Senin, 19 Juli 2010

Transfusi Darah Pada Anak

BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

2005

BAB I

PENDAHULUAN

Transfusi darah sering menyelamatkan kehidupan, misalnya dalam kasus- kasus yang gawat, perawatan neonatus prematur yang intensif modern, anak dengan kanker, penerima cangkok organ adalah tidak mungkin tanpa transfusi.1 Transfusi darah merupakan tindakan pengobatan pada pasien (anak,bayi dan dewasa) yang diberikan atas indikasi. Kesesuaian golongan darah antara resipien dan donor merupakan salah satu hal yang mutlak.3

Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan.2,3,4,5,7 Transfusi darah telah mulai dicoba dilakukan sejak abad ke 15 dan hingga pertengahan abad ke 17, namun berakhir dengan kegagalan, karena cara pemberiannya dan pada waktu itu dipakai sebagai sumber donornya adalah darah hewan. Melalui berbagai percobaan dan pengamatan kemudian disimpulkan bahwa manusia yang semestinya menjadi sumber darah. Namun demikian pada masa ini, karena masih banyaknya kegagalan yang berakibat kematian, transfusi darah sempat dilarang dilakukan. Pada masa ini, transfusi darah telah dikerjakan langsung dari arteri donor ke dalam vena resipien. 2

Pemikiran dasar pada transfusi adalah cairan intravaskuler dapat diganti atau disegarkan dengan cairan pengganti yang sesuai dari luar tubuh.3 Pada tahun 1901, Landsteiner menemukan golongan darah sistem ABO dan kemudian system antigen Rh (rhesus) ditemukan oleh Levine dan Stetson di tahun 1939. Kedua system ini menjadi dasar penting bagi transfusi darah modern. Meskipun kemudian ditemukan berbagai system antigen lain seperti Duffy, Kell dan lain-lain, tetapi system- system tersebut kurang berpengaruh. Tata cara transfusi darah semakin berkembang dengan digunakannya antikoagulan pada tahun 1914 oleh Hustin (Belgia), Agote (Argentina), dan Lewisohn (1915). Sekitar tahun 1937 dimulailah sistem pengorganisasian bank darah yang terus berkembang sampai kini.2,3

Transfusi darah memang merupakan upaya untuk menyelamatkan kehidupan dalam banyak hal, dalam bidang pediatri misalnya dalam perawatan neonatus prematur, anak dengan keganasan, anak dengan kelainan defisiensi atau kelainan komponen darah, dan transplantasi organ. Namun transfusi bukanlah tanpa risiko, meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk memperlancar tindakan transfusi, namun efek samping, reaksi transfusi, atau infeksi akibat transfusi tetap mungkin terjadi. Maka bila diingat dan dipahami mengenai keamanannya, indikasinya perlu diperketat. Apabila memungkinkan, masih perlu dicari alternatif lain untuk mengurangi penggunaan transfusi darah. Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Prinsip ini lebih ditekankan lagi di bidang ilmu kesehatan anak karena bayi maupun anak yang sedang tumbuh sebaiknya tidak diganggu sistem imunologisnya dengan pemberian antigen-antigen yang tidak diperlukan. Prinsip dukungan transfusi darah bagi anak dan remaja serupa dengan bagi orang dewasa, tetapi neonatus dan bayi mempunyai berbagai aspek khusus.1,3

Banyak hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan sehingga transfusi dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu, salah satu tugas besar di masa yang akan datang adalah meningkatkan pemahaman akan penggunaan transfusi darah sehingga penatalaksanaannya sesuai dengan indikasi dan keamanannya dapat ditingkatkan.2,3 Referat ini diharapkan dapat menjadi penyegaran pengetahuan bagi kita dalam menghadapi kasus anak dan bayi yang memerlukan tindakan transfusi.


BAB II

Darah dan Transfusi Darah

2.1. Darah sebagai organ

Darah yang semula dikategorikan sebagai jaringan tubuh, saat ini telah dimasukkan sebagai suatu organ tubuh terbesar yang beredar dalam system kardiovaskular, tersusun dari (1)komponen korpuskuler atau seluler, (2)komponen cairan. Komponen korpuskuler yaitu materi biologis yang hidup dan bersifat multiantigenik, terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan keping trombosit, yang kesemuanya dihasilkan dari sel induk yang senantiasa hidup dalam sumsum tulang. Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup terbatas dan akan mati jika masa hidupnya berakhir. Agar fungsi organ darah tidak ikut mati, maka secara berkala pada waktu- waktu tertentu, ketiga butiran darah tersebut akan diganti, diperbaharui dengan sel sejenis yang baru. Komponen cair yang juga disebut plasma, menempati lebih dari 50 volume % organ darah, dengan bagian terbesar dari plasma (90%) adalah air, bagian kecilnya terdiri dari protein plasma dan elektrolit. Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin, berbagai fraksi globulin serta protein untuk factor pembekuan dan untuk fibrinolisis.2,3

Peran penting darah adalah (1)sebagai organ transportasi, khususnya oksigen(O2), yang dibawa dari paru- paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui paru- paru. Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin, yang terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma ikut berfungsi sebagai sarana transportasi dengan mengikat berbagai materi yang bebas dalam plasma, untuk metabolisme organ- organ tubuh.2,3

Selain itu, darah juga berfungsi (2)sebagai organ pertahanan tubuh(imunologik), khususnya dalam menahan invasi berbagai jenis mikroba patogen dan antigen asing. Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit (granulosit dan limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin).2,3

Fungsi lain yang tidak kalah penting yaitu (3)peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme homeostasis) sebagai upaya untuk mempertahankan volume darah apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas homeostasis yang berlebihan.2,3

Apabila terjadi pengurangan darah yang cukup bermakna dari komponen darah korpuskuler maupun non korpuskuler akibat kelainan bawaan ataupun karena penyakit yang didapat, yang tidak dapat diatasi oleh mekanisme homeostasis tubuh dalam waktu singkat maka diperlukan penggantian dengan jalan transfusi darah, khususnya dari komponen yang diperlukan.2,3

2. 2 Definisi dan tujuan transfusi darah

Transfusi darah adalah suatu rangkaian proses pemindahan darah donor ke dalam sirkulasi darah resipien sebagai upaya pengobatan. Bahkan sebagai upaya untuk menyelamatkan kehidupan.2,3,4,5,7 Berdasarkan asal darah yang diberikan transfusi dikenal: (1) Homologous transfusi; berasal dari darah orang lain, (2)Autologous transfusi; berasal dari darah sendiri. 4

Tujuan transfusi darah adalah: (1)mengembalikan dan mempertahankan volume yang normal peredaran darah, (2)mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, (3)meningkatkan oksigenasi jaringan, (4)memperbaiki fungsi homeostasis, (5)tindakan terapi khusus.4

2. 3. Transfusi darah dalam klinik

Darah dan berbagai komponen- komponen darah, dengan kemajuan teknologi kedokteran, dapat dipisah- pisahkan dengan suatu proses dan ditransfusikan secara terpisah sesuai kebutuhan.3 Darah dapat pula disimpan dalam bentuk komponen- komponen darah yaitu: eritrosit, leukosit, trombosit, plasma dan factor- factor pembekuan darah dengan proses tertentu yaitu dengan Refrigerated Centrifuge.

