BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
BANDUNG
PENDAHULUAN
Penyakit tidak menular (PTM) dan pengendalian faktor risikonya berhubungan erat dengan determinan kualitas hidup, yaitu tingkat pendidikan dan sosial ekonomi. Memasuki abad ke-21 pola penyakit di Indonesia menunjukkan perubahan pada transisi epidemiologi, yaitu dari pola penyakit dan kematian yang semula didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyebab kematian karena penyakit non infeksi (Non Communicable Disease). (Yusherman, 2008)
Jumlah orang yang berpergian secara internasional meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data statistik dari World Tourism Organization, turis pendatang internasional pada tahun 2006 melampaui 840 juta orang. Pada tahun 2006, mayoritas turis internasional (sekitar 410 juta orang) mempunyai tujuan untuk berwisata, rekreasi dan liburan (51%). Sedangkan untuk keperluan bisnis ialah 13% (131 juta orang) dan 27% (225 juta orang) berpergian dengan tujuan lain seperti mengunjungi keluarga, urusan ibadah, dan urusan kesehatan. Sisanya sebanyak 8% mempunyai tujuan yang tidak dapat diklasifikasikan. (WHO, 2008)
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi semua sektor kehidupan. Pada tahun 2002 diperkirakan sebanyak 1,18 juta orang meninggal karena kecelakaan. Angka kecelakaan ini merupakan 2,1% dari kematian global, dan merupakan indikator penting dalam status kesehatan. (Yusherman, 2008)
Pada tahun 1990, kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat 9 (WHA) penyebab utama faktor resiko, penyakit dan kematian dan meliputi 2,6% dari kehilangan kualitas hidup secara global. Selain itu pada tahun 2020 diperkirakan angka kecelakaan lalu lintas menduduki urutan ke-3 di atas masalah kesehatan lain seperti malaria, TB paru, dan HIV/AIDS berdasarkan proyeksi penyakit secara global. (Yusherman, 2008)
Pada tahun 2002, 90% dari kematian global karena kecelakaan lalu lintas terjadi di negara-negara dengan penghasilan rendah sampai sedang. Cedera karena kecelakaan lalu lintas secara tidak seimbang menimpa golongan miskin di negara-negara tersebut, dengan sebagian besar korban ialah pemakai jalan yang rentan seperti pejalan kaki, pengendara sepeda, anak-anak, dan penumpang. (Yusherman, 2008)
Masalah dan beban karena kecelakaan lalu lintas bervariasi menurut wilayah secara geografi. Lebih dari separuh kematian karena kecelakaan lalu lintas jalan terjadi di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat dan angka tertinggi kecelakaan terjadi di wilayah Afrika. (Yusherman, 2008)
Risiko kecelakaan lalu lintas bervariasi menurut tingkat ekonomi negara. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi tinggi, mayoritas korban kecelakaan lalu lintas adalah pengemudi dan penumpang, sedangkan di negara dengan tingkat ekonomi rendah sampai sedang, sebagaian besar kematian terjadi pada pejalan kaki, pengendara sepeda motor, dan pemakai kendaraan umum. Di Indonesia, sebagian besar (70%) korban kecelakaan lalu lintas adalah pengendara sepeda motor dengan golongan umur 15-55 tahun dan berpenghasilan rendah, dan cedera kepala merupakan urutan pertama dari semua jenis cedera yang dialami korban kecelakaan. Proporsi disabilitas (ketidakmampuan) dan angka kematian karena kecelakaan masih cukup tinggi yaitu sebesar 25% dan upaya untuk mengendalikannya dapat dilakukan melalui tatalaksana penanganan korban kecelakaan di tempat kejadian kecelakaan maupun setelah sampai di sarana pelayanan kesehatan. (Yusherman, 2008)
Dampak ekonomi karena kecelakaan lalu lintas meliputi biaya perawatan kesehatan yang lama, kehilangan pencari nafkah, kehilangan pendapatan karena kecacatan yang secara bersama menyebabkan keluarga korban menjadi miskin dan hal ini biasanya terjadi di negara-negara yang tingkat ekonominya rendah sampai sedang. Secara ekonomi kerugian karena kecelakaan lalu lintas tersebut sekitar 1-2,5% dari pendapatan domestik bruto. Sedangkan di Indonesia, kerugian ekonomi karena kecelakaan pada tahun 2002 diperkirakan sebesar 2,91%. (Yusherman, 2008)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Secara ilmiah, tidak ada perbedaan yang mendasar antara cedera dan penyakit, karena cedera merupakan konsekuensi dari aktivis manusia dalam lingkungan yang berisiko dan dapat diprediksi atau dapat diperkirakan risikonya, oleh karena itu tidak dapat dianggap sebagai kecelakaan. (Yusherman, 2008)
Definisi epidemiologi ialah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan dan kematian dalam populasi manusia. Epidemiologi juga meliputi pemberian ciri pada distribusi status kesehatan, penyakit atau kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu, tempat, orang dan sebagainya. (Thomas Timmreck C., 2005)
Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian kecelakaan lalu lintas darat yang tidak terduga dan tidak diinginkan. (Yusherman, 2008)
Kecelakaan dikelompokkan menjadi 3 bentuk kecelakaan yaitu : (Gempur Santoso, 1999)
1) Kecelakaan akibat kerja pada perusahaan
2) Kecelakaan lalu lintas
3) Kecelakaan dirumah
Pengelompokkan 3 bentuk kecelakaan ini merupakan pernyataan yang jelas, bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan bagian dari kecelakaan kerja, Sedangkan definisi yang pasti mengenai kecelakaan lalu lintas adalah suatu kejadian kecelakaan yang tidak terduga, tidak direncanakan dan diharapkan yang terjadi di jalan raya atau sebagai akibat dari kesalahan dari suatu akitivitas manusia di jalan raya, yang mana mengakibatkan luka, sakit, kerugian baik pada manusia, barang maupun lingkungan. (Gempur Santoso, 1999)
Sedangkan korban kecelakaan lalu lintas adalah manusia yang menjadi korban akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas, Berdasarkan tingkat keparahannya korban kecelakaan (casualitas) dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : (Gempur Santoso, 1999)
1) Korban meninggal dunia atau mati (fatality killed)
2) Korban luka-luka berat (serious injury)
3) Korban luka-luka ringan (slight injury)
Negara-negara didunia tidak seragam dalam mendefinisikan korban mati (fatality) khusunya mengenai jangka waktu setelah terjadinya kecelakaan, namun secara umum, jangka waktu ini berkisar antara 1 sampai 30 hari. (Gempur Santoso, 1999)
Cedera menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia, data yang dikumpulkan melalui pengumpulan data rutin dari Rumah Sakit maupun Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. (Departemen Kesehatan, 1992)
Pada epidemiologi terdapat sejumlah pertanyaan penting yang harus selalu diingat, yaitu sebagai berikut :
- What : Apakah sebenarnya yang terjadi (atau kejadian apa)?
- Where : Di mana kecelakaan terjadi atau berlangsung? Lokasinya dimana apakah jalan raya di perkotaan atau di pegunungan?
- When : Kapan kecelakaan lalu lintas tersebut terjadi? Apakah insidental, sepanjang tahun, atau pada waktu-waktu tertentu?
- Who : Siapakah yang terkena kecelakaan tersebut? Bagaimana dengan umur dan jenis kelaminnya? Apakah ia pejalan kaki, pengemudi atau penumpang kendaraan?
- How : Bagaimana cara mengurangi jumlah kecelakaan yang terjadi? Dan lain sebagainya.
2.2 Kecelakaan Lalu Lintas Di Indonesia
Data Kepolisian RI tahun 2009 menyebutkan, sepanjang tahun itu terjadi sedikitnya 57.726 kasus kecelakaan di jalan raya. Artinya, dalam setiap 9,1 menit sekali terjadi satu kasus kecelakaan.(Departemen Perhubungan, 2010)
Jika dihitung dari pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia tahun itu, kerugian ekonominya mencapai lebih dari Rp 81 triliun. Jumlah tersebut meliputi perhitungan potensi kehilangan pendapatan para korban kecelakaan, perbaikan fasilitas infrastruktur yang rusak akibat kecelakaan, rusaknya sarana transportasi yang terlibat kecelakaan, serta unsur lainnya. (Departemen Perhubungan, 2010)
Badan kesehatan dunia WHO mencatat, hingga saat ini lebih dari 1,2 juta nyawa hilang di jalan raya dalam setahun, dan sebanyak 50 juta orang lainnya menderita luka berat. Dari seluruh kasus kecelakaan yang ada, 90 persen di antaranya terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kerugian materiil yang ditimbulkan mencapai sekitar 3 persen dari PDB tiap-tiap negara. (Departemen Perhubungan, 2010)
Kondisi inilah yang memicu PBB untuk mengeluarkan resolusi dengan membentuk Global Road Safety Partnership (GRSP) di bawah pengawasan WHO pada tahun 2006, dengan tujuan utama menekan angka kecelakaan dan tingkat fatalitas yang ditimbulkan terhadap korban-korbannya. PBB meminta negara-negara anggotanya untuk membuat kebijakan-kebijakan strategis baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk meminimalisasi jumlah maupun akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan jalan raya. (Departemen Perhubungan, 2010)
Kemudian di Indonesia diterjemahkan dengan membentuk suatu kelompok partnership yang namanya juga Global Road Safety Partnership (GRSP) Indonesia atau dengan falsafahnya yang dikenal sebagai Gotong Royong Selamatkan Pengguna Jalan. (Departemen Perhubungan, 2010), (Departemen Komunikasi dan Informatika, 2008)
Sebagai gambaran, angka korban tewas akibat peristiwa kecelakaan lalu-lintas di Jawa Barat setahun terakhir ini mencapai 15.965 orang, luka berat sebanyak 43.458 orang, dan yang mengalami luka ringan tercatat sebanyak 24.355 orang.(Nanang Sutisna, 2010)
Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi kapan saja. Namun terdapat saat-saat dimana jumlah dapat meningkat seperti pada saat menjelang Idul fitri dimana terjadi arus mudik besar-besaran. Seperti yang disebutkan Posko Mudik Lebaran Departemen Perhubungan pada seluruh akses jalan tol di Pulau Jawa Tahun 2009, mencatat jumlah kecelakaan yang meningkat 54 persen dari rentang waktu yang sama pada tahun lalu.(Kompas, 2009)
Sekitar 70 persen kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di jalan raya di Indonesia disebabkan oleh para pengendara sepeda motor, kata pakar transportasi, Djoko Setyowarno.(Antara News, 2008)
2.3 Klasifikasi Kecelakaan Lalu Lintas
Klasifikasi kecelakaan pada dasarnya dibuat berdasarkan tingkat keparahan korban, dengan demikian kecelakaan lalu lintas dibagi dalam 4 macam kelas sebagai berikut:(Enung Nurwanti, 2001)
1) Klasifikasi berat (fatality accident), apabila terdapat korban yang mati (meskipun hanya satu orang) dengan atau korban luka-luka berat atau ringan.
2) Klasifikasi sedang, apabila tidak terdapat korban yang mati namun dijumpai sekurang-kurangnya satu orang yang mengalami luka-luka berat.
3) Klasifikasi ringan, apabila tidak terdapat korban mati dan luka-luka berat, dan hanya dijumpai korban yang luka-luka ringan saja.
4) Klasifikasi lain-lain (kecelakaan dengan kerugian materiil saja), yaitu apabila tidak ada manusia yang menjadi korban, hanya berupa kerugian materiil saja baik berupa kerusakan kendaraan, jalan, jembatan, ataupun fasilitas lainnya. (Enung Nurwanti, 2001)
2.4 Faktor Resiko Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas
Dari seluruh kecelakaan yang terjadi di jalan raya, faktor kelalaian manusia (human error) memiliki kontribusi paling tinggi. Yaitu mencapai antara 80-90 persen dibandingkan faktor ketidaklaikan sarana kendaraan yang berkisar antara 5-10 persen, maupun akibat kerusakan infrastruktur jalan (10-20 persen).(Departemen Perhubungan, 2010)
Tiga faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan yaitu manusia, kendaraan, dan lingkungan (lingkungan fisik dan ekonomi). Hubungan antara 3 faktor penyebab utama tersebut dijelaskan dalam matriks berikut ini (modifikasi dari Haddon’s Matrix). (Yusherman, 2008)
Tahap | Manusia | Kendaraan | Lingkungan | |
Fisik (Prasarana) | Sosial Ekonomi | |||
Pra Kecelakaan | Apakah manusia lebih rentan atau tidak terhadap faktor resiko | Apakah kendaraan layak jalan (tidak membahayakan) | Apakah lingkungan (prasarana) berbahaya | Apakah sosial ekonomi menambah resiko |
Saat Kecelakaan | Apakah manusia dapat menerima/mentoleransi benturan akibat kecelakaan | Apakah kendaraan bisa memberikan perlindungan terhadap kecelakaan | Apakah lingkungan berperan terjadinya cedera | Apakah sosial ekonomi berperan terjadinya cedera |
Pasca Kecelakaan | Bagaimana tingkat keparahan cedera akibat kecelakaan | Apakah kondisi kendaraan berperan terhadap tingkat keparahan cedera akibat kecelakaan | Apakah lingkungan menambah keparahan cedera akibat kecelakaan | Apakah sosial ekonomi mendukung terhadap pemulihan cedera akibat kecelakaan |
Tabel 2.1 Tabel tiga faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan (modifikasi Haddon’s Matrix) (Yusherman, 2008)
Penjelasan matriks di atas dijabarkan dalam butir-butir di bawah ini:
Tahap | Faktor-Faktor | |||
Manusia | Kendaraan dan Peralatan | Lingkungan (Prasarana) | ||
Pra kecelakaan | Pencegahan Kecelakaan | · Informasi | ·Kelayakan kendaraan | ·Disain jalan dan permukaan jalan |
·Perilaku ketidakmampuan | ·Tersedianya alat tanggap darurat | ·Rambu lalin dan marka jalan | ||
·Pembinaan oleh polisi | ·Cara dan kesesuaian angkut | ·Fasilitas bagi pejalan kaki | ||
Saat Kecelakaan | Pencegahan cedera saat KLL | Penggunaan alat pelindung diri | · Alat pelindung diri | Fasilitas perlengkapan jalan tersedia dan berfungsi |
| ·Alat kemudahan penyelamatan diri | | ||
| ·Resiko kebakaran tanggap darurat berfungsi | | ||
| ·Desain perlindungan KLL | | ||
Pasca Kecelakaan | Kelanjutan kehidupan | Kemampuan pertolongan awal | | Aksesibilitas ke lokasi kecelakaan |
Akses ke pelayanan kesehatan | | |
Tabel 2.2 Butir-butir penjelasan modifikasi Haddon’s matrix (Yusherman, 2008)
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan 4 elemen utama faktor resiko: (Yusherman, 2008)
1. Elemen yang mempengaruhi paparan faktor resiko
a. Faktor ekonomi berpengaruh dalam terjadinya kecelakaan lalu lintas, di mana terdapat penelitian yang menunjukkan semakin tinggi tingkat kesejahteraan atau kemakmuran suatu negara semakin tinggi tingkat mobilitas orang dan kendaraan yang berakibat probabilitas kecelakaan semakin tinggi pula.
