BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak kepercayaan mengenai menstruasi yang telah dicatat sepanjang sejarah. Pengetahuan dan sikap tentang aspek fisiologi wanita telah berubah secara perlahan-lahan. Dan dengan kemajuan ilmiah beberapa dekade terakhir telah mengungkapkan hubungan yang dinamis antara hormon hipofisis dan gonad dan sifat siklik dari proses reproduksi yang normal. Diagnosis dan pengelolaan fungsi menstruasi yang abnormal harus didasarkan pada pemahaman tentang mekanisme fisiologis dalam regulasi siklus menstruasi yang normal. (7)
Pada wanita yang subur dan merupakan pelaku seksual aktif yang tidak menggunakan kontrasepsi memiliki tingkat kehamilan sampai 90 % dalam 1 tahun. Bagi mereka yang tidak menginginkan kehamilan, saat ini pengaturan kesuburan dapat dilakukan, dan terdapat berbagai metode kontrasepsi yang efektif. Namun perlu diketahui bahwa tidak ada satupun kontrasepsi yang tanpa dengan efek samping atau yang dikategorikan tanpa bahaya. Namun dapat dipastikan bahwa dengan melakukan kontrasepsi dapat menimbulkan risiko kehamilan yang lebih kecil. Bagan 1.1 merupakan bagan penggunaan kontrasepsi di Amerika Serikat. (3)
Angka kelahiran di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diperoleh dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan dilansir dari KOMPAS pada tanggal 10 September 2008, menunjukkan bahwa, tahun 1971 nilai angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) mencapai 5,61, tahun 1980 sebesar 4,68, tahun 1987 sebesar 3,39, tahun 1990 sebesar 3,02, tahun 1994 sebesar 2,86, tahun 1997 sebesar 2,78, dan 2002 sebesar 2,6. (6) Dibandingkan dengan Amerika Serikat yang pada tahun 2003 sebesar 2,07 dan tahun 2010 sebesar 2.05. (5)
Pemahaman mengenai siklus menstruasi sangat erat kaitannya dengan penggunaan kontrasepsi hormonal disebabkan kontrasepsi hormonal mempengaruhi “keseimbangan” dari siklus haid yang normal. Dengan menggunakan kontrasepsi maka angka kelahiran dapat diturunkan.
Gambar 1.1 Penggunaan kontrasepsi di Amerika Serikat, bagi wanita berusia 15 – 44 tahun. DMPA = depot medroxyprogesterone acetate; FAB = fertility awareness-based method; IUD = intrauterine device. (Data dari Chandra dan rekan kerja, 2005). (3)
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari, mengetahui dan memahami tentang siklus menstruasi fisiologis yang dikaitkan dengan penggunaan kontrasepsi hormonal.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Haid dan Siklusnya
2.1.1 Definisi Siklus Haid
Haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium.(4)
Sistem reproduksi wanita menjalani serangkaian perubahan siklik teratur yang dikenal sebagai siklus haid. Yang paling mencolok dari perubahan-perubahan ini adalah perdarahan vagina berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. (1)
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan 1 hari. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Selang waktu antara ovulasi dan hingga awitan perdarahan menstruasi relative spontan dengan rata-rata 14 ± 2 hari pada kebanyakan wanita. Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Jadi, sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai. Dari pengamatan Hartman pada kera ternyata bahwa hanya 20% saja panjang siklus haid 28 hari. (1),(4)
Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama haid itu tetap.(4)
Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 16 cc. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada wanita dengan anemi defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah haid tidak membeku; ini mungkin disebabkan fibrinolisin. (4)
Kebanyakan wanita tidak merasakan gejala-gejala pada waktu haid, tetapi sebagian kecil merasa berat di panggul atau merasa nyeri (dismenorea). Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi lebar, yaitu antara 10 - 16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik menunjukkan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umum. (4)
2.1.2 Profil Hormonal Selama Siklus Haid
Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerja sama antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula suprarenalis, dan kelenjar-kelenjar endrokrin lainnya. Yang memegang peranan penting dalam proses tersebut adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarian axis), Menurut teori neurohumoral yang dianut sekarang, hipotalamus mengawasi sekresi hormon gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin Releasing Hormone (Gn RH) karena dapat merangsang pelepasan Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari hipofisis.(4)
Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan 1 saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal. Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi. Tempat utama umpan balik terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus. (4)
Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikuler dini, beberapa folikel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus luteum, sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir ketika FSH mulai menurun, menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu bertambah peka terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas meninggi. Estrogen pada mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncak-nya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu menetap kira-kira 24 jam dan menurun pada fase luteal. Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas. Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH itu menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada folikel. Mungkin pula menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang pendek dari LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi; folikel hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat dirangsang untuk berovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16 - 24 jam setelah lonjakan LH. Pada manusia biasanya hanya satu folikel yang matang. Mekanisme terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya tekanan dalam folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen pada dinding folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memegang peranan dalam peristiwa itu.(4)
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulosa membesar, membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam lapisan granulosa juga bertambah dan mencapai puncaknya pada 8-9 hari setelah ovulasi.(4)
Luteinized granulosa cells dalam korpus luteum itu membuat progesterone banyak, dan luteinized theca cells membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10-12 hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan berkurangnya kapilar-kapilar dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri (autonom). Namun, akhir-akhir ini diketahui untuk berfungsinya korpus luteum, diperlukan sedikit LH terus-menerus. Steroidegenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa LH. Mekanisme degenerasi korpus luteum jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui. Empat belas hari sesudah ovulasi, terjadi haid. Pada siklus haid normal umumnya terjadi variasi dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi dalam fase folikuler.(4)
Gambar 2.1 Perubahan-perubahan kadar hormon gonadotropin dan hormon steroid sepanjang siklus haid. (7)
Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari Human Chorionic Gonadotrophin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblast. Rangsangan ini dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pascaovulasi), waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus luteum hingga 9 - 10 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.(4)
Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus haid tergantung dari perubahan-perubahan kadar estrogen. Pada permulaan siklus haid meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar minimum LH yang terus menerus. Jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi yang normal. (4)
2.1.3 Siklus Ovarium
Ovarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk, dan posisinya sejak bayi dilahirkan hingga masa tua seorang wanita. Pada masa pubertas ovarium berukuran 2,5-5 cm panjang, 1,5-3 cm lebar, dan 0,6 -1,5 tebal. Pada salah satu pinggirnya terdapat hilus, tempat keluar-masuknya pembuluh-pembuluh darah dan serabut-serabut saraf. Ovarium dihubungkan oleh mesovarium dengan ligamentum latum, dan oleh ligamentum ovarii proprium dengan uterus. Permukaan ovarium ditutupi oleh satu lapis sel kubik yang disebut germinal epitelium. Di bawahnya terdapat tunika albugenia yang kebanyakan terdiri dari serabut-serabut jaringan ikat. (4)
Pada garis besarnya ovarium terbagi atas dua bagian, yaitu korteks dan medulla. Korteks terdiri atas stroma yang padat, di mana terdapat folikel-folikel dengan sel telurnya. Folikel dapat dijumpai dalam berbagai tingkat perkembangan, yaitu folikel primer, sekunder, dan folikel yang masak (Folikel de Graaf). Juga ada folikel yang telah mengalami degenerasi yang disebut atresia folikel. Dalam korteks juga dapat dijumpai korpus rubrum, korpus luteum, dan korpus albicans. (4)
Makin muda usia wanita makin banyak folikel dijumpai. Pada bayi baru lahir terdapat 400.000 folikel pada kedua ovarium, Rata-rata hanya 300-400 ovum yang dilepaskan selama masa reproduksi. Pada masa pascamenopause sangat jarang dijumpai folikel karena kebanyakan telah mengalami atresia. Dalam medulla ovarium terdapat pembuluh-pembuluh darah, serabut-serabut saraf, dan jaringan ikat elastis. (4)
Pada masa kanak-kanak ovarium boleh dikatakan masih beristirahat dan baru pada masa pubertas mulai menunaikan faalnya. Perubahan-perubahan yang terdapat pada ovarium pada siklus haid ialah sebagai berikut. Di bawah pengaruh FSH beberapa folikel mulai berkembang; akan tetapi, hanya satu yang tumbuh terus sampai menjadi matang. Pada folikel ini mula-mula sel-sel sekeliling ovum berlipat ganda dan kemudian di antara sel-sel itu timbul suatu rongga yang berisi cairan yang disebut likuor folikuli. Ovum sendiri terdesak ke pinggir, dan terdapat di tengah tumpukan sel yang menonjol ke dalam rongga folikel. Tumpukan sel dengan ovum di dalamnya itu disebut kumulus ooforus.
