meningkatkan jumlah GnRH di beberapa wanita yang anovulatoir. Peningkatan kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi hipofise gonadotropin, yang memperbaiki perkembangan folikel ovarium. Clomiphene citrate juga dapat mempengaruhi ovulasi melalui tindakan langsung pada hipofisis atau ovarium. Sayangnya, efek antiestrogen clomiphene sitrat pada tingkat endometrium atau serviks memiliki efek yang merugikan pada kesuburan pada sebagian kecil individu. (1)

Obat ini adalah suatu antagonis estrogen yang bekerja dengan mengadakan penghambatan bersaing dengan estrogen terhadap hipotalamus sehingga efek umpan balik estrogen ditiadakan. Dengan demikian hipotalamus akan melepaskan LH-FSH-RH yang selanjutnya akan rnenyebabkan hipofisis anterior meningkatkan sekresi FSH dan LH. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel serta ovulasi.

Penggunaan clomiphene sitrat untuk induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat baik. Bahkan, pada beberapa populasi, 80% hingga 85% wanita akan berovulasi dan 40% akan hamil. (1)

Terapi gonadotropin untuk Pasien Sindrom ovarium polikistik

Pasien SOPK yang anovulatoir yang gagal untuk ovulasi atau hamil setelah perawatan medis dengan obat sensitisasi antiestrogen atau insulin harus dipertimbangkan untuk induksi ovulasi dengan menggunakan terapi gonadotropin, baik sendiri atau dalam kombinasi dengan clomiphene sitrat atau letrozole. Perawatan ini melibatkan injeksi gonadotropin harian, pemantauan ketat kadar estradiol serum dan pemantauan perkembangan folikel dengan USG transvaginal. Inseminasi intrauterine sering direkomendasikan dalam hubungannya dengan induksi ovulasi untuk mengoptimalkan kemungkinan kehamilan. Penting untuk diingat bahwa pasien SOPK cenderung memiliki sejumlah besar folikel antral kecil di fase yang tidak distimulasi. Folikel ini berpotensi dapat dirangsang dengan terapi gonadotropin eksogen. Efek ini bisa menjadi masalah karena tujuan terapi gonadotropin pada pasien tersebut, tidak untuk menghasilkan banyak telur tetapi lebih untuk merangsang pelepasan hanya 1-2 oosit. Perawatan harus dipantau oleh dokter yang berpengalaman karena meningkatnya risiko dan kehamilan multipel secara signifikan ketika menggunakan gonadotropin pada pasien ini.(1)

2.8.3 Metode Operatif

Metode Hair Removal Fisik

Krim obat menghilangkan rambut menghilangkan rambut hanya sementara. Mereka merobohkan dan melarutkan rambut oleh ikatan disulfida hydrolyzing. Meskipun krim menghilangkan rambut memiliki efek dramatis, banyak wanita tidak bisa mentolerir iritasinya. Penggunaan topikal krim kortikosteroid dapat mencegah dermatitis kontak. Krim eflornithine hydrochlorida, juga dikenal sebagai difluoromethylornithine (DMFO), blok ornithine dekarboksilase (ODC) ireversibel, enzim dalam folikel rambut yang penting dalam mengatur pertumbuhan rambut. Ini juga telah terbukti efektif pada perawatan rambut wajah yang tidak diinginkan. (1)

Mencukur sangat efektif namun tidak mengubah kualitas, kuantitas, atau tekstur rambut. Namun, mencabut, jika dilakukan tidak merata dan berulang-ulang, dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan folikel rambut dan membuat mereka kurang baik untuk dilakukan elektrolisis. Waxing adalah metode mencabut bulu secara sekelompok yang dipetik keluar dari bawah permukaan kulit. Hasil dari waxing bertahan lebih lama (hingga 6 minggu) daripada mencukur atau obat menghilangkan rambut krim. (1)

Bleaching rambut menghilangkan pigmen melalui penggunaan hidrogen peroksida (biasanya kekuatan 6%), yang kadang-kadang dikombinasikan dengan amonia. Meskipun mencerahkan dan melembutkan rambut selama oksidasi, metode ini sering dikaitkan dengan perubahan warna rambut atau iritasi kulit dan tidak selalu efektif. (1)

Elektrolisis dan laser hair removal adalah satu-satunya cara permanen direkomendasikan untuk hair removal. Seorang teknisi terlatih menghancurkan folikel setiap rambut secara individual. Ketika sebuah jarum dimasukkan ke dalam folikel rambut, arus galvanik, elektrokauter, atau keduanya atau secara kombinasi (campuran) dapat menghancurkan folikel rambut. Setelah jarum dilepas, sebuah forseps digunakan untuk menghilangkan rambut. Pertumbuhan kembali rambut berkisar dari 15% hingga 50%. Masalah dengan elektrolisis ialah rasa sakit, bekas luka, dan pigmentasi. Biaya juga dapat menjadi halangan. Laser hair removal menghancurkan folikel rambut melalui photoablation. Metode-metode ini paling efektif setelah terapi medis lainnya gagal mengobati pertumbuhan rambut. (1)

Elektrokauter Laparoscopik

Laparoscopik ovarium elektrokauter digunakan sebagai alternatif untuk reseksi pada pasien dengan SOPK parah yang resisten terhadap clomiphene sitrat. Pada seri terbaru, pengeboran ovarium dicapai laparoskopi dengan menggunakan jarum elektrokauter. Pada setiap ovarium, dibuat 10-15 lubang. Hal ini menyebabkan ovulasi spontan di 73% dari pasien, dengan 72% hamil dalam waktu 2 tahun. Pada pasien yang telah mengalami follow-up setelah laparoskopi, 11 dari 15 tidak mengalami adhesi. Untuk mengurangi adhesi, tekhniknya ialah dengan kauterisasi hanya 4 poin ovarium saja yang menyebabkan angka kehamilan yang sama, dengan tingkat keguguran 14%. Kebanyakan hasil melaporkan penurunan kadar androgen dan LH dan peningkatan konsentrasi FSH. Diatermi unilateral telah terbukti menghasilkan aktivitas ovarium bilateral. Risiko pembentukan adhesi harus diberitahukan kepada pasien.(1)

BAB III

KESIMPULAN

Sindroma ovarium polikistik merupakan gangguan endokrin paling sering pada wanita usia reproduksi dan penyebab paling sering infertilitas anovulatorik.

Seiring dengan perkembangannya, semula sindroma ovarium polikistik ditandai dengan trias hirsutisme, amenorrhea dan obesitas, sekarang sindroma ini dikenali dengan gambaran klinis yang heterogen dan etiologi yang multifaktorial. Penatalaksanaan sindroma ini adalah dengan pemberian hormon insulin, antiandrogen, induksi ovulasi, reduksi insulin, perbaikan gaya hidup maupun dengan intervensi operatif.

SUDAH COCOK ??? (note= gambar dan bagan sulit di upload jadi gak muncul, tapi difilenya ada)

BUTUH DAFTAR PUSTAKANYA ??

Hubungi SMS SAJA 02291339839

(Jangan berpikiran macam2 dulu dok,he2.. Saya gak jualan kok. . . SMS aja dulu. . .)

Salam TS

Dr Mantap

2 komentar:

  1. Boleh minta daftar pustakanya,dok?

    BalasHapus
  2. dok, bagi daftar pustaka nya donk, lumayan lah buat membantu koas2 obgyn
    hehe

    BalasHapus