b. Faktor kependudukan berpengaruh terhadap KLL, dimana di negara berkembang mayoritas penduduk usia muda (15 – 44 tahun) lebih berisiko mengalami kecelakaan disebabkan mobilitasnya yang tinggi sebagai pekerja.
c. Penyimpangan pemanfaatan tata guna lahan dapat menyebabkan kemacetan, perpanjangan waktu tempuh dan jenis kendaraan angkutan, seperti :
· Belum dilakukannya audit keselamatan jalan (rambu lalu lintas (lalin), marka jalan dan geometrik jalan)
· Penggunaan jalan seharusnya sesuai dengan fungsinya, sebagai contoh jalan tol yang cukup panjang jarak tempuhnya, hanya cocok untuk kendaraan roda 4 ke atas dengan kecepatan tertentu (60-80 km/jam)
· Kurangnya keterpaduan penataan fungsi dengan batasan kecepatan kendaraan. Pada jalan yang melalui daerah padat penduduk seharusnya diberikan batas kecepatan tertentu.
2. Elemen mempengaruhinya terjadinya KLL (Pra Kecelakaan)
a. Pelanggar batas kecepatan yaitu kecepatan kendaraan yang tidak sesuai dengan jenis jalan, misalnya kecepatan tinggi lebih berisiko terhadap KLL. Berdasarkan penelitian WHO rata-rata kenaikan kecepatan 1 km/jam berkorelasi terhadap 3% peningkatan resiko kejadian KLL yang menyebabkan cedera.
b. Pemakaian obat dan penyalahgunaan alkohol, yang dapat mengurangi kewaspadaan dalam mengemudi lebih berisiko tinggi terhadap KLL.
c. Kelelahan baik fisik dan psikis berpengaruh terhadap stamina sehingga mengurangi kewaspadaan dalam mengemudi.
d. Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah faktor waktu, faktor lingkungan dan faktor mengantuk.
e. Penyakit tertentu yang diidap pengemudi(epilepsi, penyakit jantung, DM dengan neuropati)
f. Pemakai jalan berusia muda cenderung emosional sehingga lebih berisiko tinggi mengalami KLL.
g. Kelompok masyarakat yang lebih berisiko KLL adalah dari daerah urban dan area perumahan.
h. Berlalu lintas di kegelapan lebih berisiko. Kecelakaan KLL adalah dari daerah urban dan area perumahan.
i. Berlalu lintas di kegelapan lebih berisiko. Kecelakaan di malam hari mengakibatkan cedera yang lebih parah 1,53 kali dibandingkan siang hari.
j. Faktor kendaraan dan perawatan berkala mempengaruhi KLL.
k. Disain jalan, permukaan jalan dan perawatan jalan yang kurang, dapat membahayakan penggunaan jalan.
l. Keterbatasan jarak pandang akibat faktor lingkungan, menyebabkan kesulitan untuk mendeteksi pemakai jalan lain.
m. Kurang tajamnya penglihatan pengemudi, berpengaruh pada keselamatan contohnya pada pengemudi dengan katarak, rabun jauh-dekat tanpa alat bantu dan penyakit kronis (jantung, epilepsi, diabetes).
3. Elemen mempengaruhi keparahan saat KLL
a. Kemampuan bertoleransi terhadap benturan akibat kecelakaan
b. Kecepatan kendaraan yang tidak sesuai, kecepatan berbanding lurus dengan tingkat keparahan KLL. Berdasarkan data WHO rata-rata kenaikan kecepatan 1 km/jam menyebabkan kenaikan risiko keparahan sebesar 4%-5%.
c. Tidak menggunakan sabuk keselamatan
d. Tidak menggunakan helm saat mengendarai kendaraan bermotor roda, atau penggunaan helm tidak benar berisiko 2,54 kali mengalami cedera yang parah.
e. Badan jalan tidak dilengkapi dengan pengaman jalan.
f. Kurangnya alat proteksi bagi penumpang saat kecelakaan lalu lintas dari himpitan kendaraan yang ditumpanginya.
g. Konsumsi alkohol dan obat lain yang mempunyai efek kantuk.