Antara ovum dan sel-sel sekitarnya terdapat zona pellusida. Sel-sel lainnya yang membatasi ruangan folikel disebut membrana granulosa. Dengan tumbuhnya folikel, jaringan ovarium sekitar folikel tersebut terdesak ke luar dan membentuk dua lapisan, yaitu teka interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan teka eksterna terdiri dari jaringan ikat yang padat. Dengan bertambah matang folikel hingga akhirnya matang benar, dan oleh karena pembentukan cairan folikel makin bertambah, maka folikel makin terdesak ke permukaan ovarium, malahan menonjol ke luar. Sel-sel pada permukaan ovarium menjadi tipis, dan pada suatu waktu oleh mekanisme yang belum jelas betul, folikel pecah dan keluarlah cairan dari folikel bersama-sama ovum yang dikelilingi sel-sel kumulus ooforus. (4)
Gambar 2.2 Ovarium dan folikel-folikel dalam berbagai tingkat perkembangan.(8)
Peristiwa ini disebut ovulasi. Sel-sel granulosa yang mengelilingi ovum yang telah bebas itu disebut korona radiata. (4)
Sel-sel dari membrana granulosa dan teka interna yang tinggal pada ovarium membentuk korpus rubrum yang berwarna merah oleh karena perdarahan waktu ovulasi, dan yang kemudian menjadi korpus luteum. Korpus luteum berwarna kuning karena mengandung zat kuning yang disebut lutein; ia mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen. Jika tidak terjadi pembuahan (konsepsi), setelah 8 hari korpus luteum mulai berdegenerasi dan setelah 14 hari mengalami atrofi menjadi korpus albikans (jaringan parut). Korpus luteum tadi disebut korpus luteum menstruasionis. Jika terjadi konsepsi, korpus luteum sinsisiotrofoblas dari korion. Ini dinamakan korpus luteum graviditatis dan berlangsung hingga 9-10 minggu. (4)
Pada manusia, ovulasi biasanya terjadi hanya dari satu ovarium, walaupun kadang-kadang lebih dari satu folikel dapat pecah pada satu waktu yang dapat menghasilkan kehamilan kembar dizigotik. Ovum yang dilepaskan berukuran kira-kira 150 u dan cepat mengalami degenerasi kecuali jika terjadi fertilisasi. (4)
Fertilisasi biasanya terjadi dalam tuba dekat dengan fimbrium-fimbrium. Perjalanan ovum di tuba memakan waktu selama 3 hari, dan implantasi blastokist pada uterus biasanya terjadi 6-7 hari setelah fertilisasi. (4)
2.1.4 Perubahan Siklik Pada Saluran Reproduksi Wanita
Sebagai konsekuensi dari laju sekresi estrogen dan progesteron yang berubah-ubah sepanjang siklus haid, maka saluran reproduksi wanita mengalai serangkaian perubahan siklik secara teratur. Perubahan-perubahan ini dapat dikenali dari pemeriksaan histologi endometrium, komposisi dan tampilan lendir serviks, dan ciri-ciri sitologik epitel vagina. Akhir dari setiap siklus ditandai oleh perdarahan uterus yang berlangsung 3-7 hari.(1)
Histologi Endometrium Sepanjang Siklus Haid
Endometrium terdiri dari dua lapisan atau zona berbeda baik dari tampilan histologis maupun kepekaan fungsional terhadap rangsang hormonal, yaitu: lapisan basal dan lapisan fungsional. Lapisan basal menempel langsung pada miometrium dan hanya mengalami sedikit perubahan selama siklus haid. Lapisan fungsional mulai dari lapisan basal dan akhirnya menyelubungi seluruh lumen rongga uterus . Lapisan fungsional selanjutnya dapat dibedakan lebih lanjut menjadi dua komponen: lapisan kompak yang tipis dan terletak di permukaan, dan lapisan spongiosa yang terletak lebih dalam yang terutama menyusun uterus sekretorik atau yang telah berkembang penuh. Suplai darah endometrium berasal merupakan suatu jaringan pembuluh arteria dan vena yang sangat khusus. Arteri-arteri spiralis merupakan cabang-cabang arteri uterine dalam miometrium, yang akan berjalan menembus lapisan basal endometrium dan meluas ke dalam zona fungsional. Bagian proksimal dari arteri spiralis, yaitu vasa rekta menghantarkan darah untuk jaringan-jaringan lapisan basal dan tidak dipengaruhi oleh perubahan sekresi estrogen dan progesteron. Tidak demikian halnya dengan arteri spiralis yang mengalami regenerasi dan degenerasi siklik sepanjang siklus menstruasi sebagai respon terhadap perubahan hormonal.(1)
Siklus endometrium dapat dibedakan menjadi tiga fase utama: fase proliferasi, sekresi, dan menstruasi. Siklus menstruasi mempunyai hipotesis berlangsung selama 28 hari, dan fase folikuler dan luteal kira-kira 14 hari lamanya. (1)
Fase Proliferasi
Bila perdarahan menstruasi berhenti.maka akan tersisa suatu lapisan tipis jaringan endometrium basal. Jaringan yang terdiri dari sisa-sisa kelenjar dan stroma kemudian akan bertumbuh cepat. Sel-sel epitel dari kelenjar akan berproliferasi dan menutup permukaan stroma dengan suatu lapisan epitel toraks sederhana. Pada awal fase proliferasi, kelenjar-kelenjar umurrmya masih lurus, pendek dan sempit. Epitel kelenjar memperlihatkan peningkatan aktivitas mitotik. Epitel dan komponen-komponen stroma terus bertumbuh cepat sepanjang fase proliferasi. Dan pada akhir fase proliferasi ini, permukaan endometrium menjadi agak bergelombang. Kelenjar-kelenjar menjadi berkelok-kelok dan dilapisi oleh sel-sel toraks yang tinggi dengan inti basal. Pseudostratifikasi nuklei terlihat jelas. Stroma pada saat ini menjadi agak padat dengan banyak unsur-unsur mitotik.(1)
Fase Sekresi
Selama fase sekresi terjadi perubahan-perubahan histologik yang berlangsung sangat cepat. Pada paruh pertama fase ini, tampilan epitel kelenjar paling berguna dalam menentukan "hari" endometrium, sementara menentukan "hari" secara akurat pada paruh kedua sangat bergantung pada sifat-sifat stroma. Pada hari ke-16 dari siklus (hari kedua pasca ovulasi), vakuola-vakuola kaya glikogen subnuklear menjadi nyata pada epitel kelenjar. Vakuola-vakuola akan mendesak nuklei sel-sel epitel ke posisi sentral di dalam sel. Menjelang hari ke-19 (hari kelima pasca ovulasi) hanya ada sedikit vakuola yang tertinggal dalam sel. Bahan-bahan sekresi asidofilik intraluminal kelenjar paling jelas terlihat pada hari ke-21. Edema stroma yang bervariasi pada fase proliferasi, juga menjadi nyata pada saat ini dan mencapai puncaknya pada hari ke-22. Menjelang hari ke-24, perubahan pseudodesidua atau pradesidua mulai terlihat pada stroma. Perubahan-perubahan ini mulanya paling jelas terlihat di sekitar arteria Spiralis dan akhirnya menyebar ke daerah-daerah stroma yang luas. Infiltrasi limfosit pada stroma meningkat nyata bersamaan dengan terjadinya perubahan-perubahan pseudodesidua, dan menjelang hari ke-26 sudah terlihat pula invasi PMN.
