BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Hampir semua polip kantung empedu ditemukan secara tidak sengaja pada saat cholecytectomy. Prevalensi dari polip kantung empedu berkisar antara 1% - 4% (secara patologi atau radiologi). Sebagian besar polip kantung empedu bukanlah merupakan neoplasma sejati melainkan hasil dari inflamasi atau deposit lipid. Polip kantung empedu merupakan 95 % kasus lesi non neoplastik pada kantung empedu. Adenoma merupakan polip neoplastik yang terutama, sedangkan polip kolesterol merupakan tipe yang tersering pada polip kantung empedu. Polip ini merupakan hasil dari penumpukkan makrofag berisi lipid pada lamina propia dan bukan merupakan neoplasma sejati. Polip kolesterol biasanya kecil (< style="">cholecystectomy.
Adenomyomatosis kantung empedu mirip dengan polip. Adenomyomatosis ini bukan merupakan keganasan tetapi lebih sering ditemukan daripada lesi hiperplastik pada kantung empedu. Epitel diperbanyak dan kemudian masuk ke lapisan muscularis. Lesi ini cenderung lebih besar daripada polip kolesterol dan polip inflamasi, besarnya sekitar 15 mm.
Adenoma merupakan polip neoplastik tersering pada kantung empedu. Insidensi adenoma pada pemeriksaan spesimen hanya sekitar 0.15%. Polip ini biasanya soliter, berbenjol – benjol, ukuran berkisar 5 – 20 mm. Adenoma lebih jarang ditemukan dibandingkan keganasan kantung empedu, dan frekuensi perubahan dari adenoma menjadi adenocarcinoma masih belum jelas. Polip neoplastik lainnya yang jarang ditemukan meliputi fibroma, leiomyoma, lipoma, neurofibroma, carcinoid, dan glandula gaster heterotropic. Polip neoplastic nonadenoma ini ditemukan hanya pada 1 % dari seluruh polip kantung empedu.
Ukuran dari polip kantung empedu penting untuk memprediksi progresifitas. Polip yang lebih kecil dari 1 cm tidak tidak akan berkembang menjadi keganasan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Kandung empedu
Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah pear,panjangnya 7-10 cm dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terjadi obstruksi, kandung empedu dapat terdistesi dan isinya dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu berlokasi di sebuah fossa pada permukaaan inferior hepar yang secara anatomi membagi hepar menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi: fundus, corpus, infundibulum dan leher.
Fundus berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2 cm melebihi batas hepar, strukturnya kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan corpus yang kebanyakan terdiri dari jaringan elastis. Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan, yang mencembung dan membesar membentuk Hartman’s pouch (Brunicardi, 2007).
Peritoneum yang sama menutupi hepar meliputi fundus dan permukaan inferior dari kandung empedu. Kadang-kadang kandung empedu ditutupi seluruhnya oleh peritoneum (Brunicardi, 2007).
Kandung empedu terdiri dari epitel columnar tinggi yang mengandung kolesterol dan tetesan lemak. Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar yang ditemukan dalam mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan corpus. Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina propria. Lapisan ototnya adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna. Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, syaraf, pembuluh darah, limfe dan adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali bagian kandung empedu yang menempel pada hepar. Kandung empedu di bedakan secara histologis dari organ-organ gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit (Brunicardi, 2007).
Arteri cystica yang menyuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri hepatika kanan. Lokasi arteri cystica dapat bervariasi tetapi hampir selalu di temukan di segitiga hepatocystica, yaitu area yang di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus communis dan batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari kandung empedu, akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan langsung memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar cystica menuju vena porta. Aliran limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher (Brunicardi, 2007).
Gambar 2.1Vesica fellea
Persyarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier.
Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan hepar (Brunicardi, 2007).
Duktus biliaris extrahepatik terdiri dari Ductus hepaticus kanan dan kiri, Ductus hepaticus communis, Ductus cysticus dan Ductus choledochus. Ductus choledochus memasuki bagian kedua dari duodenum lewat suatu struktur muskularis yang disebut Sphincter Oddi (Brunicardi, 2007).
Ductus hepaticus kiri lebih panjang dari yang kanan dan memiliki kecenderungan lebih besar untuk berdilatasi sebagai akibat dari obstruksi pada bagian distal. Kedua Ductus tersebut bersatu membentuk Ductus hepaticus communis. Panjang Ductus hepaticus communis umumnya 1-4cm dengan diameter mendekati 4 mm. Berada di depan vena porta dan di kanan Arteri hepatica. Ductus hepaticus communis dihubungkan dengan Ductus cysticus membentuk Ductus choledochus (Brunicardi, 2007).