Pemberian komponen-komponen darah yang diperlukan saja lebih dibenarkan dibandingkan dengan pemberian darah lengkap (whole blood). Dasar pemikiran penggunaan komponen darah: (1)lebih efisien, ekonomis, memperkecil reaksi transfusi, (2)lebih rasional, karena (a)darah terdiri dari komponen seluler maupun plasma yang fungsinya sangat beragam, serta merupakan materi biologis yang bersifat multiantigenik, sehingga pemberiannya harus memenuhi syarat- syarat variasi antigen minimal dan kompatibilitas yang baik, (b) transfusi selain merupakan live saving therapy tetapi juga replacement therapy sehingga darah yang diberikan haruslah safety blood. Kelebihan terapi komponen dibandingkan dengan terapi darah lengkap: (1)disediakan dalam bentuk konsentrat sehingga mengurangi volume transfusi, (2)resiko reaksi imunologik lebih kecil, (3)pengawetan, (4)penularan penyakit lebih kecil, (5)aggregate trombosit dan leukosit dapat dihindari, (6)pasien akan memerlukan komponen yang diperlukan saja, (7)masalah logistic lebih mudah, (8)pengawasan mutu lebih sederhana.4

2. 4. Indikasi Transfusi Darah2,5,8,9

Secara garis besar Indikasi Transfusi Darah adalah:

1. Untuk mengembalikan dan mempertahankan suatu volume peredaran darah yang normal, misalnya pada anemia karena perdarahan, trauma bedah, atau luka bakar luas.

2. Untuk mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, misalnya pada anemia, trombositopenia, hipoprotrombinemia, hipofibrinogenemia, dan lain-lain. Keadaan Anemia yang Memerlukan Transfusi Darah:

1. Anemia karena perdarahan

Biasanya digunakan batas Hb 7 – 8 g/dL. Bila Hb telah turun hingga 4,5 g/dL, maka penderita tersebut telah sampai kepada fase yang membahayakan dan transfusi harus dilakukan secara hati-hati.

2. Anemia hemolitik

Biasanya kadar Hb dipertahankan hingga penderita dapat mengatasinya sendiri. Umumnya digunakan patokan 5 g/dL. Hal ini dipertimbangkan untuk menghindari terlalu seringnya transfusi darah dilakukan.

3. Anemia aplastik

4. Leukemia dan anemia refrakter

5. Anemia karena sepsis

6. Anemia pada orang yang akan menjalani operasi

2. 5. Prosedur pelaksanaan transfusi darah

Banyak laporan mengenai kesalahan tatalaksana transfusi, misalnya kesalahan pemberian darah milik pasien lain. Untuk menghindari berbagai kesalahan, maka perlu diperhatikan hal- hal dibawah ini:

1. Identitas pasien harus dicocokkan secara lisan maupun tulisan (status dan papan nama).

2. Pemeriksaan identitas dilakukan di sisi pasien.

3. Identitas dan jumlah darah dalam kemasan dicocokkan dengan formulir permintaan darah.

4. Tekanan darah, frekuensi denyut jantung dan suhu harus diperiksa sebelumnya, serta diulang secara rutin.

5. Observasi ketat, terutama pada 15 menit pertama setelah transfusi darah dimulai.

Sebaiknya satu unit darah diberikan dalam waktu 1-2 jam tergantung status kardiovaskuler dan dianjurkan tidak lebih dari 4 jam mengingat kemungkinan proliferasi bakteri pada suhu kamar.4


BAB III
BERBAGAI SEDIAAN DARAH UNTUK TRANSFUSI

3. 1. Macam- macam komponen darah

Untuk kepentingan transfusi, tersedia berbagai produk darah, seperti yang tercantum dalam tabel 3.1.

Tabel 3. 1. Karakteristik darah dan komponen-komponen darah2,3,4

Komponen

Penyimpanan

Komposisi

Indikasi

Risiko

Pemberian

Whole blood (darah lengkap)

Jika disimpan di lemari pendingin pada suhu 1-5°C, memiliki masa simpan sampai 21 hari untuk darah sitrat (CPD/ citrate phosphate dextrose), dan selama 35 hari untuk darah CPDA-1(CPD & Adenin), dan 49 hari bila ditambahkan larutan nutritive SADM(Nacl, dextrose,adenine, manitol).

Darah sitrat yang telah dikeluarkan dari lemari pendingin harus digunakan dalam waktu 4 jam.

Mengandung semua jenis komponen darah Setiap unit kantung darah berkapasitas 350ml darah dan 49ml pengawet (anti pembekuan & zat aditif) atau 250ml darah dengan 35ml pengawet, dengan Ht 36 – 40%.

Anemia

Penggantian volume untuk kehilangan darah (> 15 – 20%)

Renjatan berat

Perbaikan f/ oksigenasi

Transfusi tukar

Harus diperiksa gol. darah ABO, cross match dan agen-agen infeksi. Reaksi febris dan hemolitik

Aloimunisasi terhadap antigen eritrosit, leukosit atau trombosit.

Pada saat kehilangan darah akut, secepat mungkin yang masih dapat ditoleransi.

Pada kondisi lain, diberikan dalam 2 – 4 jam. 10 ml/KgBB akan meningkatkan Ht 5% dan mendukung volume.

Packed red cells (sel darah merah pekat)

Sama seperti whole blood. Penam-bahan larutan rejuvenating dapat memperlama penyimpanan hingga 42 hari.

Komponen ini dipisahkan dari donor tunggal dengan sentrifugasi darah lengkap.

Mengandung eritrosit, leukosit, trombosit dan sedikit plasma.

Setiap unit yang siap ditransfusikan memiliki nilai Ht 55% setelah ditambahkan larutan aditif.

Anemia simptomatik, anemia karena keganasan, anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia defisiensi berat dengan ancaman gagal jantung/ infeksi berat

Trauma

Perdarahan akut

Kasus yang membutuhkan support kardiopulmoner secara intensif (Ht <>

Anemia kronis (Ht <>

Sama seperti whole blood.