Jika implantasi blastokis berhasil, maka kadar hCG serum dan progesteron (seknder dari hCG) akan mulai meningkat 7-10 hari sesudah ovulasi (yaitu hari ke-21-24dari siklus menstruasi). Peningkatan kadar progesteron menimbulkan perubahan pada endometrium yang dikenal sebagai desidualisasi. Desidua kehamilan terutama terdiri dari sel-sel stroma eosinofilik yang sembab, yang memiliki tampilan mirip jalan setapak. Pada tahap awal kehamilan, sel-sel epitel kelenjar menjadi teregang dengan sitoplasma jenih dan dapat disertai nucleus yang membesar dan hiperkromatik, suatu gambaran yang dikenal sebagai fenomena Arias'Stella. Kelenjar-kelenjar selanjutnya akan mengalami atrofi bertahap dengan berlanjutnya kehamilan.(1)
Fase Menstruasi
Bila tidak terjadi kehamilan, maka akan diamati perubahan-perubahan endometrium sekunder dari penurunan produksi hormon oleh korpus luteum pada hari ke-24. Lapisan fungsional dari stroma akan mulai menciut, dan kelenjar-kelenjar endometrium menjadi lebih berkelok-kelok dan tampak bergerigi. Konstriksi intermiten dari arteria spiralis menyebabkan stasis kapiler-kapiler lapisan fungsional, iskemia jaringan, dan ekstravasasi darah ke dalam stroma dan pembentukan hematom-hematom kecil. Akhirnya terjadi deskuamasi dan pengelupasan seluruh lapisan endometrium fungsional. (1)
Di masa lalu biopsi endoraetrium telah banyak dipakai untuk menilai sekresi progesteron pada wanita dengan gangguan fungsi menstruasi dan infertilitas. Namun kini dengan semakin mudah dan dapat diandalkannya peneraan radioimun dalam mengukur kadar progesteron serum, maka kebutuhan akan biopsy endometrium menjadi terbatas; teknik ini kini terutama digunakan untuk menilai respon endometrium terhadap rangsang hormonal. Biopsi endometrium akan sangat informatif jika dilakukan beberapa hari sebelum menstruasi. Kendatipun biopsi yang dilakukan pada akhir fase luteal berpotensi mengganggu kehamilan bila telah terjadi konsepsi, namun risiko ini adalah minimal. (1)
Lendir Serviks
Lendir serviks adalah suatu sekresi kompleks yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar endoserviks. Lendir ini terdiri dari 92-98% air dan sekitar 1% garam anorganik di mana NaCl merupakan unsur utama. Lendir juga mengandung gula sederhana, polisakarida, protein, dan glikoprotein. pH biasanya basa dan berkisar antara 6,5 hingga 9,0. Klinisi dapat segera menilai beberapa sifat fisik dari lender. Karena sifai-sifat ini dipengaruhi oleh kadar estrogen dan progesteron serum, maka seringkali mungkin untuk memperkirakan status hormonal pasien hanya dengan melakukan pemeriksaan lendir serviks. Estrogen merangsang produksi lendir yang jernih dan encer seperti air dalam jumlah banyak (hingga 700 mg/hari) yang dapat dengan mudah ditembus sperma. Akan tetapi progesteron, walaupun pada kadar estrogen plasma yang tinggi sekalipun, akan mengirangi sekresi lendir. Lendir menjadi sedikit, kental, dan selular selama fase luteal siklus menstruasi dan pada kehamilan. Sekitar 20-60 rng lendir diproduksi setiap harinya yaitu pada sebagian besar hari dalam siklus menstruasi. (1)
Spinnbarkeit adalah sifat yang memungkinkan lendir serviks diregangkan atau diulur membentuk tali. Spinnbarkeit dapat diperkirakan dengan mengulur suatu sampel lendir serviks di antara dua gelas objek dan mengukur panjang maksimum dari tali yang terbentuk sebelum terputus. Pada pertengahan siklus, panjang spinnbarkeit biasanya melampaui 10 cm. Pola pakis atau arborisasi mengacu pada suatu pola mikroskopis yang khas yang dibentuk lendir serviks bila dikeringkan di atas gelas objek. Pola pakis ini terbentuk akibat kristalisasi garam-garam organik di sekitar materi-materi organik kecil dalam jumlah optimal dalam lendir serviks. Dengan meningkatnya kadar estradiol serum, komposisi lendir serviks berubah pula, sehingga lendir kering mulai memperlihatkan pola pakis pada pakis kedua dari fase folikular. Pola akis ini akan sangat menonjol pada interval praovulasi di mana kadar estradiol adalah maksimal dan sebelum terjadi sekresi progesteron yang ber makna, dan lendir menjadi encer seperti air, serta hanya mengandung sedikit sel. Dengan meningkatnya kadar progesteron setelah ovulasi, maka kualitas lendir juga berubah serta pola pakis menjadi hilang. Hilangnya pola pakis ini dapat mencerninkan suatu stimulasi kelenjar-kelenjar endoserviks yang tidak memadai oleh estrogen, ataupun hambatan sekresi akibat peningkatan sekresi progesteron. Pola pakis yang menetap sepanjang siklus menstruasi mengisyaratkan siklus anovulatorik ataupun sekresi progesteron yang tidak memadai. (1)
Epitel Vagina
Mukosa vagina merupakan lapisan epitel berlapis gepeng yang tidak memiliki kelenjar-kelenjar. Sel-sel pada lapisan luar menjadi pipih selama tahun-tahun reproduktif dan dapat mengandung granula-granula keratohialin, namun pertandukan sejati tidak terjadi. Sel-sel epitel vaginal seperti halnya jaringan lain dan saluran reproduksi wanita, berespons terhadap perubahan kadar steroid-steroid seks ovarium. Estrogen merangsang proliferasi dan pematangan sel-sel epitel, menyebabkan mukosa vagina menebal dan kandungan glikogen epitel menjadi meningkat. Glikogen ini kemudian difermentasikan menjadi asam laktat oleh flora bakteria normal vagina, dan bertanggungjawab atas pH cairan vagina yang agak asam. Perubahan-perubahan histologik dan sitologik epitel vagina wanita selama siklus menstruasi normal nyaris tidak nyata jika dibandingkan dengan perubahan-perubahan pada siklus estrus binatang pengerat. (1)
Ahli sitologi menggambarkan tiga tipe sel-sel epitel vagina yang lepas, superfisial, intermedia, dan basal, parabasal-yang sama sekali tidak mengacu pada lokasi sei-sel tersebut di lapisan epitel, tetapi pada derajat kematangan ataupun diferensiasi sel. Sel-sel yang terlepas yang didapat melalui pengerokan ringan pada bagian tengah dinding lateral vagina ini paling berguna dalam penilaian sitohormonal.(1)
Sek-sel superfisial adalah sel-sel epitel matang, yang dipilih, biasanya poligonal dengan inti hiperkromatik, piknotik. Sel-sel ini berkembang sebagai respon terhadap rangsang kadar estrogen yang tinggi dan tidak diimbangi. (1)
Sel-sel intermedia merupakan sel gepeng yang relatif matang dengan sitoplasma eosinofilik atau sianofilik dan suatu inti vesikular non-piknotik. Tampilan nukelus ini merupakan faktor yang penting alam membedakan sel-sel intermedia dari sel-sel superficial. Sel-sel intermedia akan dominan pada status endokrinologis di mana kadar progesteron tinggi, misalnya pada kehamilan atau pertengahan fase luteal dari siklus menstruasi. (1)