Gambar 2.2 Sistem Biliaris
Panjang Ductus cysticus bervariasi. Dapat pendek atau tidak ada karena memiliki penyatuan yang erat dengan Ductus hepaticus. Atau dapat panjang, di belakang, atau spiral sebelum bersatu dengan Ductus hapaticus communis. Variasi pada Ductus cysticus dan titik penyatuannya dengan Ductus hepaticus communis penting secara bedah. Bagian dari Ductus cysticus yang berdekatan dengan bagian leher kandung empedu terdiri dari lipatan-lipatan mulkosa yang disebut Valvula Heister. Valvula ini tidak memiliki fungsi valvula, tetapi dapat membuat pemasukan cannul ke Ductus cysticus menjadi sulit (Brunicardi, 2007).
Panjang Ductus choledochus kira-kira 7-11 cm dengan diameter 5-10 mm. Bagian supraduodenal melewati bagian bawah dari tepi bebas dari ligamen hepatoduodenal, disebelah kanan Arteri hepatica dan di anterior Vena porta. Bagian retroduodenal berada di belakang bagian pertama duodenum, di lateral Vena porta dan Arteri hepatica. Bagian terbawah dari Ductus choledochus (bagian pankreatika) berada di belakang caput pankreas dalam suatu lekukan atau melewatinya secara transversa kemudian memasuki bagian kedua dari duodenum.
Ductus choledochus bergabung dengan Ductus pancreaticus masuk ke dinding duodenum (Ampulla Vateri) kira-kira 10cm distal dari pylorus. Kira-kira 70% dari Ductus ini menyatu di luar dinding duodenum dan memasuki dinding duodenum sebagai single ductus. Sphincter Oddi, yang merupakan lapisan tebal dari otot polos sirkuler, mengelilingi Ductus choledochus pada Ampulla Vateri. Sphincter ini mengontrol aliran empedu, dan pada beberapa kasus mengontrol pancreatic juice ke dalam duodenum (Brunicardi, 2007).
Suplai arteri untuk Ductus biliaris berasal dari Arteri gastroduodenal dan Arteri hepatika kanan, dengan jalur utama sepanjang dinding lateral dan medial dari Ductus choledochus (kadang-kadang pada posisi jam 3 dan jam 9). Densitas serat syaraf dan ganglia meningkat di dekat Sphincter Oddi tetapi persyarafan dari Ductus choledochus dan Sphinchter Oddi sama dengan persyarafan pada kandung empedu (Brunicardi, 2007).
Figure 52-1 Anatomy of the biliary system and its relationship to surrounding structures.
Gambar 2.3 Anatomi sistem bilier
Gambar 2.4 Anatomi sistem bilier
2.2 Fisiologi
2.2.1 Pembentukan dan komposisi empedu
Hepar memproduksi empedu secara terus menerus dan mengekskresikannya pada kanalikuli empedu. Orang dewasa normal memproduksi 500-1000 ml empedu per hari. Sekresi empedu bergantung pada neurogenik, humoral, dan rangsangan chemical. Stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu, sebaliknya rangsangan nervus splanchnic menyebabkan penurunan aliran empedu. Asam hydrochloric, sebagian protein pencernaaan dan asam lemak pada duodenum menstimulasi pelepasan sekretin dari duodenum yang akan meningkatkan produksi dan aliran empedu. Aliran empedu dari hepar melewati Ductus hepaticus, menuju CBD dan berakhir di duodenum. Dengan sphincter Oddi yang intak, aliran empedu secara langsung masuk ke dalam kandung empedu (Brunicardi, 2007).
Empedu terutama terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lemak, dan pigmen empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klorin memiliki konsentrasi yang sama baik di dalam empedu, plasma atau cairan ekstraseluler. pH dari empedu yang di sekresikan dari hepar biasanya netral atau sedikit alkalis, tetapi bervariasi sesuai dengan diet. Peningkatan asupan protein menyebabkan empedu lebih asam. Garam empedu, cholate dan chenodeoxycholate, di sintesis di hepar dari kolesterol. Mereka berkonjugasi dengan taurine dan glycine dan bersifat sebagai anion (asam empedu) yang di seimbangkan dengan natrium (Brunicardi, 2007).