4. Elemen yang mempengaruhi tingkat keparahan pasca kecelakaan lalu lintas:
a. Keterlambatan deteksi akibat kecelakaan lalu lintas, contoh: korban kecelakaan tabrak lari di tempat yang sepi.
b. Kebakaran akibat kecelakaan lalu lintas
c. Kebocoran bahan-bahan berbahaya dan beracun
d. Konsumsi alkohol dan obat yang mempunyai efek ngantuk.
e. Kesulitan penyelamatan dan evekuasi korban KLL dari kendaraan
f. Penanganan pra rumah sakit yang kurang memadai, dari tempat kejadian sampai pelayanan kesehatan.
g. Penanganan di Unit Gawat Darurat (UGD) yang kurang memadai, keterampilan SDM pelayanan dan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan.
h. Kesulitan akses ke lokasi kecelakaan lalu lintas memperlambat kecepatan penanganan awal korban kecelakaan lalu lintas. (Yusherman, 2008)
Pada grafik 2.1 memperlihatkan bahwa jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas berdasarkan faktor penyebab yang terjadi di DKI Jakarta. Dan grafik 2.2 memperlihatkan perbandingan usia terjadinya kecelakaan lalu lintas di DKI Jakarta.
Grafik 2.1 Data kecelakaan lalu lintas selama 5 tahun berdasarkan faktor penyebab kecelakaan jajaran DIT Lantas Polda Metro Jaya. (Polda Metro Jaya, 2008)
2.5 Upaya Pengendalian Faktor Risiko Kecelakaan Lalu Lintas
Upaya-upaya pengendalian faktor resiko kecelakaan lalu lintas : (Yusherman, 2008)
1. Faktor manusia
Peningatan perilaku positif dalam pemakaian jalan melalui edukasi, sosialisasi dan kampanye :
· Kampanye melalui media massa (elektronik dan cetak)
· Memberikan sanksi bagi pengemudi yang di dalam darahnya mengandung kadar alkohol di atas ambang batas.
· Rehabilitasi untuk pengendara yang terbukti melanggar batas kadar alkohol dalam darah
· Larangan mengemudikan kendaraan saat dalam pengaruh obat tertentu
· Pengaturan jam kerja dan lama mengemudikan kendaraan terutama untuk pengemudi alat transportasi massal.
· Pemasangan kamera pada lampu lalu lintas untuk memantau perilaku pemakai jalan.
· Melengkapi dan mengharuskan penggunaan sabuk keselamatan dan kursi khusus untuk bayi dan anak-anak.
· Penggunaan alat pelindung diri sesuai dengan jenis kendaraan.
Grafik 2.2 Data kecelakaan lalu lintas selama 5 tahun berdasarkan usia korban jajaran DIT Lantas Polda Metro Jaya. (Polda Metro Jaya, 2008)
2. Faktor kendaraan dan lingkungan fisik
Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Akan tetapi, dalam proses interaksi manusia dengan lingkungan ini tidak selalu mendapatkan keuntungan, kadang-kadang manusia mengalami kerugian. Jadi di dalam lengkungan terdapat faktor-faktor yang dapat menguntungkan manusia (eugenik), ada pula yang merugikan manusia (disgenik). Usaha-usaha di bidang kesehatan lingkungan ditunjukkan untuk meningkatkan daya guna faktor eugenik dan mengurangi peran atau mengendalikan faktor disgenik. Secara naluriah manusia memang tidak dapat menerima kehadiran faktor disgenik di dalam lingkugan hidupnya, oleh karenanya ia selalu berusaha untuk memperbaiki keadaan sekitarnya sesuai dengan kemampuannya. (Juli Soemirat Slamet, 2006)
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan faktor resiko kendaraan dan lingkungan, antara lain : (Yusherman, 2008)
a. Desain sistem lalu lintas untuk keamanan dan pemakaian yang berkelanjutan :
· Kerjasama lintas sektor dalam penyusunan rencana strategis sistem lalu lintas dengan mempertimbang 3 elemen utama yaitu kendaraan, pemakai jalan dan infrastruktur jalan.
· Upaya rekayasa kendaraan dan jalan harus mempertimbangkan kebutuhan keamanan dan keterbatasan kondisi fisik pemakai jalan.
· Teknologi kendaraan dengan perlengkapan jalan hsrus selaras.