Gambar 2.3 Bentuk pola ketika lendir serviks dipulas pada kaca objek, dibiarkan kering, dan diperiksa dibawah mikroskop. Progesteron membuat lendir lebih tebal dan lebih banyak sel. Pada pasien yang gagal ber-ovulasi (bawah), tidak terdapat progesteron untuk menghambat bentuk pakis yang diindukasi estrogen.(11)
Sel-sel basal-parabasal adalah sel-sel imatur bulat atau oval, kecil dan tebal dengan inti vesicular yang besar dan sitoplasma sianofilik. Sel-sel parabasal biasanya menunjukkan defisiensi estrogen dan merupakan tipe sel yang dominan pada masa-masa pra-pubertas dan post-menopause. (1)
Beberapa petunjuk yang menjelaskan rasio atau persentase dari sel-sel superfisial, intermedia, dan basal-parabasal adalah: (I) indeks kariopiknotik (KPI), rasio sel-sel superfisial terhadap sel intermedia: (2) indeks eosinofilik (El), rasio antara sel-sel eosinofilik terhadap sel-sel sianofilik matang; dan (3) indeks maturasi (MI), persentase sel-sel parabasal, intermedia, dan superfisial dalam urutan seperti int. Karena hanya MI yang sebagai suatu faktor dapat mencakup ketiga tipe sel, maka indeks ini memberikan informasi lebih dibanding kedua indeks lain. (1)
Secara umum, hanya ada dua pola sel-sel epitel vagina yang bersifat diagnostik dan secara klinis berguna. Jika epitel vagina telah dirangsang dengan estrogen, MI dapat berkisar antara (0/40/60) pada tengah siklus di mana kadar estrogen paling tinggi, hingga (0/70/30) pada akhir fase luteal, di mana efek progesteron paling menonjol. Temuan sel-sel parabasal dengan sedikit sel intermedia namun tanpa sel superfisial menunjukkan bahwa epitel vagina hanya mendapat sedikit atau tidak mendapat stimulasi estrogen. MI pada keadaan ini mungkin (100/0/0) atau (80/20/0). Apus vagina dapat digunakan untuk penilaian kualitatif produksi estrogen pada wanita dengan amenore.(1)
2.2 Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal dapat dibagi menjadi metode kontrasepsi kombinasi dan metode berisi hanya progesteron. (2)
2.2.1 Kontrasepsi Hormon Kombinasi
Kontrasepsi hormon kombinasi dapat diberikan secara oral (pil KB kombinasi), transdermal (kontrasepsi patch), suntik sistemik (gabungan injeksi) dan melalui rute vagina (kombinasi cincin contraceptivevaginal). Bentuk lain berisi progestin saja atau kombinasi estrogen dan progestin. Kontrasepsi hormonal pria telah dievaluasi dalam uji coba manusia dan dapat menjadi pilihan di masa depan. (2),(3)
2.2.1.1 Pil
Kontrasepsi oral kombinasi adalah metode kontrasepsi hormonal yang paling sering digunakan. Seiring waktu, penggunaan dosis pil oral kombinasi estrogen dan progestin telah sangat berkurang untuk meminimalkan efek samping hormon tersebut, seperti adanya resiko kardiovaskuler bila diberikan pada dosis yang tinggi. Saat ini, dosis terendah merupakan dosis yang dapat mencegah kehamilan dan pendarahan flek. Meskipun isi estrogen harian bervariasi antara 20-50 µg dari estradiol ethinyl, sebagian besar mengandung 35 µg atau kurang. Komponen progestin dari pil oral kombinasi bervariasi dan mungkin termasuk ke dalam generasi pertama progestin (estranes) seperti norethindrone, asetat norethindrone, diacetate ethynodiol, dan norethynodrel, progestin generasi kedua, (gonanes), termasuk levonorgestrel dan norgestrel; atau generasi ketiga progestin seperti desogestrel, norgestimate, dan gestodene. (2),(3),(9)
Mekanisme Pil Oral Kombinasi
Pil oral kombinasi memiliki beberapa aksi, tetapi pengaruh yang paling penting adalah untuk mencegah ovulasi dengan menekan hypothalamic gonadotropin-releasing factors. Hal ini mencegah sekresi pituitari dari follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Progestin mencegah ovulasi dengan menekan LH dan juga membuat lendir cervix menebal, sehingga memperlambat perjalanan sperma. Selain itu, obat ini juga membuat endometrium kurang baik untuk implantasi. Estrogen mencegah ovulasi dengan menekan pelepasan FSH. Hal ini juga menstabilkan endometrium, yang mencegah pendarahan intermenstrual-juga dikenal sebagai pendarahan terobosan (breakthrough/flek). (3),(9)
Efeknya sangat efektif menekan ovulasi, inhibisi migrasi sperma melalui lendir serviks, dan menciptakan endometrium yang kurang baik untuk implantasi. Dengan demikian, obat ini hampir mutlak memberikan perlindungan terhadap konsepsi. (3)
Cara pemakaian pil kombinasi
Ada pil kombinasi yang dalam satu bungkus berisi 21 (atau 22) pil dan ada yang berisi 28 pil. Pil yang berjumlah 21-22 diminum mulai hari ke-5 haid tiap hari satu pil terus menerus, dan kemudian berhenti jika isi bungkus habis; sebaiknya pil diminum pada waktu tertentu atau sama setiap harinya, misalnya malam sebelum tidur. Beberapa hari setelah minum pil dihentikan, biasanya terjadi withdrawal bleeding dan pil dalam bungkus kedua dimulai hari ke-5 dari permulaan perdarahan. Apabila tidak terjadi withdrawal bleeding, maka pil dalam bungkus kedua mulai diminum 7 hari setelah pil dalam bungkus pertama habis. Pil dalam bungkus 28 pil diminum tiap malam terus-menerus. Pada hari pertama haid pil yang inaktif mulai diminum, dan dipilih pil menurut hari yang ditentukan dalam bungkus. Keuntungan minum pil berjumlah 28 biji ialah bahwa karena pil ini diminum tiap hari terus-menerus, tidak mudah dilupakan. Jika lupa meminumnya, pil tersebut hendaknya diminum keesokan paginya, sedang pil untuk hari tersebut diminum pada waktu yang biasa. Jika lupa minum pil dua hari berturut-turut, dapat diminum 2 pil keesokan harinya dan 2 pil lusanya. Selanjutnya, dalam hal demikian, dipergunakan cara kontrasepsi yang lain selama sisa hari dari siklus yang bersangkutan. Demikian pula hendaknya jika mulai minum pil, digunakan cara kontrasepsi lain selama sedikit-sedikitnya 2 minggu. Petunjuk umum untuk hal ini ialah: anggaplah bungkus pertama belum aman.(3),(4)
2.2.1.2 Transdermal
Ortho Evra patch (Ortho-McNeil Pharmaceutical, Raritan, NJ) memiliki lapisan dalam yang mengandung perekat dan matriks hormon, dan lapisan luar yang kedap air. Akibatnya, perempuan bisa mengenakan patch pada saat di bak mandi, kolam renang, dan sauna tanpa menurunkan kemanjurannya. Patch dapat ditempelkan pada pantat, lengan atas bagian luar, perut bagian bawah, atau tubuh bagian atas, tetapi hindari penggunaan pada payudara (Seperti tampak pada gambar 2.4 ). Karena hormon digabungkan dengan perekat, kerekatan kulit yang berkurang akan menurunkan penyerapan dan kemanjuran hormon. Oleh karena itu, jika daya lekat patch sudah jelek yaitu seperti diperlukannya penguatan dengan menggunakan selotip, maka patch harus diganti.(3)