Sejauh dapat ditoleransi pasien dalam 2 – 4 jam. Dosis 3 ml/Kg akan meningkatkan Ht 3%. Jika status kardiovas-kuler stabil, berikan 10 ml/KgBB dalam 2 – 4 jam. Jika tidak stabil, gunakan volume yang lebih kecil.

Washed or filtered red cells (sel darah merah yang dicuci)

Pencucian dengan saline,akan menghilangkan Ab pada sel darah merah, kelebihan kalium dan sisa leukosit.

Saat sel-sel dicuci, mempunyai ketahanan 24 jam, selanjutnya bersifat sama seperti packed red cells.

Sama seperti packed red cells

Px dengan alergi yang butuh transfusi berulang

Px yang mempunyai ab terhadap protein plasma

Px dengan hemoglobinuria nocturnal proksismal

Sama seperti packed red cells

Sama seperti packed red cells

Frozen-thawed – deglycerolized RBC (sel darah merah beku- dicairkan cuci)

Komponen sel darah merah diawetkan dalam larutan gliserol, dan dibekukan, kemudian dicairkan dan dicuci agar gliserol, plasma, antikoagulan, leukosit dan sisa trombosit tersingkirkan.

Sama seperti packed red cells

Px yang perlu transfusi antigen-matched(karena Ab sel darah merah menetap/mencegah terbentuknya Ab baru)

Px dengan reaksi alergi

Sama seperti packed red cells.

Sama seperti packed red cells.

Fresh frozen plasma(plasma segar beku)

Plasma dari whole blood, yang dipisahkan dan lalu dibekukan dalam 8 jam, disimpan dibawah –18°C hingga 1 tahun

Mengandung > 80% dari seluruh protein plasma prokoagulan dan antikoagulan

Defisiensi berbagai factor pembekuan (penggantian protein plasma prokoagulan dan antikoagulan)

Trauma dengan perdarahan hebat

Renjatan(syok)

Penyakit hati berat

Imunodefisiensi yang tidak tersedia preparat khusus)

Pada bayi dengan enteropati disertai hilangnya protein (protein losing enteropathy)

Perlu di cross match. Risiko volume overload, penyakit infeksi, reaksi alergi.

Secepat yang dapat ditoleransi pasien, tidak boleh >4 jam. Dosis 10–15 ml/Kg mening-katkan kadar faktor pembekuan 10–15%

Cryoprecipitate

Dibuat dengan membekukan plasma segar hingga <-65°C, lalu dicairkan 18 jam pada 4°C, disentrifugasi, cryoprotein dipisahkan. Dapat disimpan 1 tahun pada –18°C

Mengandung faktor VIII > 80 Iu/pak, XIII, fibrinogen 100 – 350/pak, dan fibronectin pada konsentrasi > dari plasma.

Terapi defisiensi faktor VIII, Von Willebtand, dan fibrinogen.

Sama seperti fresh frozen plasma.

Dapat diberikan sebagai infus cepat. Dosis ½ pak/Kg BB akan meningkatkan kadar faktor VIII 80 – 100% dan fibrinogen 200 – 250 mg/dL.

Konsentrat trombosit dari whole blood

Dipisahkan dari plasma kaya trombosit dan disimpan pada 22°C selama 3 – 5 hari.

Setiap unit mengandung 5x1010 trombosit.

Terapi trombositopenia atau defek fungsi trombosit.

Tidak diperlukan cross match. Risiko lain sama dengan whole blood

Dapat diberikan sebagai infus cepat atau yang diperlukan sesuai status kardiovaskuler, tidak lebih dari 4 jam. Dosis 10 ml/Kg, dapat meningkatkan trombosit setidaknya 50.000/μL.

Konsentrat trombosit dengan teknik apheresis

Sama seperti unit donor acak

Kandungan trombosit sama dengan 6 – 10 unit konsentrat donor acak. Tergantung pada teknik yang digunakan, relatif bebas leukosit, bergu-na untuk mencegah aloimunisasi

Sama seperti konsentrat trombosit dari whole blood, khususnya jika aloimunisasi dapat menjadi masalah

Sama seperti konsentrat trombosit dari whole blood

Sama seperti konsentrat trombosit dari whole blood

Granulocytes

Meskipun dapat disimpan pada suhu 20 – 24°C yang stabil, sebaiknya ditransfusikan sesegera mungkin setelah pengumpulan

Mengandung setidaknya 1x1010 granulosit, juga eritrosit dan trombosit.

Neutropenia berat (<500/μl)>

Sama seperti trombosit. Reaksi leukostasis pulmoner. Reaksi febris berat.

Diberikan sebagai infus lebih dari 2 – 4 jam. Dosis: 1 unit/hari untuk neonatus dan bayi, 1x109 granulosit/Kg.

3. 2. Transfusi Eritrosit

Eritrosit adalah komponen darah yang paling sering ditransfusikan. Eritrosit diberikan untuk meningkatkan kapasitas oksigen dan mempertahankan oksigenasi jaringan.1 Transfusi sel darah merah merupakan komponen pilihan untuk mengobati anemia dengan tujuan utama adalah memperbaiki oksigenisasi jaringan.2

Pada anemia akut, penurunan nilai Hb dibawah 6 g/dl atau kehilangan darah dengan cepat >30% - 40% volume darah, maka umumnya pengobatan terbaik adalah dengan transfusi sel darah merah(SDM).2,3

Pada anemia kronik seperti thalassemia atau anemia sel sabit, transfusi SDM dimaksudkan untuk mencegah komplikasi akut maupun kronik. SDM juga diindikasikan pada anemia kronik yang tidak responsive terhadap obat- obatan farmakologik.3

Transfusi SDM pra- bedah perlu dipertimbangkan pada pasien yang akan menjalani pembedahan segera (darurat), bila kadar Hb < st="on">Ada juga yang menyebutkan, jika kadar Hb <10gr/dl,>3

Transfusi tukar merupakan jenis transfusi darah yang secara khusus dilakukan pada neonatus, dapat dilakukan dengan darah lengkap segar, dapat pula dengan sel darah merah pekat(SDMP) / mampat(SDMM). Transfusi tukar ini diindikasikan terutama pada neonatus dengan ABO incompatibility atau hiperbilirubinemia yang tidak memberikan respon adekuat dengan terapi sinar. Indikasi yang lebih jarang adalah DIC / pengeluaran toksin seperti pada sepsis. Biasanya satu/ dua volume darah diganti.3

Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan transfusi selain kadar Hb adalah: (1)Gejala, tanda, dan kapasitas vital dan fungsional penderita, (2)Ada atau tidaknya penyakit kardiorespirasi atau susunan saraf pusat, (3)Penyebab dan antisipasi anemia, (4)Ada atau tidaknya terapi alternatif lain1

Pedoman untuk transfusi pada anak dan remaja serupa dengan pada dewasa (lihat tabel 3.2) Untuk neonatus, tidak ada indikasi transfusi eritrosit yang jelas disepakati, biasanya, pada neonatus eritrosit diberikan untuk mempertahankan Hb, berdasarkan status klinisnya (lihat tabel 3.2). 1

Tabel 3. 2. Indikasi transfusi eritrosit pada anak1

Anak dan remaja

§ Kehilangan akut >15% volume darah sirkulasi

§ Hb <>

§ Hb <>

§ Hb <>

§ Hb <>

Bayi usia 4 bulan pertama

§ Hb <>

§ Hb <>

§ Hb <>

§ Hb <>

§ Hb <>


Pilihan produk eritrosit untuk anak dan remaja adalah suspensi standar eritrosit yang dipisahkan dari darah lengkap dengan pemusingan dan disimpan dalam antikoagulan/medium pengawet pada nilai hematokrit kira-kira 60%. Dosis biasa adalah 10 – 15 ml/Kg, tetapi volume transfusi sangat bervariasi, tergantung pada keadaan klinis (misalnya perdarahan terus menerus atau hemolisis). Untuk neonatus, produk pilihan adalah konsentrat PRC (Ht 70 – 90%) yang diinfuskan perlahan-lahan (2 – 4 jam) dengan dosis kira-kira 15 ml/KgBB.1

Text Box: Kebutuhan darah (ml) =  BB (Kg)x 6 x (Hb diinginkan – Hb tercatat)Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, dosis transfusi didasarkan atas makin anemis seorang resipien, makin sedikit jumlah darah yang diberikan per et mal dalam suatu seri transfusi darah dan makin lambat pula jumlah tetesan yang diberikan, untuk menghindari komplikasi gagal jantung. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, dosis yang dipergunakan untuk menaikkan Hb adalah dengan menggunakan modifikasi rumus empiris sebagai berikut:2,3,5

Bila yang digunakan sel darah merah pekat (packed red cells), maka kebutuhannya adalah 2/3 dari darah lengkap, menjadi: 2,3

BB (kg) x 4 x (Hb diinginkan - Hb tercatat)

Untuk anemia yang bukan karena perdarahan, maka teknis pemberiannya adalah dengan tetesan. Makin rendah Hb awal makin lambat tetesannya dan makin sedikit volume sel darah merah yang diberikan. Jika menggunakan packed red cells untuk anemia, lihat tabel 3.3

Tabel 3.3. Dosis PRC untuk transfusi3

Hb penderita (g/dl)

Jumlah PRC yg diberikan dlm 3-4 jam

7- 10

10 ml/ kgBB *

5- 7

5 ml/ kgBB **

<5,>

3 ml/ kgBB**

<5,>

3 ml/ kg BB** + furosemid

<5,>

Transfusi tukar, parsial atau lengkap

3. 3. Transfusi Suspensi Trombosit

Suspensi trombosit dapat diperoleh dari 1 unit darah lengkap segar donor tunggal, atau dari darah donor dengan cara/ melalui tromboferesis. Komponen ini masih mengandung sedikit sel darah merah, leukosit, dan plasma. Komponen ini ditransfusikan dengan tujuan menghentikan perdarahan karena trombositopenia, atau untuk mencegah perdarahan yang berlebihan pada pasien dengan trombositopenia yang akan mendapatkan tindakan invasive.2,3

Indikasi transfusi trombosit pada anak dan bayi dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut ini.

Text Box: Anak-anak dan remaja §	Trombosit <10x109/L dan perdarahan §	Trombosit <10x109/L dan prosedur invasif §	Trombosit <20x109/L dan kegagalan sumsum tulang dengan faktor risiko perdarahan tambahan §	Defek trombosit kumulatif dan perdarahan atau prosedur invasif  Bayi berusia ¬< 4 bulan §	Trombosit <100x109/L dan perdarahan §	Trombosit <50x109/L dan prosedur invasif §	Trombosit <20x109/L dan secara klinis stabil §	Trombosit <100x109/L dan secara klinis tidak stabil
Tabel 3. 4. Indikasi transfusi trombosit pada anak1

Transfusi trombosit harus diberikan kepada penderita dengan angka trombosit <50x109/L, jika ada perdarahan atau direncanakan untuk mengalami prosedur invasif. Penelitian pada penderita trombositopenia dengan gagal sumsum tulang menunjukkan bahwa perdarahan spontan meningkat tajam jika trombosit turun menjadi <20>9/L. Dengan alasan ini maka banyak dokter anak menganjurkan transfusi trombosit profilaksis untuk mempertahankan trombosit >20 x109/L pada anak dengan trombositopenia karena gagal sumsum tulang. Pemberian komponen ini sebagai profilaksis pada pasien tanpa perdarahan terutama menjadi kontroversi bidang onkologi pediatric. Angka tersebut juga menimbulkan kontroversi karena banyak ahli memilih transfusi pada batas 5-10x109/L untuk penderita tanpa komplikasi. Meskipun demikian, transfusi dengan komponen ini mutlak diperlukan oleh pasien leukemia akut yang sedang menjalani kemoterapi, dan mengalami trombositopenia berat (trombosit <>2 , dengan perkiraan setiap unit trombosit akan dapat meningkatkan jumlah trombosit sebesar 10.000/m2. 1,2,3

3. 4. Transfusi Suspensi Granulosit/ Neutrofil

Penggunaan komponen ini untuk profilaksis juga masih kontroversi. Suspensi terbukti tidak/ kurang memberi manfaat, kecuali pada granulositopenia berat (granulosit <>2,3

Indikasi transfusi granulosit tercantum dalam tabel 3.5.