· Upaya dari aspek teknologi kendaraan harus didukung dengan perilaku pemakai jalan yang sesuai seperti pemakaian sabuk keselamatan.
b. Mengelola pajanan risiko melalui kebijakan pemakaian lahan dan transportasi :
· Mengurangi volume kendaraan bermotor dengan cara pemisahan fungsi:
(i) Tata guna lahan yang efisien (kedekatan permukiman dengan tempat kerja, kepadatan penduduk perkotaan dan pola pertumbuhan, luas permukiman, penyediaan alat transportasi massal)
(ii) Kajian dampak keselamatan untuk mendukung perencanaan pengelolaan jalan
(iii) Menyediakan jalur jalan yang lebih pendek dan lebih aman
(iv) Menyediakan trotoar dan penyebrangan jalan yang aman dan nyaman untuk pejalan kaki.
· Mengurangi frekuensi perjalanan, dengan cara penyediaan teknologi komunikasi, pengelolaan transportasi khusus yang lebih baik (bus sekolah, bus kantor, dan sejenisnya), pengelolaan transpor untuk pariwisata yang lebih baik, pengaturan transport kendaraan berat, pengaturan perparkiran dan pemanfaatan jalan.
· Menyediakan akses yang efisien dalam hal jarak tempuh, kecepatan dan keamanan.
i. Meningkatkan pemahaman aspek keamanan dalam perencanaan jaringan jalan dengan cara pengelompokan berdasarkan fungsi jalan dan batas kecepatan kendaraan bermotor.
ii. Mendesain jalan yang dilengkapi dengan rambu dan marka jalan yang mudah dipahami pemakai jalan seperti rambu untuk memisahkan antara kendaraan roda dua dengan kendaraan lainnya, jalur satu arah, tanda tidak boleh mendahului kendaraan di depannya, batas kecepatan, mengurangi bahaya dari sisi jalan secara sistemis dan pemakai lampu tanda bahaya pada jalan-jalan tertentu.
· Mendorong masyarakat untuk memilih alat transportasi yang mempunyai risiko rendah.
Memperbaiki alat transportasi massal meliputi alternatif jalur yang dilayani, sistem tiket, memperbanyak persinggahan, kenyamanan dan keamanan kendaraan dan ruang tunggu.
Koordinasi yang lebih baik antar pengelola transportasi.
Memperbolehkan sepeda dibawa serta saat naik transportasi massal.
Penyediaan sarana parkir dan penitipan kendaraan bermotor dekat terminal kendaraan umum.
Peningkatan kualitas layanan taksi.
Memberlakukan pajak kendaraan dan bahan bakar yang tinggi untuk mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.
c. Memberlakukan peraturan terhadap pengendara, kendaraan dan infrastruktur jalan.
· Membatasi akses antar jenis pemakai jalan dengan cara membedakan zona pejalan kaki atau pengendara sepseda dengan pemakai kendaraan bermotor.
· Memberikan prioritas pada alat transportasi massal.
· Membatasi kecepatan dan spesifikasi kendaraan roda dua.
· Meninggikan batasan usia untuk memperoleh SIM kendaraan roda dua.
· Memperketat persyaratan kelulusan untuk memperoleh SIM.
· Menyediakan sarana penghalang untuk mencegah kendaraan di belakang mendahului. (Yusherman, 2008)
3. Faktor Sosial
Peningkatan kesadaran masyarakat dalam pemakaian jalan melalui edukasi, advokasi, sosialisasi, dan kampanye meliputi : (Yusherman, 2008)
· Pendidikan berlalu lintas dengan baik sejak usia dini.
· Pemahaman batasan usia pemakaian kendaraan bermotor.
· Perlindungan pemakai jalan yang termasuk dalam kelompok rentan.
· Pemahaman terhadap pembatasan pemakaian jalan tertentu seperti pelarangan pejalan kaki, pengendara sepeda dan kendaran roda dua di jalan bebas hambatan.
· Pentingnya pembatasan kecepatan kendaraan bermotor sesuai jenis jalan.
· Perilaku aman bagi pejalan kaki.
· Tidak minum minuman beralkohol dan obat yang menyebabkan ngantuk pada saat mengendarai kendaraan. (Yusherman, 2008)
4. Pelayanan Kesehatan
a. Penanganan pra rumah sakit yang kurang memadai
· Memberikan pelatihan untuk kelompok masyarakat yang dapat menjadi “penolong yang pertama” (first responder) seperti: Pengemudi alat transportasi massal, polisi, kader kesehatan, tokoh masyarakat. Materi pelatihan mengenai “pertolongan medik dasar (Basic Life Support)”, antara lain meliputi : (Yusherman, 2008)
i. Bagaimana melakukan pelaporan (kontak telepon) untuk mencari bantuan
ii. Cara memadamkan kebakaran secara sederhana dan cepat
iii. Cara mengamankan lokasi kecelakaan (mencegah bahaya ikutan, menurunkan risiko bahaya untuk penolong, mengendalikan massa)
iv. Cara memberikan pertolongan pertama (resusitasi, menghentikan perdarahan, memasang bidai dan pembalut, transportasi korban)
· Menyiapkan nomor telepon yang dapat dihubungi untuk menginformasikan kejadian kecelakaan (Ambulans 118, polisi, pemadam kebakaran)
· Membuat kode atau standar pelaporan masyarakat terhadap kejadian kecelakaan yang sederhana dan mudah diingat.