Gambar 2.4 Patch kontrasepsi transdermal OrthoEvra
Penggunaan patch awal adalah sama caranya seperti pada pil oral kombinasi, dan patch yang berisi hormo ditempelkan selama 3 minggu, dengan mengganti patch 1 minggu 1 kali, diikuti oleh 1 minggu patch tanpa isi untuk memungkinkan terjadinya withdrawal penarikan. Meskipun patch sangat ideal dipakai tidak lebih dari 7 hari, kadar hormon tetap berada dalam rentang yang efektif sampai 9 hari, dan ini memberikan masa selang kosong selama 2 hari, ada juga yang mengatakan untuk 10 hari, untuk keterlambatan perubahan patch (Abrams dan rekan kerja, 2001).(2),(3)
Dalam penelitian nonrandomisasi besar terdapat empat dari enam kehamilan yang terjadi pada perempuan dengan berat badan lebih dari 90 kg, ini menunjukkan menurunnya angka keberhasilan pada perempuan yang memiliki berat badan besar. Setelah penggunaan selama beberapa siklus haid pertama, pola perdarahan dan efek samping yang terjadi ialah hampir sama dengan akseptor yang menggunakan pil oral kombinasi.(2)
Secara khusus, studi oleh Jick dan rekan kerja (2006a, b, 2007) tidak menunjukkan peningkatan angka kejadian kasus tromboemboli, stroke iskemik, atau infark miokard. Namun sebaliknya, Cole dan rekan (2007) melaporkan peningkatan kejadian kasus tromboemboli, stroke iskemik, atau infark miokard dua kali lipat lebih tinggi.(3)
2.2.1.3 Transvaginal
NuvaRing (Organon USA, Roseland, NJ) adalah sebuah kontrasepsi hormonal intravaginal berbentuk cincin yang fleksibel. Terdiri dari ethinyl vinil asetat, cincin berukuran 54 mm dan tebal 4 mm (Gambar 2.5). utamanya berisi ethinyl estradiol dan progestin, etonogestrel. Zat ini dilepaskan dengan jumlah sekitar 15 g dan 120 g per hari, masing-masing dan diserap pada epitel vagina. Meskipun hasil pelepasan ini dalam kadar hormon sistemik lebih rendah daripada dosis rendah pil kontrasepsi oral dan formulasi kontrasepsi patch, namun inhibisi ovulasi tetap terjadi secara lengkap (van den Heuvel dan rekan, 2005).(3),(10)
Cincin ini dipakai selama 3 minggu per bulan, meskipun reservoir cincin cukup mengandung kontrasepsi steroid untuk sekitar 14 hari lebih. Meskipun cincin tersebut dirancang untuk harus disimpan intravaginal bahkan selama berhubungan., namun cincin tersebut dapat mempertahankan kemanjurannya bahkan jika cincin tersebut dilepaskan sampai waktu 3 jam. Pengguna diminta untuk memasukkan cincin tinggi-tinggi ke vagina; pemasangan ini tidak memerlukan tenaga kesehatan. Tingkat kehamilan keseluruhan lebih dari 1 tahun penggunaan ialah 0,65 kehamilan per 100 wanita per tahun.(10)
Gambar 2.5 NuvaRing: kontrasepsi cincin vagina estrogen-progestin-releasing
Cincin ini mempunyai kelebihan dapat dengan mudah dimasukkan, diperiksa, dilepaskan, dan diganti oleh pengguna. Keuntungan lain dari cincin ini adalah sebagai berikut:(9)
ü Penggunaannya dapat dilepaskan saat koitus
ü Ini memberikan jumlah pelepasan obat yang konstan, sehingga tingkat plasma lebih stabil dari dosis minimum yang diperlukan untuk kontrasepsi
ü Efek samping metabolik dikurangi dengan menghindari first-pass effect di hati
ü Pada kasus kehamilan yang disengaja atau jika proteksi tidak lagi diperlukan, kadar dalam plasma dengan cepat jatuh ke nol.(9)
2.2.1.4 Suntik
Kontrasepsi suntik diberikan sekali per bulan mengandung Medroxyprogesterone asetat 25 mg dan 5 mg estradiol cypionate. Suntikan diberikan secara intramuskular setiap 28 hari. Pola pendarahan dan kemanjuran sebanding dengan penggunaan pil oral kombinasi. Pendarahan episodik dapat diantisipasi 18-22 hari setelah penyuntikan dan yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi estrogen sebanyak 50 pg / ml atau kurang. Sekitar 70% perempuan mengalami pendarahan satu episode per bulan, dengan hanya 4% yang mengalami amenorea lebih dari tiga siklus pengobatan. (2)
2.2.1.5 Efek Samping
Efek Samping Minor
Gabungan kontrasepsi hormonal mempengaruhi hampir setiap sistem dalam tubuh. Kontrasepsi steroid dimetabolisme oleh hati dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lipid, plasma protein, asam amino, vitamin dan faktor pembekuan.(2)
Banyak efek samping yang dilaporkan, khususnya sakit kepala, penambahan berat badan dan kehilangan libido, adalah umum di kalangan wanita tidak menggunakan kontrasepsi hormonal. Mereka mungkin berkaitan langsung dengan kontrasepsi steroid termasuk retensi cairan, mual dan muntah, chloasma, mastalgia dan pembesaran payudara. Semua kecuali chloasma (yang semakin buruk dengan bertambahnya waktu) meningkat dalam waktu 3 sampai 6 bulan. Dosis estrogen yang berbeda atau jenis progestogen atau cara pemberian yang berbeda dapat membantu jika waktu saja tidak dapat memecahkan masalah. Untuk wanita penggunan pil dengan keluhan mual yang persisten, menjadi indikasi pemberian patch. Efek samping (nyata atau dirasakan) sering mengakibatkan penghentian penggunaan; 73% wanita Inggris pada semua umur mengeluhkan terjadinya penambahan berat badan sebagai suatu kelemahan dari penggunaan pil.(2)
Efek Samping Serius
Penyakit Kardiovaskuler
Telah lama diketahui bahwa risiko terjadinya emboli deep-venous thrombosisandpulmonary meningkat pada wanita yang menggunakan pil oral kombinasi (Städel, 1981). Ini berhubungan dengan dosis estrogen, dan jumlahnya secara substansial telah diturunkan dengan formulasi yang mengandung dosis rendah estradiol ethinyl yaitu 20-35 µg (Westhoff, 1998). Bahkan dengan risiko yang meningkat, kejadian dengan menggunakan pil oral kombinasi hanya 3-4 per 10.000 perempuan per tahun (Mishell, 2000). Selain itu, risikonya lebih rendah dari taksiran kehamilan 5-6 per 10.000 wanita per tahun. Risiko terjadinya tromboemboli berkurang dengan cepat ketika pil oral kombinasi dihentikan.(3)
Mereka yang paling berisiko untuk terjadinya trombosis vena dan emboli ialah wanita dengan defisiensi protein C atau S (Comp, 1996). Faktor klinis lain yang meningkatkan risiko trombosis vena dan emboli dengan menggunakan pil oral kombinasi adalah hipertensi, obesitas, diabetes, merokok, dan gaya hidup kurang gerak (Pomp dan rekan kerja, 2007, 2008). Penggunaan kontrasepsi selama sebulan sebelum dilakukannya operasi besar meningkatkan dua kali lipat risiko tromboemboli pasca operasi (Robinson dan rekan kerja, 1991). The American College of Obstetricians and Gynecologists (2007c) merekomendasikan menyeimbangkan risiko tromboemboli dengan wanita dengan kehamilan yang tidak diinginkan selama 4 sampai 6 minggu diperlukan untuk membalikkan efek trombogenik dari pil oral kombinasi sebelum operasi. (3)