1 minggu) dan infeksi bakteri fulminan." v:shapes="_x0000_s1028" width="343" height="210">

Tabel 3. 5. Indikasi transfusi Granulosit pada anak1

Menurut The American Association of Blood Banks merekomendasikan hal berikut: (1)Neonatus <>2,3

Transfusi granulosit harus dipertimbangkan pada penderita neuropenia, karena sering meninggal karena infeksi bakteri atau jamur yang progresif. Transfusi granulosit ditambahkan pada penderita neutropenia berat (<0,5x109/L) yang disebabkan oleh gagal sumsum tulang. Penderita neutropenia yang mengalami infeksi biasa memberi respon kepada terapi antimikroba saja asalkan fungsi sumsum tulang membaik pada awal infeksi. Penggunaan transfusi granulosit untuk sepsis bakteri yang tidak responsif terhadap antibiotika pada penderita dengan neutropenia berat (<0,5>9/L) telah didukung oleh sebagian besar penelitian, telah dilaporkan selama ini.1

Neonatus dan bayi dengan berat badan kurang dari 10 Kg harus menerima 1 - 2 x109/Kg neutrofil tiap transfusi granulosit. Bayi dan anak yang lebih besar harus mendapat dosis total 1x1010 tiap transfusi granulosit, sedangkan remaja 2 - 3x1010. Transfusi granulosit harus diberikan setiap hari sampai infeksi menyurut atau neutrofil meningkat hingga 0,5 x109/L.1

Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, transfusi granulosit juga diberikan pada penderita leukemia, penyakit keganasan lain dan anemia aplastik dengan jumlah hitung leukosit < 2000/mm3 dengan suhu > 39°C. Komponen yang disediakan oleh LTD-PMI adalah suspensi buffy coat yang golongan darah ABO-nya cocok.5

3. 5. Transfusi Plasma Segar Beku (fresh frozen plasma)

Plasma segar beku adalah bagian cair dari darah lengkap yang dipisahkan kemudian dibekukan dalam waktu 8 jam setelah pengambilan darah. Hingga sekarang, komponen ini masih diberikan untuk defisiensi berbagai factor pembekuan. (Bila ada/ tersedia, harus diberikan factor pembekuan yang spesifik sesuai dengan defisiensinya).2,3

Plasma beku segar ditransfusikan untuk mengganti kekurangan protein plasma yang secara klinis nyata, dan defisiensi faktor pembekuan II, V, VII, X dan XI. Kebutuhan akan plasma beku segar bervariasi menurut faktor spesifik yang akan diganti.1

Komponen ini dapat diberikan pada trauma dengan perdarahan hebat atau renjatan (syok), penyakit hati berat, imunodefisiensi tanpa ketersediaan preparat khusus, dan pada bayi dengan enteropati disertai kehilangan protein (protein losing enteropathy). Meskipun demikian, penggunaan komponen ini sekarang semakin berkurang. Dan bila diperlukan, maka dosisnya 20-40 ml/ kgBB/hari. 2,3

Indikasi lain transfusi plasma beku segar adalah sebagai cairan pengganti selama penggantian plasma pada penderita dengan purpura trombotik trombositopenik atau keadaan lain dimana plasma beku segar diharapkan bermanfaat, misalnya tukar plasma pada penderita dengan perdarahan dan koagulopati berat. Transfusi plasma beku segar tidak lagi dianjurkan untuk penderita dengan hemofilia A atau B yang berat, karena sudah tersedia konsentrat faktor VIII dan IX yang lebih aman. Plasma beku segar tidak dianjurkan untuk koreksi hipovolemia atau sebagai terapi pengganti imunoglobulin karena ada alternatif yang lebih aman, seperti larutan albumin atau imunoglobulin intravena.1

Pada neonatus, transfusi plasma beku segar memerlukan pertimbangan khusus. Indikasi transfusi plasma beku segar untuk neonatus meliputi: (1)Mengembalikan kadar eritrosit agar mirip darah lengkap untuk kepentingan transfusi masif, misalnya pada transfusi tukar atau bedah jantung; (2)Perdarahan akibat defisiensi vitamin K; (3)Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dengan perdarahan; (4)Perdarahan pada defisiensi faktor koagulasi kongenital bila terapi yang lebih spesifik tidak tersedia atau tidak memadai.1 Pedoman transfuse FFP pada anak, dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut.

Tabel 3. Text Box: Bayi, anak dan remaja: §	Defisiensi faktor pembekuan darah yang berat dan perdarahan §	Defisiensi faktor pembekuan dan prosedur invasif §	Pembalikan darurat efek warfarin §	Koagulopati pengenceran dan perdarahan §	Penggantian protein antikoagulan (antitrombin-III, Protein C, dll) §	Cairan pengganti tukar plasma untuk purpura trombotik trombositopenik
6. Indikasi transfusi plasma beku segar pada anak1

3. 6. Transfusi Kriopresipitat

Komponen ini diperoleh dengan mencairkan plasma segar beku pada suhu 40ºC dan kemudian bagian yang tidak mencair, dikumpulkan dan dibekukan kembali. Komponen ini mengandung faktor VIII koagulan/ anti hemophilic globulin(AHG) sebanyak 80-120 unit, factor XIII yang cukup banyak, factor von Willebrand, dan 150-200 mg fibrinogen.2,3,5

Komponen ini digunakan untuk pengobatan perdarahan, atau pada persiapan pembedahan penderita hemofilia A, penyakit von Willebrand, dan hipofibrinogenemia serta kadang diberikan juga pada DIC. Dosis yang dianjurkan secara empiris 40-50 unit/ kgBB sebagai loading dose, yang diteruskan dengan 20-25 unit / kgBB setiap 12 jam, sampai perdarahan telah sembuh.2,3

Panggunaannya pada penderita hemofilia A, yaitu untuk menghentikan perdarahan karena berkurangnya AHG. AHG ini tidak bersifat genetic marker antigen seperti granulosit, trombosit, atau eritrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang dapat menimbulkan pembentukkan antibodi yang bersifat inhibitor terhadap faktor VIII. Oleh karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal, tetapi diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis, seperti pada tabel 3.7 berikut.5

Tabel 3. 7. Hubungan faktor VIII dan gejala perdarahan pada hemofilia

Kadar Faktor VIII (%)

Gejala

1

Perdarahan spontan sendi dan otot

1 – 5

Perdarahan hebat setelah luka kecil

5 – 25

Perdarahan hebat setelah operasi

25 – 50

Cenderung perdarahan setelah luka atau operasi

Cara pemberian kriopresipitat adalah dengan menyuntikkan secara IV langsung, tidak melalui tetesan infus. Komponen ini tidak tahan dalam suhu kamar, jadi diberikan sesegera mungkin setelah mencair.5

3. 7. Konsentrat factor VIII (factor anti hemofilia A)

Komponen ini merupakan preparat kering yang mengandung konsentrat factor VIII, prokoagulan, yang diperoleh dari kumpulan (pooled) plasma dari sekitar 2000-30.000 donor. Hasil dimurnikan dengan teknik monoclonal, dan dilakukan penonaktifan virus melalui misalnya pemanasan (heattreated). Pengemasan dalam botol berisi 250 dan 1.000 unit. Dosis pemberian sama dengan kriopresipitat. 2,3

3. 8. Kompleks factor IX

Komponen ini disebut juga kompleks protrombin, mengandung factor pembekuan yang tergantung vitamin K, yang disintesis di hati, seperti factor VII, IX, X, serta protrombin. Sebagian ada pula yang mengandung proteinC. Komponen ini biasanya digunakan untuk pengobatan hemofilia B. Kadang diberikan pada hemofilia yang mengandung inhibitor factor VIII dan pada beberapa kasus defisiensi factor VII dan X. Dosis yang dianjurkan adalah 80-100 unit/kgBB setiap 24 jam.2,3

3. 9. Albumin

Albumin merupakan protein plasma yang dapat diperoleh dengan cara fraksionisasi Cohn. Larutan 5% albumin bersifat isoosmotik dengan plasma, dan dapat segera meningkatkan volume darah. Komponen ini digunakan juga untuk hipoproteinemia (terutama hipoalbuminemia), luka bakar hebat, pancreatitis, dan neonatus dengan hiperbilirubinemia. Dosis disesuaikan dengan kebutuhan, misal pada neonatus hiperbilirubinemia perlu 1-3g/kgBB dalam bentuk larutan albumin 5%.2,3

3. 10. Imunoglobulin

Komponen ini merupakan konsentrat larutan materi zat anti dari plasma, dan yang baku diperoleh dari kumpulan sejumlah besar plasma. Komponen yang hiperimun didapat dari donor dengan titer tinggi terhadap penyakit seperti varisela, rubella, hepatitisB, atau rhesus. Biasanya diberikan untuk mengatasi imunodefisiensi, pengobatan infeksi virus tertentu, atau infeksi bakteri yang tidak dapat diatasi hanya dengan antibiotika dan lain-lain. Dosis yang digunakan adalah 1-3 ml/kgBB. 2,3

3. 11. Transfusi darah autologus

Transfusi jenis ini menggunakan darah pasien sendiri, yang dikumpulkan terlebih dahulu, untuk kemudian ditransfusikan lagi. Hal ini sebagai pilihan jika pasien memiliki zat anti dan tak ada satu pun golongan darah yang cocok, juga jika pasien berkeberatan menerima donor orang lain. Meski demikian, tetap saja tidak lepas sama sekali dari efek samping dan reaksi transfusi seperti terjadinya infeksi.2,3

BAB IV

Komplikasi Transfusi Darah

4. 1. Reaksi transfusi darah secara umum

Tidak semua reaksi transfusi dapat dicegah. Ada langkah-langkah tertentu yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya reaksi transfusi, walaupun demikian tetap diperlukan kewaspadaan dan kesiapan untuk mengatasi setiap reaksi transfusi yang mungkin terjadi. Ada beberapa jenis reaksi transfusi dan gejalanya bermacam-macam serta dapat saling tumpang tindih. Oleh karena itu, apabila terjadi reaksi transfusi, maka langkah umum yang pertama kali dilakukan adalah menghentikan transfusi, tetap memasang infus untuk pemberian cairan NaCl 0,9% dan segera memberitahu dokter jaga dan bank darah.2,3

4. 2. Reaksi Transfusi Hemolitik Akut

Reaksi transfusi hemolitik akut (RTHA) terjadi hampir selalu karena ketidakcocokan golongan darah ABO (antibodi jenis IgM yang beredar) dan sekitar 90%-nya terjadi karena kesalahan dalam mencatat identifikasi pasien atau unit darah yang akan diberikan.2,3

Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHA adalah demam dengan atau tanpa menggigil, mual, sakit punggung atau dada, sesak napas, urine berkurang, hemoglobinuria, dan hipotensi. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi renjatan (shock), koagulasi intravaskuler diseminata (KID), dan/atau gagal ginjal akut yang dapat berakibat kematian.2,3

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan tindakan sebagai berikut: (a)meningkatkan perfusi ginjal, (b)mempertahankan volume intravaskuler, (c)mencegah timbulnya DIC.2,3

4. 3. Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat

Reaksi transfusi hemolitik lambat (RTHL) biasanya disebabkan oleh adanya antibodi yang beredar yang tidak dapat dideteksi sebelum transfusi dilakukan karena titernya rendah. Reaksi yang lambat menunjukkan adanya selang waktu untuk meningkatkan produksi antibodi tersebut. Hemolisis yang terjadi biasanya ekstravaskuler.2,3

Gejala dan tanda yang dapat timbul pada RTHL adalah demam, pucat, ikterus, dan kadang-kadang hemoglobinuria. Biasanya tidak terjadi hal yang perlu dikuatirkan karena hemolisis berjalan lambat dan terjadi ekstravaskuler, tetapi dapat pula terjadi seperti pada RTHA. Apabila gejalanya ringan, biasanya tanpa pengobatan. Bila terjadi hipotensi, renjatan, dan gagal ginjal, penatalaksanaannya sama seperti pada RTHA.2,3

4. 4. Reaksi Transfusi Non-Hemolitik

1. Demam

Demam merupakn lebih dari 90% gejala reaksi transfusi. Umumnya ringan dan hilang dengan sendirinya. Dapat terjadi karena antibodi resipien bereaksi dengan leukosit donor. Demam timbul akibat aktivasi komplemen dan lisisnya sebagian sel dengan melepaskan pirogen endogen yang kemudian merangsang sintesis prostaglandin dan pelepasan serotonin dalam hipotalamus. Dapat pula terjadi demam akibat peranan sitokin (IL-1b dan IL-6). Umumnya reaksi demam tergolong ringan dan akan hilang dengan sendirinya.2,3

2. Reaksi alergi

Reaksi alergi (urtikaria) merupakan bentuk yang paling sering muncul, yang tidak disertai gejala lainnya. Bila hal ini terjadi, tidak perlu sampai harus menghentikan transfusi. Reaksi alergi ini diduga terjadi akibat adanya bahan terlarut di dalam plasma donor yang bereaksi dengan antibodi IgE resipien di permukaan sel-sel mast dan eosinofil, dan menyebabkan pelepasan histamin. Reaksi alergi ini tidak berbahaya, tetapi mengakibatkan rasa tidak nyaman dan menimbulkan ketakutan pada pasien sehingga dapat menunda transfusi. Pemberian antihistamin dapat menghentikan reaksi tersebut.2,3

3. Reaksi anafilaktik

Reaksi yang berat ini dapat mengancam jiwa, terutama bila timbul pada pasien dengan defisiensi antibodi IgA atau yang mempunyai IgG anti IgA dengan titer tinggi. Reaksinya terjadi dengan cepat, hanya beberapa menit setelah transfusi dimulai. Aktivasi komplemen dan mediator kimia lainnya meningkatkan permeabilitas vaskuler dan konstriksi otot polos terutama pada saluran napas yang dapat berakibat fatal. Gejala dan tanda reaksi anafilaktik biasanya adalah angioedema, muka merah (flushing), urtikaria, gawat pernapasan, hipotensi, dan renjatan.2,3

Penatalaksanaannya adalah (1)menghentikan transfusi dengan segera, (2)tetap infus dengan NaCl 0,9% atau kristaoid, (3)berikan antihistamin dan epinefrin. Pemberian dopamin dan kortikosteroid perlu dipertimbangkan. Apabila terjadi hipoksia, berikan oksigen dengan kateter hidung atau masker atau bila perlu melalui intubasi.2,3

4. 5. Efek samping lain dan resiko lain transfusi

4. 5. 1. Komplikasi dari transfusi massif

Transfusi massif adalah transfusi sejumlah darah yang telah disimpan, dengan volume darah yanglebih besar daripada volume darah resipien dalam waktu 24 jam.4

Pada keadaan ini dapat terjadi hipotermia bila darah yang digunakan tidak dihangatkan, hiperkalemia, hipokalsemia dan kelainan koagulasi karena terjadi pengenceran dari trombosit dan factor- factor pembekuan. Penggunaan darah simpan dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya beberapa komplikasi diantaranya adalah kelainan jantung, asidosis, kegagalan hemostatik, acute lung injury.4

4.5. 2. Penularan penyakit Infeksi

a. Hepatitis virus

Penularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar pada transfusi darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah menunjukkan kenaikan kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti infeksi virus hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca transfusi disebabkan oleh virus hepatitis non A non B. Meski sekarang ini sebagian besar hepatitis pasca transfusi ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang baik dan ketat, serta penapisan virus hepatitis B dan C, kasus tertular masih tetap terjadi. Perkiraan resiko penularan hepatitis B sekitar 1 dari 200.000 dan hepatitis C lebih besar yaitu sekitar 1:10.000. 2,3

b. AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)

Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat terjadi melalui transfusi darah, yaitu dengan rasio 1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan donor yang baik dan ketat.2,3

c. Infeksi CMV

Penularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus yang lahir premature atau pasien dengan imunodefisiensi. Biasanya virus ini menetap di leukosit danor, hingga penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah atau mengurangi kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi sel darah merah rendah leukosit merupakan hal terbaik mencegah CMV ini.2,3

d. Penyakit infeksi lain yang jarang

Beberapa penyakit walaupun jarang, dapat juga ditularkan melalui transfusi adalah malaria, toxoplasmosis, HTLV-1, mononucleosis infeksiosa, penyakit chagas (disebabkan oleh trypanosoma cruzi), dan penyakit CJD ( Creutzfeldt Jakob Disease).2,3

Pencemaran oleh bakteri juga mungkin terjadi saat pengumpulan darah yang akan ditransfusikan. Pasien yang terinfeksi ini dapat mengalami reaksi transfusi akut, bahkan sampai mungkin renjatan. Keadaan ini perlu ditangani seperti pada RTHA ditambah dengan pemberian antibiotic yang adekuat.2,3

e. GVHD(Graft versus Host disease)

GVHD merupakan reaksi/ efek samping lain yang mungkin terjadi pada pasien dengan imunosupresif atau pada bayi premature. Hal ini terjadi oleh karena limfosit donor bersemai (engrafting) dalam tubuh resipien dan bereaksi dengan antigen penjamu. Reaksi ini dapat dicegah dengan pemberian komponen SDM yang diradiasi atau dengan leukosit rendah.2,3

BAB v

Pemeriksaan Yang Berhubungan Dengan Transfusi Darah

Untuk mengetahui jenis pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum transfusi dan hal-hal yang kemungkinan akan terjadi setelah transfusi, haruslah diketahui beberapa unsur yang ada di dalam darah yang akan ditransfusikan.Unsur penting yang harus diketahui karena mempunyai unsur antigenik adalah:

1. Eritrosit:

Untuk eritrosit, diperlukan pemeriksaan penggolongan darah menggunakan sistem ABO, Rhesus (Rh), MNS dan P, Kell, Lutheran, Duffy, Kidd, Lewis, dan lain-lain.

2. Leukosit dan trombosit:

Walaupun sifat antigenik pada leukosit dan trombosit relatif lemah, tetapi saat ini menjadi penting sekali di bidang transplantasi organ, karena bersifat antigen jaringan.

3. Serum:

Sifat antigeniknya lemah, tetapi kadang dapat menimbulkan reaksi transfusi 5,6,9

Transfusi darah yang ideal haruslah mempunyai sifat antigeni darah donor yang cocok seluruhnya terhadap antigen resipien. Hal ini sangat sulit dalam pelaksanaannya. Untuk keperluan praktis, umumnya secara rutin dilakukan pengujian sebagai berikut:

1. Golongan darah donor dan resipien dalam sistem ABO dan Rhesus, untuk menentukan antigen eritrosit. Menentukan golongan Rhesus dilakukan dengan meneteskan complete anti D pada eritrosit yang diperiksa (lihat tabel 5.1).5

Tabel 5. 1. Uji golongan darah ABO

Eritrosit Golongan

Ditetesi uji sera

Anti A

Anti B

Anti AB

A

+

-

+

B

-

+

+

AB

+

+

+

O

-

-

-


2. Reverse Grouping, yaitu menentukan antibodi dalam serum donor dan resipien, terutama mengenai sistem ABO (lihat tabel 5.2).5

Tabel 5. 2. Reverse Grouping

Serum Golongan Darah

Ditetesi eritrosit yang diketahui

Sel A

Sel B

A

-

+

B

+

-

AB

-

-

O

+

+

3. Cross match

Setelah golongan darah ditentukan, kemudian dilakukan cross match dari darah donor dan resipien yang bersangkutan. Ada dua macam cross match, yaitu major cross match (serum resipien ditetesi eritrosit donor), dan minor cross match (serum donor ditetesi eritrosit resipien). Cross match yang lengkap haruslah dalam tiga medium, yaitu:

a. NaCl Fisiologis

b. Enzim (metode enzim)

c. Serum Coombs (metode Coombs tidak langsung)

Semua pemeriksaan harus dilakukan dalam tabung serologis dan setiap hasil yang negatif harus dipastikan secara mikroskopis. Untuk pemeriksaan yang lengkap tersebut diperlukan waktu 2 jam. Dalam keadaan darurat dapat dikerjakan cross match dalam NaCl fisiologis pada gelas obyek. Bahayanya adalah tidak dapat ditentukan adanya incomplete antibody dalam darah resipien atau donor, sehingga risiko reaksi transfusi makin besar.5