· Membuat standar ambulans untuk pertolongan dan evakuasi korban kecelakaan lalu lintas.
· Memberikan pelatihan kepada petugas Puskesmas.
b. Penanganan di UGD/sarana pelayanan kesehatan yang kurang memadai
c. Pengaturan kompetensi petugas rumah sakit, meliputi pelatihan penanganan trauma (ATLS, ACLS)
d. Pemenuhan kebutuhan peralatan medis
Memperbaiki sistim perencanaan dan manajemen organisasi dengan menetapkan:
i. Jenis layanan kesehatan yang dapat diberikan
ii. Kebutuhan tenaga dan sarana untuk menjamin kualitas layanan kesehatan yang diberikan dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan geografi)
iii. Mengembangkan mekanisme administratif untuk meningkatkan/memberdayakan organisasi. (Yusherman, 2008)
2.6 Pelaksanaan Kegiatan Mengurangi Faktor Resiko
Langkah-langkah kegiatan untuk mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas adalah : (Yusherman, 2008)
A. Faktor Manusia
Teori perubahan perilaku menyatakan bahwa perubahan dapat terjadi apabila terjadi motivasi untuk berubah. Salah satu cara untuk menimbulkan motivasi pada seseorang ialah dengan melibatkannya ke dalam suatu aktivitas. Aktivitas demikian disebut sebagai keadaan anteseden. Keadaan ini dapat memberi stimulasi, sehingga terjadi partisipasi. Partisipasi selanjutnya menimbulkan interaksi antar anggota masyarakat sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan pada dirinya sehingga timbul kesadaran tentang keadaan dirinya tersebut, atau terjadi realisasi. Kesadaran atau realisasi inilah yang kemudian menimbulkan keinginan ataupun dorongan untuk berubah, yakni merubah keadaannya yang jelek menjadi baik; keadaan inilah yang menunjukkan motif pada diri seseorang telah terbentuk. Atas dasar perubahan inilah akan terjadi perubahan perilaku. Dengan demikian usaha kesehatan lingkungan pun perlu didukung oleh usaha pendidikan kesehatan. (Bank Dunia, 1989; Juli Soemirat Slamet, 2006; WHO, 1985)
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi faktor resiko kecelakaan lalu lintas dari faktor manusia, yaitu :
1. Melakukan advokasi baik perorangan maupun kelompok.
2. Melakukan pelatihan baik terhadap lintas sektoral program dan lintas sektor maupun terhadap masyarakat
3. Studi banding.
4. Melakukan kegiatan reward dan punishment, dengan cara melakukan identifikasi lokasi rawan kecelakaan dan waktu pelaksanaan, kemudian melaksanakan operasi patuh lalu lintas. Pemberian sanksi bagi pengendara yang melanggar peraturan lalu lintas, sebaliknya memberikan pengahargaan bagi pengendara yang mematuhi peraturan lalu lintas, secara acak.
5. Kegiatan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
6. Kegiatan pemeriksaan kesehatan. (Yusherman, 2008)
B. Faktor Kendaraan
1. Kegiatan pemeriksaan rutin kondisi kendaraan sebelum pemakaian, seperti melakukan pemeriksaan ban, rem, lampu, bahan bakar, mesin dan radiator.
2. pemakaian kendaraan sesuai dengan peruntukannya, seperti melakukan pembatasan kapasitas angkut dan melakukan kesesuaian angkutan.
3. Kesesuaian antara kendaraan dan pengemudi, seperti melakukan pemeriksaan kesehatan, melakukan peningkatan sistem pemberian Surat Izin Mengemudi (SIM), dan melakukan/menerapkan sertifikasi pengemudi angkutan umum.
4. Pemeliharaan kendaraan secara rutin, seperti melakukan pemeliharaan secara berkala.
5. Uji kelayakan dan keamanan kendaraan, dengan cara melakukan pemeriksaan kelengkapan fasilitas keselamatan dan kelayakan secara berkala. (Yusherman, 2008)
C. Faktor risiko lingkungan
1. Mendesain jalan dan jembatan sesuai dengan peruntukannya.
2. Pemeriksaan dan pemeliharaan jalan dan jembatan yang aman untuk berkendara.
3. Pemasangan dan pengaturan penempatan rambu-rambu lalu lintas dan marka jala sesuai dengan standar keselamatan.
4. Menginformasikan kondisi cuaca dan ajalanan yang tiba-tiba berubah secara ekstrim oleh petugas pemakai jalan, dengan cara menginventariassi karakteristik alam (cuaca, daerah patahan, suhu, dan lain-lain), melakukan penyesuaian disain dengan meninggikan faktor keamanan, dan melakukan pemantauan secara berkala. (Yusherman, 2008)
2.7 Monitoring Dan Evaluasi
A. Monitoring Dan Evaluasi (MONEV)
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan secara terintegrasi lintas program dan lintas sektor terkait sesuai dengan kebutuhan. Sasaran dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi adalah petugas lintas program dan lintas sektor terkait di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. (Yusherman, 2008)
Kegiatan monitoring dan evaluasi pengendalian faktor risiko gangguan akibat kecelakaan dan cedera adalah mencakup jenis kegiatan, indikator yang akan di-monev, cara dan tenaga serta frekuensi monev. (Yusherman, 2008)
B. Jenis Kegiatan Yang Perlu Dimonitor
Jenis kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka monitoring dan evaluasi pengendalian faktor risiko gangguan akibat kecelakaan dan cedera yaitu sebelum, saat dan sesudah kejadian kecelakaan meliputi upaya-upaya kesehatan yang dilakukan agar masyarakat terhindar dari kecelakaan lalu lintas meliputi apa yang telah dilakukan oleh petugas lintas program dan lintas sektor terkait (Dephub, Kepolisian, Asuransi, Pemda) pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas. Dan kegiatan pasca kecelakaan lalu lintas meliputi tindakan-tindakan apa yang telah dilakukan oleh petugas program dan lintas sektor terkait setelah kejadian kecelakaan lalu lintas. (Yusherman, 2008)
C. Indikator Monitoring Dan Evaluasi
Indikator dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, dibagi dalam 3 tahap, yaitu: (Yusherman, 2008)
1. Indikator input, yang dinilai antara lain :
a. Ketersediaan buku pedoman/juknis
b. Ketersediaan tenaga yang berkompeten
b. Keberadaan organisasi yang menangani
c. Sarana dan prasarana penunjang
d. Sumber dana
e. Adanya jejaring kemitraan lintas program dan lintas sektoral.
2. Indikator Proses, yang dinilai antara lain :
a. Adanya program/kegiatan gangguan akibat kecelakaan lalu lintas
b. Adanya tenaga yang mengelola kegiatan Gangguan AKibat Kecelakaan dan Cedera (GAKCE)
c. Berjalannya kegiatan organisasi
d. Berfungsinya sarana dan prasarana penunjang kegiatan GAKCE
e. Sumber dana digunakan sesuai dengan fungsinya
f. Berjalannya jejaring kemitraan lintas program dan lintas sektor. (Yusherman, 2008)
3. Indikator Output, yang dinilai antara lain :
a. Laporan kegiatan program
b. Tersedianya data kecelakaan
c. Terbentuknya organisasi (Yusherman, 2008)
Kegiatan pembuatan seluruh laporan monitoing dan evaluasi tersebut dilaporkan secara berjenjang dan berkala sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. (Yusherman, 2008)
BAB III
KESIMPULAN
Angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia masih cukup tinggi. Oleh sebab itu, kecelakaan lalu lintas masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian karena kecelakaan lalu lintas adalah masalah yang luas dan kompleks dengan faktor penyebab utamanya adalah manusia, angka kematian yang ditimbulkan cukup tinggi, dan kejadiannya dapat terjadi di semua tempat.
Sampai saat ini, kecelakaan masih menjadi permasalahan pemerintah di bidang transportasi. Untuk mengatasinya perlu terlebih dahulu diketahui faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas. Ada 3 faktor yang dianggap menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas yaitu manusia, kendaraan, dan lingkungan. Pemerintah juga menempatkan tingginya jumlah kecelakaan sebagai permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan.
Oleh sebab itu, salah satu arah kebijakan pembangunan lalu lintas dan angkutan jalan adalah peningkatan keselamatan lalu lintas jalan dengan cara mengurangi dan memperbaiki 3 (tiga) faktor resiko utama terjadinya kecelakaan yaitu manusia, kendaraan, dan lingkungan.
SUDAH COCOK ??? (note= gambar dan bagan sulit di upload jadi gak muncul, tapi difilenya ada)
BUTUH DAFTAR PUSTAKANYA ??
Hubungi SMS SAJA 02291339839
(Jangan berpikiran macam2 dulu dok,he2.. Saya gak jualan kok. . . SMS aja dulu. . .)
Salam TS
Dr Mantap
kok tidak skalian ditampilkan daftar pustakanya..........????
BalasHapusboleh ngopy dunk dtax
BalasHapusdaftar pustakax ga di tampilkan karena ada maunya....
BalasHapusmksih :)
BalasHapusminta referensinya ya....nuwun
BalasHapuskenapa daftar pustakanya tidak ditampilkan ?
BalasHapusbagi daftar pustakanya kang/teh
BalasHapusizin copas untuk bahan makalah ya kak..
BalasHapuslebih baik lagi untuk menampilkan daftar pustakanya.. terimakasih :)