Menurut World Health Organization Collaborative Study (1998), peningkatan stroke iskemik dan hemoragik pada wanita perokok yang lebih muda dari 35 tahun adalah sekitar 10 dan 25 peristiwa per 1 juta wanita per tahun, masing-masing. Beberapa studi telah menyimpulkan bahwa penggunaan pil oral kombinasi pada wanita yang sehat sehat, wanita tidak merokok tidak berhubungan dengan peningkatan risiko stroke (World Health Organization Collaborative Study, 1996). Sebaliknya, wanita yang memiliki hipertensi, merokok, atau sakit kepala migrain dengan aura visual dan menggunakan kontrasepsi oral memiliki peningkatan risiko stroke (MacClellan dan rekan, 2007). Karena risiko stroke adalah mutlak rendah, tetapi American College of Obstetricians and Gynecologists (2006b) telah menyimpulkan bahwa pil oral kombinasi dapat dipertimbangkan untuk wanita dengan migren yang tidak memiliki tanda-tanda neurologis fokal jika mereka dinyatakan sehat, wanita muda bukan perokok dengan tekanan darah normal kurang dari 35 tahun. Pada meta-analisis baru-baru ini dari 17 penelitian observasional migrain dengan kualitas yang baik dihubungkan dengan resiko yang relatif dari stroke ialah 2,16 (CI 95%: 1,89-2,48) dan pengguna kontrasepsi oral mengalami peningkatan delapan kali lipat dalam risiko stroke bila dibandingkan dengan bukan pengguna. Banyak orang salah mengartikan sakit kepala mereka sebagai migrain dan oleh karena itu adalah penting untuk mencari tahu riwayat pasien sebelum menolak untuk menuliskan resep pil oral kombinasi bagi wanita dengan riwayat "migrain". (2),(3)
Penggunaan pil oral kombinasi meningkatkan resiko dari stroke iskemik yang berlipat ganda, namun terjadinya risiko stroke perdarahan tetap tidak berubah. Merokok dan hipertensi meningkatkan risiko stroke tiga sampai sepuluh kali. Namun, stroke juga jarang terjadi pada wanita usia reproduksi.(2)
Neoplasia Ganas
Pil oral kombinasi dapat mengurangi risiko beberapa kanker dan dapat juga meningkatkan risiko beberapa kanker lainnya pula. Sebagian besar data yang didapat berhubungan dengan penggunaan pil oral kombinasi dengan dosis tinggi estrogen dan progestin yang tinggi, namun penelitian menunjukkan bahwa sediaan dosis yang lebih rendah juga cenderung memiliki efek yang sama pada risiko kanker.(9)
Kanker Payudara
Analisis dari 54 studi menemukan terjadinya peningkatan risiko kanker payudara yang kecil (resiko relatif = 1,24). Risiko kelebihan tersebut terjadi pada wanita dengan penyakit lokal, dan terdapat penurunan nilai pada penyakit metastatik. (9)
Pengamatan bahwa durasi penggunaan pil oral kombinasi tidak meningkatkan risiko kanker payudara menyangkal berpendapat sebelumnya. Risiko kanker payudara menghilang setelah 10 tahun penghentian penggunaan pil. Dengan demikian, wanita yang menggunakan pil dari usia 15 sampai usia 35 tahun memiliki risiko kanker payudara yang sama pada usia 50 sebagai wanita sebanding dengan wanita yang tidak pernah menggunakan pil oral kombinasi. Karena insiden kanker payudara masih rendah pada usia saat menggunakan pil oral kombinasi adalah hal yang umum, sehingga efek yang kecil akan mempengaruhi jumlah wanita yang relatif kecil. Misalnya, di antara wanita yang berhenti menggunakan pil oral kombinasi pada usia 25 tahun, risiko kumulatif dari usia 25 sampai 34 tahun diperkirakan didiagnosis kanker yaitu 1 per 10.000 wanita. Pada wanita yang menghentikan penggunaan pil oral kombinasi pada usia 40, ketika tingkat insidensi lebih tinggi, diperkirakan akan terjadi 19 kasus kanker yang didiagnosis pada usia 40 sampai 49 tahun.(9)
Kanker Serviks
Data risiko kanker serviks pada pengguna pil juga sulit diinterpretasikan karena metode penghalang memberikan perlindungan dan setiap hubungan yang diidentifikasi dalam studi epidemiologi berhubungan juga dengan hasil penyesuaian perilaku seksual yang buruk. 10 studi kasus meta-analisis baru-baru ini, wanita infeksi yang persisten dari infeksi virus papiloma manusia (HPV) yang menggunakan kontrasepsi hormonal (terutama kombinasi) lebih dari 5 tahun memiliki risiko relatif kanker serviks yang meningkat dari 2.8. Penggunaan kontrasepsi hormonal selama lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko relatif sampai 4.0. Jadi, meskipun adanya kekhawatiran bahwa perilaku seksual yang buruk di kalangan wanita yang menggunakan metode kontrasepsi berbeda mungkin menjadi pengganggu, bukti yang terjadi dijumlahkan dan didapatkan adanya asosiasi yang berarti antara penggunaan pil oral kontrasepsi dengan kanker serviks.(2)
Bukti saat ini menunjukkan peningkatan risiko adenokarsinoma antara pengguna jangka panjang tetapi ini adalah tumor yang langka.(2)
Kanker Ovarium, Endometrium Dan Colon
Terdapat bukti yang substansial menggunakan pil oral kombinasi dapat melindungi terhadap kanker ovarium dan kanker endometrium. Terdapat juga pengurangan 50% risiko kanker ovarium epitelial setelah 5 tahun penggunaan pil oral kombinasi. Efek perlindungan berlangsung selama setidaknya 10 tahun setelah penggunaan pil dihentikan. Efeknya mungkin berhubungan dengan pengurangan jumlah ovulasi, dan oleh karena itu terdapat kasus ruptur kapsul ovarium. Penggunaan pil oral kombinasi juga mengurangi risiko kanker endometrium. Efeknya sangat berhubungan dengan lamanya penggunaan (pengurangan resiko 20% setelah 1 tahun, 50% setelah 4 tahun) dan tetap berlanjut selama 15 tahun setelah berhenti minum pil KB. Terdapat juga beberapa bukti yang menyatakan bahwa pil oral kombinasi mungkin juga memberi perlindungan terhadap kanker colon.(2)
Infeksi
Ada data yang bertentangan mengenai peran pil oral kombinasi dengan kandidiasis vulvovaginal yang episodik, walaupun laporannya menyatakan jumlahnya lebih rendah dari vaginosis bakteri (Geiger dan Foxman, 1996; Riggs dan rekan, 2007). Sebagian besar tetapi tidak semua studi menunjukkan peningkatan laju infeksi Chlamydia trachomatis pada pengguna pil oral kombinasi, tetapi tidak dengan Neisseria gonorrhoeae (Baeten dan rekan kerja, 2001; Stuart dan rekan, 2003). Ness dan rekan kerja (2001) menemukan bahwa pil oral kombinasi tidak menurunkan kejadian penyakit radang panggul (PID) tetapi memodifikasi keparahan klinis. Beberapa tetapi tidak semua studi menunjukkan bahwa pil oral kombinasi meningkatkan kerentanan terhadap infeksi virus human immunodeficiency (HIV) dan perjalanan penyakitnya (Baeten dan asosiasi, 2007a, b; Morrison dan rekan kerja, 2007).(3)
2.2.2 Hormon Progesteron Tunggal