Garam empedu di ekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan di tambah dari hasil pencernaan dan penyerapan dari lemak pada usus. Pada usus sekitar 80% dari asam empedu di serap pada ileum terminal. Sisanya didekonjugasi oleh bakteri usus membentuk asam empedu sekunder deoxycholate dan lithocholate. Ini di serap di usus besar ditransportasikan ke hepar, dikonjugasi dan disekresikan ke dalam empedu. Sekitar 95% dari pool asam empedu direabsorpsi dan kembali lewat vena porta ke hepar sehingga disebut sirkulasi enterohepatik. 5% diekskresikan di feses (Brunicardi, 2007).
Gambar 2.5 Gambar aliran empedu
Kolesterol dan fosfolipid di sintesis di hepar sebagai lipid utama yang ditemukan di empedu. Proses sintesis ini di atur oleh asam empedu (Brunicardi, 2007).
Warna dari empedu tergantung dari pigmen bilirubin diglucuronide yang merupakan produk metabolik dari pemecahan hemoglobin, dan keberadaan pada empedu 100 kali lebih besar daripada di plasma. Pada usus oleh bakteri diubah menjadi urubilinogen, yang merupakan fraksi kecil dimana akan diserap dan diekskresikan ke dalam empedu (Brunicardi, 2007).
2.2.2 Fisiologi duktus biliaris
Kandung empedu, Ductus biliaris dan Sphincter Oddi bekerja bersama-sama dalam menyimpan dan meregulasi aliran empedu. Pengaliran cairan empedu di atur oleh 3 faktor yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter choledocus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti di semprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter (Syamsuhidajat & Wim de Jong, 2005) .
Kolesistokinin (CCK) hormon sel APUD dari selaput lendir usus halus di keluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan demikian CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan (Syamsuhidajat & Wim de Jong, 2005).
Absorpsi dan Sekresi
Pada keadaan puasa, hampir 80% empedu disekresikan oleh hepar disimpan dalam kandung empedu. Mukosa kandung empedu secara cepat menyerap natrium, clorida, dan air dengan melawan gradien konsentrasi, memekatkan empedu hingga 10 kali sehingga merubah komposisi empedu. Penyerapan yang cepat ini adalah salah satu mekanisme untuk mencegah peningkatan tekanan ketika ada gangguan dalam aliran empedu pada sistem bilier (Brunicardi, 2007).
Sel epitel pada kandung empedu mensekresi 2 produk penting kedalam lumen kandung mepedu : glikoprotein dan ion hidrogen. Kelenjar pada mukosa infundibulum dan leher mensekresi glikoprotein yang dapat memproteksi mukosa kandung empedu dari proses litik empedu dan juga untuk memfasilitasi aliran empedu untuk melewati Ductus cysticus. Transpor ion hidrogen juga akan menurunkan pH empedu. Proses pengasaman ini akan menyebabkan kelarutan kalsium sehingga akan mencegah presipitasi menjadi garam kalsium (Brunicardi, 2007).
Aktivitas motorik
Pengisian kandung empedu difasilitasi oleh kontraksi tonik dari Sphincter Oddi.
Sebagai respon terhadap makanan, pengosongan kandung empedu terjadi karena respon motorik yang terkoordinasi dari kontraksi kandung empedu dan relaksasi Sphincter Oddi. Stimuli utama dari pengosongan kandung empedu adalah hormon cholecystokinin (CCK). CCK dilepaskan secara endogen oleh mukosa duodenum sebagai respon terhadap makanan. Pengosongan kandung empedu mencapai 50-70% dalam 30-40 menit. 60-90 menit kemudian kandung empedu scara gradual terisi kembali. Hal ini berhubungan dengan pengurangan kadar CCK (Brunicardi, 2007).
Gambar 2.6 Aliran empedu
Regulasi Neurohormonal
Nervus vagus dan obat-obat parasimpatomimetik menstimulasi kontraksi kandung empedu, dan rangsangan simpatis splanchnic dan atropin akan menghambat aktivitas motorik.
Reflek yang dimediasi oleh sistem syaraf akan menghubungkan Sphincter Oddi dengan kandung empedu, gaster dan duodenum untuk mengkoordinasi aliran empedu. Distensi bagian antral dari gaster akan menyebabkan kontraksi kandung empedu dan relaksasi dari Sphincter Oddi.
Reseptor hormonal terdapat pada oto polos, pembuluh darah, syaraf, dan epitel dari kandung empedu. CCK adalah peptida yang dilepaskan ke dalam aliran darah oleh karena adanya asam, lemak, dan asam amino di dalam duodenum. CCK bekerja secara langsung pada reseptor di otot polos kandung empedu sehingga akan menstimulasi kontraksi kandung empedu juga akan menyebabkan
Stimulasi kandung empedu dan sistem bilier oleh CCK juga di mediasi oleh syaraf vagal kolinergik. Pada pasien yang telah menjalani vagotomy, respon terhadap CCK berkurang dan ukuran serta volume kandung empedu akan meningkat (Brunicardi, 2007).
Polip Kandung Empedu
Epidemiologi
Polypoid lesi kandung empedu sekitar 5% dari populasi orang dewasa. Penyebabnya tidak pasti, tetapi ada korelasi yang pasti dengan bertambahnya usia dan adanya batu empedu ( cholelithiasis ). Kebanyakan individu yang mengalami tidak memiliki gejala. Seringkali polip kandung empedu terdeteksi secara tidak sengaja dengan ultrasonografi abdomen yang sebenarnya ditujukan untuk penyakit lain pada nyeri abdomen sistem biliaris, fokal defek hepatik atau obstruksi ekstrahepatik. Insidensi polip kandung empedu lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Prevalensi polip kandung empedu berkisar dari 1% sampai 4%. Prevalensi keseluruhan pada etnis Cina adalah 9,5%, lebih tinggi dari jenis etnis lainnya. Evaluasi polip empedu agak terhambat oleh ketidakmampuan untuk secara langsung dengan endoscopically mukosa kandung empedu. Sehingga manajemen biasanya dipandu oleh karakteristik polip kandung empedu ditemukan pada USG, cholecystography, dan CT scan.
Patofisiologi
Kebanyakan polip kecil (kurang dari 1 cm) tidak bersifat kanker dan tidak akan mengalami peruahan selama bertahun-tahun. Namun, ketika polip kecil terjadi pada kondisi lain, seperti primer kolangitis sclerosing, maka cenderung ganas. Pada polip yang lebih besar lebih mungkin untuk dikembangkan menjadi adenokarsinoma.
Lima jenis polip ditemukan di kantong empedu dan 3 paling umum adalah non-neoplastic. Cholesterolosis (60%) dikarakteristikan oleh perkembangan dari lapisan mukosa kandung empedu ke dalam proyeksi fingerlike (seperti jari) akibat akumulasi berlebihan kolesterol dan trigliserida dalam makrofag pada lapisan epitel. Polip kolesterol merupakan polip kandung empedu yang paling jinak, multipel, pedunculated dan berbagai ukuran 2-10 mm. Kadang-kadang, polip kolesterol dapat menyebabkan kolik sistem biliaris dari obstruksi saluran cysticus atau pankreatitis akut karena obstruksi common bile duct.
Adenomyomatosis (atau adenomyomatosis) merupakan jenis yang paling umum kedua polip kandung empedu (sekitar 25%), biasanya soliter, mulai dari ukuran 10-20 mm. Adenomyomatosis biasanya ditemukan pada fundus kandung empedu. Secara histologis, lesi fokal menyebabkan penebalan dinding kandung empedu, karena proliferasi lapisan bawah permukaan selular. Berhubungan dengan percabangan dan dilatasi sinus Rokitansky-Aschoff dan hiperplasia dari lapisan otot dinding kandung empedu. Hal ini ditandai dengan lipatan yang mendalam ke propria muskularis. Pada ultrasonografi atau cholecystography lesi ini muncul sebagai fokus penebalan dinding kandung empedu dengan diverticulae intramural yang memproyeksikan ke lumen , disebut Rokitansky-Aschoff sinus. Secara klinis adenomyomatosis hanya terjadi ketika penyakit ini distribusi secara segmental di kandung empedu, menyebabkan penyempitan/ konstriksi konsentris lumen kandung empedu. Jenis lesi ini dikaitkan dengan peningkatan kejadian kanker kandung empedu, dan kantong empedu harus diangkat melalui pembedahan. Sebuah studi dari 3.000 pembedahan reseksi kandung empedu menemukan kanker kandung empedu dalam 6,4% adenomyomatosis segmental.
Polip inflamasi adalah jenis yang paling umum ketiga(sekitar 10%). Polip terdiri dari jaringan granulasi, jaringan fibrosis dengan sel inflamasi kronis, biasanya limfosit dan sel plasma. Umumnya soliter, dan berbagai ukuran dari 5-10 mm.
Secara keseluruhan, 3 jenis lesi jinak kandung empedu (sekitar 95%) dari semua polip kandung empedu. Dengan pengecualian adenomyomatosis segmental, intervensi klinis dan bedah tidak di indikasikan.
Adenoma (sekitar 4%) dari polip kandung empedu dengan berbagai ukuran 5-20 mm dan biasanya pedunculated. Adenoma kandung empedu jarang terjadi dan ditemukan dalam sekitar 0,15% dari spesimen empedu resected. Lesi ini berpotensi premalignant, tetapi evolusi dari adenoma ke karsinoma tidak berlaku pada tingkat yang sama seperti halnya bagi polip usus besar yang mengarah ke kanker usus besar. Hampir semua adenoma yang bersifat kanker > 12 mm. Adenoma > 18 mm memiliki insiden yang lebih tinggi menjadi kanker kandung empedu yang invasif. Kandung empedu adenoma terjadi lebih jarang dari kanker kandung empedu, yaitu, dengan rasio 1 : 4. Sebuah studi dari Jepang menunjukkan adenoma-karsinoma dalam pembedahan 1600 reseksi kandung empedu. Delapan belas adenoma kantong empedu ditemukan dan 7 (39%) fokus mengandung kanker. Semua adenoma adalah> 12 mm.. Tujuh puluh-sembilan karsinoma kandung empedu yang hadir dan 15 (19%) yang terdapat jaringan adenomatous sisa dalam patologi spesimen. Data ini tidak sepenuhnya mengatasi masalah ini, tetapi nampaknya bahwa mayoritas karsinoma kandung empedu mungkin tidak muncul dari adenoma jinak kandung empedu sebelumnya.
Sebagaimana disebutkan di atas, neoplasma aneka kandung empedu mewakili kelas kelima polip kandung empedu.. Polip ini semua lesi langka dan termasuk kelenjar lambung heterotopic, neurofibromas, tumor karsinoid, leiomyomas, dan fibromas. Mereka biasanya soliter, jinak, dan berbagai ukuran 5-20 mm.
Perawatan yang terbaik untuk polip kandung empedu adalah melalui pembedahan kantong empedu pada adenoma ≥ 10 mm. Masalahnya adalah bahwa sebagian besar dari ukuran lesi yang ditemukan pada USG akan menjadi salah 1 dari 3 jenis nonneoplastic polip kandung empedu. Kolesistektomi merupakan pilihan untuk pasien dengan lesi ≥ 10 mm. Pendekatan ini meminimalkan kemungkinan tidak memperlakukan lesi premalignant. Kebanyakan kolesterol dan polip inflamasi yang <10>Pasien yang beresiko tinggi untuk pembedahan harus memiliki USG dilakukan pada interval 6-bulan. Jika polip tumbuh ke waktu ≥ 12 mm di atas, kantong empedu harus dihapus jika memungkinkan.
USG Endoskopi dapat menjadi standar perawatan dalam waktu dekat untuk mendefinisikan histologi polip kandung empedu. Penelitian terbaru telah menunjukkan hubungan antara karakteristik USG endoskopik dan aktual histologi polip kandung empedu.
Kemungkinan Polip Menjadi Ganas
Polip kantung empedu adalah pertumbuhan yang menonjol dari lapisan bagian dalam kantong empedu. Polip bisa bersifat kanker, tapi itu jarang terjadi.
Ukuran polip kandung empedu dapat menjadi prediktor berguna apakah itu ganas atau jinak. Polip empedu yang lebih kecil dari 1 sentimeter biasanya jinak dan tidak perlu dilakukan pengobatan. Namun, dokter mungkin menyarankan tindak lanjut untuk melihat perubahan dalam polip kandung empedu yang mungkin menjadi kanker. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan USG perut atau USG endoskopik standar.
Polip empedu yang lebih besar dari 1 sentimeter lebih cenderung bersifat ganas. Pengobatan polip kandung empedu yang lebih besar dapat mencakup operasi pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Dokter mungkin juga merekomendasikan kolesistektomi jika polip kandung empedu dengan ukuran berapapun disertai dengan batu empedu.
Faktor Resiko Penyakit Kandung Empedu
* Kegemukan
* Penurunan berat badan yang cepat
*Estrogen asupan dan pil KB (estrogen meningkatkan konsentrasi kolesterol dalam empedu)
* Hypothyroidism
* Penyakit Tiroid Hashimoto
* Lebih dari usia 40 tahun, dan semakin bertambah sesuai usia
* Wanita terutama mereka yang telah memiliki anak
* Etnis (India dan Meksiko-Amerika)
* High triglycerides, kolesterol LDL tinggi, kadar kolesterol HDL yang turun,
* Alkohol
* riwayat penyakit Keluarga : (Hereditas)
* Obat penurun kolesterol, obat imunosupresif dan lain-lain
* Diet Sangat Rendah Kalori
* Diet tinggi lemak jenuh
* Diet tinggi makanan olahan dan gula halus
* Diet rendah serat (yang halus apa diet yang) dan tidak cukup sayuran
* Diet Non-lemak
* Diet rendah lemak
* Sembelit
* Diabetes
* Penyakit seperti penyakit radang usus kronis, Chron’s disease, anemi Hemolytic
* Chronic Heartburn
* penggunaan antasid yang sering
Gejala dan Diagnosis
Kebanyakan polip tidak menyebabkan gejala yang nyata. Kantung empedu polip biasanya ditemukan secara kebetulan saat memeriksa perut dengan ultrasound untuk kondisi lain.
Terapi
Secara umum, pengobatan tidak diperlukan pada pasien muda dengan polip kandung empedu yang sangat kecil yang benar-benar bebas dari gejala. pasien dengan gejala dispepsia tapi tidak ada episode kolik bilier harus dikelola konservatif. Pada pasien dengan kolik empedu reccurrent, kolesistektomi elektif dibenarkan, terutama jika batu terlihat ada bersamaan dengan polip. Kolesistektomi juga diindikasikan pada pasien dengan polip kandung empedu besar berukuran lebih dari 10 mm, terlepas dari simptomatologi. Pada pasien dengan kandung empedu polypoid lesi yang lebih kecil dari 10 mm, kolesistektomi ditunjukkan hanya jika ada penyulit, misalnya, usia 50 dan koeksistensi batu empedu.Jika polip lebih kecil dari 10 mm dan faktor penyulit tidak hadir, strategi "wait and watch" dianjurkan.
Kebanyakan polip bersifat jinak dan tidak perlu diangkat Polip yang lebih besar dari 1 cm yang terjadi bersamaan dengan batu empedu terjadi pada orang di atas usia 50 mungkin tindakan pengangkatan kandung empedu ( kolesistektomi ), terutama jika polip ganas. Laparoskopi adalah suatu pilihan bagi polipsoliter atau kecil.
KESIMPULAN
· Penyakit polip kantung empedu merupakan penyakit yang jarang ditemukan dan hanya ditemukan secara kebetulan saat memeriksa abdomen untuk kondisi lain.
· Kebanyakan polip bersifat jinak dan tidak perlu diangkat. Polip berukuran kurang dari 1 cm tidak perlu dingakat dan hanya perlu dilakukan pengawasan pada enam bulan berikutnya, polip yang dicurigai ganas harus dilakukan kolesistektomi.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
- Geoffrey L. Braden, MD. Treatment for Gallbladder Poyps. 2003. http://www.medscape.com/viewarticle/459009
- Lee KF, Wong J, Li JC, Lai PB (2004). "Polypoid lesions of the gallbladder.". American Journal of Surgery. http://en.wikipedia.org/wiki/Gallbladder_polyp
· Sarr. M.G and Cameron J.L. 1994. Sistem Empedu. Dalam : Buku Ajar Bedah Sabiston.
· Sujono Hadi . 1995. Traktus Biliaris. Dalam : Gastroenterologi. Edisi ke-6. h742-806
· Friedman, L.S, 2001. Liver, Biliary Tract & Pancreas. In Current Medical Diagnosis and Treatment. p690-698.
· R. Sjamsuhidayat. Wim de Jong. 2004. Saluran empedu dan hati. Dalam: R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
BUKAN BUATAN SENDIRI, HANYA ARSIP DARI REKAN SEJAWAT
sangat lengkap, terimakasih pencerahannya...sangat membantu
BalasHapusTerimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.
BalasHapushttp://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/