4. Pemeriksaan lain terhadap infeksi. Misalnya lues, malaria, hepatitis, dan HIV (lihat tabel 5.3).5,6,9

Tabel 5. 3. Risiko transmisi agen-agen infeksi sehingga perlu dilakukan pemeriksaan rutin terhadap produk-produk darah 5,6,9

Penyakit

Transmisi

Prosedur dan proses pemeriksaan

Perkiraan risiko transmisi

Sifilis

Risiko rendah, spirochaeta tidak dapat ditransmisikan melalui darah segar dan mati bila disimpan selama 72 jam dalam suhu 4°C

Riwayat donor, RPR atau VDRL

<>

Hepatitis A

Darah yang diambil saat fase prodromal dapat mentransmisikan virus. Infeksi melalui transfusi jarang terjadi, karena viremia fase akut penyakit yang hebat, tidak ada karier asimtomatik, dan tidak ada transmisi pada individu yang ditransfusi ganda.

Riwayat donor

1 : 1.000.000

Hepatitis B

Viremia yang lama pada penyakit ini dan adanya karier asimtomatik membuat insidens hepatitis B sebagai infeksi yang ditransmi-sikan melalui transfusi yang tinggi. Insidens dapat diturunkan melalui pemeriksaan penjaringan

Riwayat donor, Pemeriksaan penjaringan HbsAg, Hepatitis Non-A Non-B, Hepatitis C, dan enterovirus

1 : 250.000 – 1 : 30.000

Hepatitis C

⅓ kasus hepatitis Non-A Non-B post-transfusi adalah hepatitis C. Ciri khas virus ini mirip dengan HBV. Infeksi hepatitis C dapat berakibat peningkatan insidens sirosis hepatis dan penyakit hepar terminal.

Riwayat donor.

Pemeriksaan ALT, HBc, anti HCV.

Pemeriksaan genom virus.

1 : 100.000

Hepatitis Non-A Non-B

Bukan kasus spesifik, tetapi dikelompokkan sebagai agen bukan HAV, HBV, HVC, virus Epstein-Barr, dan sitomegalovirus, yang dapat menyebabkan hepatitis post transfusi

Riwayat donor

Pemeriksaan ALT dan anti HBc

Tidak diketahui, sekitar
1 : 100.000

HIV 2,
HIV 2

Retrovirus sitotoksik yang penyebarannya dapat melalui kontak seksual, parenteral (termasuk melalui transfusi), dan vertikal.

Riwayat donor, penja-ringan Anti HIV dengan EIA, konfirma-si dengan Western Blot, pemeriksaan antigen P24, asam nukleat untuk genom virus

1 : 2.000.000
– 1 : 500.000

HTLV-I, HTLV-II

Retrovirus yang penyebarannya dapat melalui kontak seksual, parenteral (termasuk melalui transfusi), dan vertikal, yang dapat menyebabkan keganasan limfoid dan mielopati

Riwayat donor, peme-riksaan HTLV-I dan II dengan enzyme immunoassay screening test, konfirmasi dengan Western Blot

1 : 600.000

Keterangan: ALT = Alanine Transaminase; HAV, HBV, HCV = Virus hepatitis A, Virus hepatitis B, Virus hepatitis C; HTLV = Human T-cell lymphotropic virus; RPR = rapid plasma reagin; VDRL = pemeriksaan sifilis.

BAB VI

Penutup

Transfusi darah merupakan bentuk terapi yang dapat menyelamatkan jiwa. Berbagai bentuk upaya telah dan hampir dapat dipastikan akan dilaksanakan, agar transfusi menjadi makin aman, dengan resiko yang makin kecil. Meskipun demikian, transfusi darah belum dapat menghilangkan secara mutlak resiko dan efek sampingnya.3 Haruslah ‘terpatri dalam benak’ kita bahwa transfusi darah adalah upaya untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah perburukan, dan jangan dilakukan semata- mata untuk mempercepat penyembuhan. Untuk itulah indikasi transfusi haruslah ditegakkan dengan sangat hati- hati, karena setiap transfusi yang tanpa indikasi adalah suatu kontraindikasi. Maka untuk memutuskan apakah seorang pasien memerlukan transfusi atau tidak, harus mempertimbangkan keadaan pasien menyeluruh. Pada pemberian transfusi sebaiknya diberikan komponen yang diperlukan secara spesifik untuk mengurangi resiko terjadinya reaksi transfusi. Indikasi untuk pelaksanaan transfusi didasari oleh penilaian secara klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.3

Menyadari hal ini, maka perlu kiranya mereka yang terlibat dalam praktek transfusi darah mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam bidang ilmu kedokteran transfusi (transfusion medicine).


DAFTAR PUSTAKA

1. Strauss RG, Transfusi Darah dan Komponen Darah, dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics), 1996, Jakarta, EGC, volume 2, Edisi 15, halaman: 1727-1732

2. Djajadiman Gatot, Penatalaksanaan Transfusi Pada Anak dalam Updates in Pediatrics Emergency, 2002, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, halaman: 28-41

3. Ramelan S, Gatot D, Transfusi Darah Pada Bayi dan Anak dalam Pendidikan Kedokteran berkelanjutan (Continuing Medical Education) Pediatrics Updates, 2005, Jakarta, IDAI cabang Jakarta, halaman: 21-30

4. Sudarmanto B, Mudrik T, AG Sumantri, Transfusi Darah dan Transplantasi dalam Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak, 2005, Jakarta, Balai Penerbit IDAI, halaman: 217-225

5. Dr. Rusepno Hasan, Dr. Husein Alatas. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Jakarta, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, halaman: 483-490

6. Palang Merah Indonesia. Pelayanan Transfusi Darah, 2002, Available at:

http://www.palangmerah.org/pelayanan transfusi.asp.

7. Wagle Sammer, Hemolytic Disease of Newborn, 2003, available at:

http://www.emedicine.com/ped/byname/hemolylic-disease-of-newborn.htm.

8. Gary, R Strange, William R, Steven L, 2002, Pediatric Emergency Medicine, 2nd edition. Boston: Mc Graw Hill, halaman: 527-529

9. E. Shannon cooper,1992, Clinic in Laboratory Medicine, Volume 12, Number 4, Philadelphia: WB Saunders Company, halaman: 655-665


SILAHKAN DINIKMATI, BUKAN BUATAN SENDIRI, HANYA ARSIP DARI SENIOR

1 komentar:

  1. telaah ilmiah yang sangat membantu memahami soal transfusi darah :)

    BalasHapus