Kontrasepsi progestogen tunggal menghindari efek samping dari estrogen. Ini tersedia dalam berbagai macam cara pemberian termasuk oral, injeksi, implan dan sistem intrauterine (IUD). Implan dan IUD dapat digunakan selama 3 dan 5 tahun, masing-masing. Kontrasepsi progestogen tunggal lebih jarang digunakan daripada kontrasepsi hormonal kombinasi dan terdapat data yang lebih sedikit, terutama pada risiko yang terjadi dihubungkan dengan penggunaan jangka panjang.(2)
2.2.2.1 Mini Pil
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa jumlah harian yang kecil dari pil berisi progestin saja, biasanya norethindrone atau levonorgestrel, memberikan perlindungan yang cukup baik terhadap kehamilan tanpa menekan ovulasi. Metode ini memiliki beberapa keunggulan: efek samping yang timbul dari komponen estrogen oral kontrasepsi konvensional dieliminasi karena tidak diberikan estrogen, dan tidak ada urutan khusus mengambil pil, karena minipil diambil setiap hari. Meskipun mekanisme kerja pil progestin saja belum diketahui secara pasti, namun telah disimpulkan bahwa kontrasepsi ini dapat membuat lendir serviks menjadi kurang permeabel terhadap sperma dan bahwa aktivitas endometrium keluar dari fase normalnya sehingga nidasi dapat digagalkan bahkan jika pembuahan sudah terjadi. Dalam uji klinis, kontrasepsi oral hanya berisi progestin menghasilkan angka kehamilan sekitar 2-7 kehamilan per 100 wanita pertahun. Tidak seperti kontrasepsi oral kombinasi, yang memungkinkan suatu keleluasaan pasien bila lupa dansebagainya meminum obat, obat minipill progestin harus diminum setiap hari. Bahkan penundaan 2-3 jam mengurangi efektivitas kontrasepsi untuk 48 jam ke depan. Mini pil mempunyai efek samping, terutama perdarahan tidak teratur. Kontrasepsi hanya progestin sangat ideal bagi perempuan bagi wanita dengan kontraindikasi menggunakan estrogen. Kandidat ideal termasuk wanita tua yang merokok; wanita dengan sickle cell anemia, keterbelakangan mental, migrain, hipertensi, atau sistemik lupus erythematosus (SLE); atau wanita yang sedang menyusui.(10)
2.2.2.2 Implant
Pada tahun 2006, FDA menyetujui penggunaan implan progestin batang tunggal dengan panjang 4 cm dan melepaskan etonogestrel pada tingkat dari 68 mcg per hari. Metode ini menyediakan 3 tahun keefektifan kontrasepsi. Implan enam-batang atau Sistem Norplant (Wyeth-Ayerst) berisi levonorgestrel dalam enam batang silastic yang tertanam subkutan. Meskipun efektifitas, keamanan, dan kepuasan pasien dengan kontrasepsi ini, penggunaannya berkurang secara dramatis di Amerika Serikat, sehingga dihapus dari pasar di tahun 2002. Pada sistem yang baru, batang tunggal dimasukkan ke dalam subkutan pada lengan atas bagian dalam wanita menggunakan anestesi lokal. Insisi yang sangat minimal dengan penyisipan dan batang tunggal yang dirancang untuk memfasilitasi penempatan dan pemindahan. Implan progestin mencegah kehamilan dengan menekan ovulasi. Meskipun terjadi penghambatan ovulasi, ada supresi yang tidak lengkap dari fungsi ovarium dan wanita tersebut tidak menjadi hipoestrogenik. mekanisme tambahan seperti penebalan lendir serviks dengan penghambatan penetrasi sperma dan atrofi endometrium. Metode ini sangat efektif, jangka panjang, dan tidak tergantung pada penggunanya. Tidak ada kehamilan terjadi pada 70.000 siklus pertama yang diteliti. (3),(9)
Gambar 2.6 Insert Implanon.(3)
Kebanyakan wanita dapat dengan aman menggunakan implan etonogestrel. Namun, perempuan dengan kanker payudara saat ini tidak boleh menggunakannya. Kondisi lain perempuan pada umumnya yang tidak boleh menggunakan implan etonogestrel sama dengan pengguna implan levonorgestrel. Sebagian besar pengguna implan mengalami perubahan dalam pola perdarahan vagina, termasuk pendarahan yang berkepanjangan atau tidak teratur. Seperti terjadinya perubahan pola pendarahan merupakan alasan yang paling umum untuk menghentikan implan, perempuan harus diberi konseling tentang perubahan pendarahan ini sebelum memulai menggunakan implan. Efek samping lain yang dilaporkan termasuk berat badan, sakit kepala, jerawat, dan perubahan suasana hati. (9)
2.2.2.3 Intrauterine Device (IUD)
IUD yang mengandung dua bahan kimia aktif saat ini telah disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat seperti perangkat progestin-releasing (Mirena, Bayer HealthCare Pharmaceuticals, Wayne, NJ). Alat ini melepaskan levonorgestrel ke dalam rahim dengan jumlah yang relatif konstan 20 µg / hari, yang dapat mengurangi efek sistemik. Alat ini memiliki kerangka radiopaque berbentuk T, dengan batang dibungkus reservoir silinder, terdiri dari campuran polydimethylsiloxane-levonorgestrel. Ada dua trailing string cokelat menempel batang.(3)
Mekanisme kerja IUD belum dapat didefinisikan dengan tepat dan masih menjadi subyek perdebatan sampai saat ini. Pernah dipercaya bahwa aksi IUD ialah menginterferensi terhadap keberhasilan implantasi ovum yang telah dibuahi, namun sekarang dianggap menjadi kurang penting dibandingkan pencegahan pembuahan (Stanford dan Mikolajczyk, 2002).(3)
Dalam rahim, IUD menginduksi adanya respon peradangan setempat endometrium, terutama oleh perangkat yang mengandung tembaga. Komponen peradangan selular dan komponen humoral ini terjadi pada jaringan endometrium dan cairan yang mengisi rongga rahim dan saluran tuba. Ini menyebabkan menurunnya sperma dan viabilitas telur (Ortiz dan Croxatto, 2007). Pembuahan sulit untuk terjadi, disebabkan inflamasi yang sama diarahkan terhadap blastokista, dan endometrium yang berubah menjadi lokasi yang buruk untuk terjadinya implantasi. Pada IUD tembaga, tembaga meningkatkan lendir pengguna IUD dan menurunkan motilitas dan viabilitas sperma (Jecht dan Bernstein, 1973).(3)
Dengan IUD yang mengandung levonergestrel, di samping terjadinya reaksi peradangan, pelepasan progestin yang lama pada pengguna menyebabkan atrofi kelenjar dan stroma desidualisasi. Selain itu, progestin membuat lendir serviks menjadi lebih kental yang dapat menghalangi motilitas sperma. IUD tipe ini juga mungkin tidak konsisten melepaskan progestin untuk menghambat ovulasi.(3)
2.2.2.4 Suntik
Penyuntikan norethisterone-enanthate (NETEn) kerja panjang dan depot medroxyprogesterone asetat (DMPA,Depo-Provera) keduanya sangat efektif. Depo-Provera diberikan melalui suntikan pada intramuskular, 150 mg setiap 12 minggu. NET-En diberikan setiap 8 minggu (paling tidak awalnya). Hal ini tidak diizinkan untuk penggunaan jangka panjang di Inggris dan harus dihangatkan sebelum digunakan dan dimasukkan ke dalam jarum suntik. Sebuah sediaan micro yang baru yaitu DMPA muncul pada tahun 2007. Disebabkan dosis yang digunakan adalah rendah (104 mg DMPA), dapat juga diberikan secara subkutan dan dapat disuntikkan oleh sendiri. (2)
2.2.2.5 Efek Samping
Efek Samping Minor
Gangguan Pendarahan
Efek samping yang paling umum dan menyebabkan penghentian pil oral kombinasi yaitu pola pendarahan yang tidak dapat diterima. Termasuk amenorea jika wanita belum diperingatkan. Dosis rendah progestogen tunggal (pil dan implan) berhubungan berhubungan dengan tingginya insidensi pendarahan vagina yang tidak teratur. Hal ini disebabkan progestogen berpengaruh terhadap fungsi ovarium. Pada siklus ovulasi yang normal ditandai dengan adanya haid. Ketidakkonsistenan ovulasi dan fluktuasi produksi estrogen endogen dari pertumbuhan folikel menjadikan perdarahan yang tidak teratur. Namun, ada juga bukti yang menunjukkan bahwa metode progestogen hanya secara langsung mempengaruhi vaskularisasi dari endometrium dalam meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan.Pola pendarahan yang berbeda didapatkan sesuai dengan dosis dari progestogen dan cara pemberian obat.(2)
Kista Folikuler Persisten
Efek dari pil kontrasepsi oral pada aktivitas ovarium juga menyebabkan insidensi kista ovarium fungsional, atau lebih akurat sebagai folikel persisten. Telah ditaksir bahwa satu dari lima wanita yang menggunakan pil oral progestogen tunggal akan mendapatkan "kista" yang ditunjukkan oleh USG. Biasanya asimtomatis, folikel yang persisten dapat menyebabkan nyeri abdomen atau dispareunia. Sebagian gejala ini akan hilang dengan kembalinya menstruasi sehingga pengobatannya hanya bersifat konservatif saja.(2)
Efek Samping Serius
Disebabkan metode kontrasepsi progestogen tunggal lebih jarang digunakan daripada pil kombinasi, data dalam penggunaan yang lama juga sedikit. Follow up jangka panjang (5 tahun) lebih dari 16.000 wanita yang menggunakan Norplant (implant) dilaporkan tidak menunjukkan masalah kesehatan seperti penyakit kardiovaskuler dan neoplasia. (2)
Penyakit Kardiovaskuler
Tidak terdapat bukti terjadinya peningkatan resiko stroke, miokard infark atau tromboemboli vena yang berhubungan dengan pil kontrasepsi oral. Hubungan antara tromboemboli vena dan progestogen yang digunakan untuk pengobatan kondisi ginekologi seperti perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoar yang sering diobati oleh pil kontrasepsi oral yang akhirnya menjadi kontraindikasi bila diberikan dengan faktor resiko tromboemboli vena. (2)
Penyakit Keganasan
Depo-Provera® memberikan proteksi yang tinggi terhadap karsinoma endometrium namun secara teoritis juga melindungi kanker ovarium namun belum ada data yang mendukung hal ini. Tidak terdapat data pada resiko kanker serviks meskipun seluruh kontrasepsi hormonal mempunyai peran dalam menjadikan kanker serviks. Penggunaan kontrasepsi progestogen tunggal selama 5 tahun dihubungkan dengan peningkatan resiko kanker payudara sebesar 1,17% secara signifikan.(2)
Kepadatan Tulang
Inhibisi ovulasi komplit oleh Depo-Provera® menyebabkan hipoestrogenisme dan amenorea. Hipoestrogenisme berhubungan dengan penurunan kepadatan tulang. Ini didapatkan dari studi penggunaan Depo-Provera® yang berhubungan dengan pengurangan kepadatan tulang dibandingkan dengan yang bukan pengguna. Ini dapat mempengaruhi anak perempuan yang belum mencapai puncak dari massa tulang. Hasil dari studi cross sectional terbatas dan tidak konsisten, meskipun begitu, 2 buah studi prospektif telah melaporkan adanya penurunan densitas tulang pada pengguna Depo-Provera® lebih dari 2 tahun berusia antara 12 sampai 21 tahun dibandingkan dengan kontrasepsi non hormonal.(2)
2.2.3 Kontrasepsi Darurat
Banyak wanita datang untuk perawatan kontrasepsi, namun juga terdapat wanita yang berhubungan tanpa menggunakan pelindung, atau dalam beberapa keadaan seperti pemerkosaan. Dalam situasi ini, terdapat beberapa metode secara substansial dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan bila digunakan dengan benar. Metode kontrasepsi darurat tersebut termasuk pil oral kombinasi, produk progestin tunggal, IUD yang mengandung tembaga, dan mifepristone. Namun yang menggunakan hormon adalah pil oral kombinasi dan pil berisi progestin tunggal.(3)
2.2.3.1 Kombinasi estrogen-progestin
Untuk alasan yang dibahas di atas, ini juga dikenal sebagai metode Yuzpe. Jumlah minimal dari 100 g ethinyl estradiol dan 0,5 mg levonorgestrel diberikan. Disetujui oleh FDA, produk yang mengandung estrogen dan progesteron dan menjadi alat kontrasepsi pencegahan sebagai kontrasepsi darurat. Rejimen pil oral kombinasi ini lebih efektif, jika lebih cepat diminum setelah hubungan seksual tanpa kondom. Dosis pertama diminum idealnya dalam 72 jam setelah berhubungan seksual, tetapi bisa diberikan hingga 120 jam. Dosis kedua diminum 12 jam kemudian setelah dosis pertama. Regimen kontrasepsi hormonal darurat sangat efektif dan dapat mengurangi risiko kehamilan sampai 94 persen (American College of Obstetrics and Gynecologists, 2005a).(3)
Mual dan muntah adalah masalah utama karena estrogen dosis tinggi. Untuk alasan ini, antiemetik oral dapat diminum 1 jam sebelum dosis masing-masing. Pengobatan oral awal dengan meclizine 50 mg atau dengan 10 mg metoklopramid efektif menurunkan mual (Ragan dan rekan, 2003; Raymond dan rekan, 2000). Jika seorang wanita muntah dalam waktu 2 jam setelah meminum obat, dosis harus diulang lagi.(3)
2.2.3.2 Sediaan Progestin Tunggal
Sediaan ini memiliki 2 sediaan tablet, masing-masing mengandung 0,75 mg levonorgestrel. Dosis pertama harus diminum dalam 72 jam setelah berhubungan tanpa pelindung namun dapat ditangguhkan sampai 120 jam kemudian. Dosis kedua dapat diminum 12 jam kemudian, walaupun Ngai dan rekan kerja (2005) menunjukkan bahwa interval 24 jam diantara dosis juga masih efektif. Mekanisme utama ialah menghambat ovulasi. Mekanisme lainnya ialah mempengaruhi endometrium, penetrasi sperma dan motilitas tuba.(3)
KESIMPULAN
Haid ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Haid merupakan proses fisiologis dari seorang wanita. Kontrasepsi hormonal dibagi menjadi kontrasepsi kombinasi dan progesteron tunggal, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kontrasepsi hormonal bekerja dengan mempengaruhi “keseimbangan” fisiologis hormonal wanita, sehingga siklus normal wanita tidak terjadi.
BUTUH DAFTAR PUSTAKANYA ??
Hubungi SMS SAJA 02291339839
(Jangan berpikiran macam2 dulu dok,he2.. Saya gak jualan kok. . . SMS aja dulu. . .)
Salam TS
Dr Mantap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar